KABARBURSA.COM - Sebagian besar saham Asia melemah pada Senin, 24 Maret 2025, pagi, menyusul reli saham teknologi di Wall Street yang berhasil menghentikan tren penurunan selama empat pekan berturut-turut. Sementara itu, kontrak berjangka saham Amerika Serikat bergerak naik seiring investor menanti kabar terbaru soal kebijakan tarif dari Presiden Donald Trump. Beberapa laporan menyebutkan Trump akan mempersempit kebijakan tarifnya dan hanya menyasar negara-negara dengan surplus perdagangan besar terhadap Amerika—banyak di antaranya berasal dari Asia.
Trump telah menetapkan tenggat 2 April untuk memberlakukan tarif baru bagi mitra dagang Amerika. Ini menambah daftar tenggat sebelumnya yang kerap ditunda, bahkan di menit-menit terakhir. Dari Beijing, nada damai terdengar dari Perdana Menteri China Li Qiang saat bertemu para pemimpin bisnis Amerika Serikat dan Senator Steve Daines, salah satu pendukung kuat Trump yang juga menjadi anggota kongres pertama yang mengunjungi Tiongkok sejak Trump menjabat pada Januari lalu.
“Hubungan kedua negara telah sampai pada titik yang penting,” ujar Li, dikutip dari AP di Jakarta, Senin. “Kita harus memilih dialog daripada konfrontasi, kerja sama saling menguntungkan daripada persaingan zero-sum.” Ia menambahkan, China berharap Amerika Serikat bersedia bekerja sama demi menjaga hubungan bilateral yang stabil dan berkelanjutan.
Dalam pertemuan itu hadir pula para pimpinan perusahaan besar asal Amerika seperti CEO FedEx Raj Subramaniam, Wakil Presiden Senior Boeing Brendan Nelson, CEO Qualcomm Cristiano Amon, serta CEO Pfizer Albert Bourla.
“Beberapa hari terakhir, pejabat pemerintahan Trump memberi sinyal bahwa daftar negara yang terdampak tarif mungkin tidak bersifat menyeluruh, dan tarif yang ada—seperti pada baja—tidak akan otomatis digabungkan,” tulis Junrong Yeap dari IG dalam catatannya. Ia menambahkan, “ada optimisme bahwa rencana tarif Trump kali ini mungkin lebih banyak gertakan dibanding aksi nyata.”
Kendati begitu, pasar saham China tetap loyo. Indeks Hang Seng Hong Kong turun 0,3 persen ke 23.613,50 dan Shanghai Composite juga kehilangan 0,3 persen ke level 3.356,50. Di Tokyo, indeks Nikkei 225 nyaris stagnan di posisi 37.676,97 setelah laporan awal manufaktur Jepang menunjukkan penurunan output paling tajam dalam setahun terakhir, diikuti turunnya pesanan baru dengan laju yang lebih cepat.
Sementara itu, indeks Taiex di Taiwan mencatat kenaikan tipis sebesar 0,1 persen. Di Indonesia, Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG kembali membuka perdagangan dengan nada lesu pada Senin pagi, 24 Maret 2025. Indeks utama pasar modal Indonesia ini langsung terkoreksi 20,26 poin atau setara 0,32 persen ke posisi 6.237,92 begitu bel perdagangan dibunyikan.
Sejak awal sesi, IHSG sempat bergerak naik-turun dalam rentang sempit, berkisar antara level 6.233,58 hingga 6.268,42. Aktivitas perdagangan terbilang moderat, dengan volume transaksi menyentuh 3,07 juta lot. Nilai transaksi yang tercatat sejauh ini mencapai Rp347,19 miliar, tersebar dalam 27.610 kali perpindahan tangan.
Dari Wall Street, indeks S&P 500 naik tipis 0,1 persen ke 5.667,56 pada penutupan Jumat, sekaligus mengunci kenaikan mingguan sebesar 0,5 persen. Meski demikian, indeks ini masih melemah 4,8 persen sepanjang bulan ini. Dow Jones Industrial Average juga mencatat kenaikan tipis 0,1 persen ke 41.985,35, sedangkan Nasdaq menguat 0,5 persen ke 17.784,05.
Saham teknologi kembali menunjukkan perlawanan, menutup sebagian besar pelemahan di sektor lain dalam S&P 500. Sektor ini sebelumnya banyak tertekan, berbalik arah dari posisi sebagai penggerak pasar tahun lalu. Karena bobot kapitalisasinya besar, pergerakan saham teknologi sangat menentukan naik-turunnya pasar secara keseluruhan.
Saham Apple naik sekitar 2 persen, Microsoft menguat 1,1 persen. Namun Nvidia turun 0,7 persen dan Micron Technology ambles 8 persen, menjadi penurunan terbesar dalam indeks S&P 500.
Selama beberapa pekan terakhir, kekhawatiran soal arah ekonomi Amerika Serikat menjadi faktor utama pelemahan pasar. Perang dagang antara Amerika dan mitra dagang utamanya berisiko memperparah inflasi dan menyulitkan dunia usaha maupun konsumen. Inflasi pun masih membandel di atas target The Fed sebesar dua persen, dan kebijakan tarif dikhawatirkan akan mengganggu upaya bank sentral meredam lonjakan harga.
Rangkaian data ekonomi terkini seperti penjualan rumah, produksi industri, dan tingkat pengangguran mengindikasikan ekonomi masih cukup kokoh. Namun laporan lain yang mencerminkan sentimen konsumen dan penjualan ritel menunjukkan meningkatnya kehati-hatian di kalangan masyarakat. Perusahaan juga mulai mewanti-wanti investor soal tekanan dari tarif, inflasi, dan ketidakpastian biaya produksi.
Saham perusahaan pengembang rumah Lennar turun 4 persen setelah memberikan proyeksi pesanan dan harga jual yang lebih lemah dari ekspektasi untuk kuartal berjalan. Mereka menyebutkan suku bunga tinggi, inflasi, dan menurunnya kepercayaan konsumen turut membebani pasar perumahan yang memang sudah sulit.
Dari perdagangan komoditas Senin pagi, harga minyak mentah patokan Amerika turun 22 sen ke level USD68,06 per barel (sekitar Rp1.122.990) dalam transaksi elektronik di New York Mercantile Exchange. Minyak mentah Brent sebagai acuan global juga melemah 30 sen ke level USD71,86 per barel (sekitar Rp1.185.690).
Di pasar valuta, dolar Amerika menguat menjadi 149,78 yen Jepang dari posisi sebelumnya di 149,37 yen. Sementara euro naik tipis menjadi USD1,0823 dari sebelumnya USD1,0816.(*)