KABARBURSA.COM - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) menghadapi tantangan besar di tengah kondisi pasar keuangan global yang tidak menentu. Merujuk pada dokumen Makro Ekonomi dan Kinerja BBNI yang diterima KabarBursa, Senin, 9 Juli 2024, ada dampak divergensi kebijakan moneter global terhadap pasar keuangan dan nilai tukar, serta langkah-langkah yang diambil BNI untuk menjaga stabilitas keuangan.
Kebijakan moneter yang berbeda antara Bank Sentral Eropa (ECB) dan The Federal Reserve (The Fed) menciptakan tekanan tambahan pada pasar keuangan global. Presiden ECB, Christine Lagarde, menyatakan saat ini adalah waktu yang tepat untuk memoderasi tingkat restriksi kebijakan moneter dengan mengurangi suku bunga.
Sebaliknya, Ketua The Fed, Jerome Powell, menekankan perlunya waktu lebih lama untuk mencapai keyakinan yang lebih besar terhadap inflasi di AS. Dengan begitu, The Fed siap mempertahankan tingkat suku bunga saat ini selama yang diperlukan.
Proyeksi terbaru dari The Fed pada Juni 2024 menunjukkan bahwa Fed Funds Rate (FFR) diperkirakan hanya akan turun sebesar 25 basis poin di tahun 2024. Ini merupakan penurunan yang lebih kecil dibandingkan ekspektasi sebelumnya pada Desember 2023 yang sebesar 75 basis poin.
Investor asing mencatatkan outflow dari pasar saham dan Surat Utang Negara (SUN), namun masih terdapat inflow ke Sertifikat Bank Indonesia (SRBI). Hingga tahun berjalan (YTD), arus dana asing mencatatkan outflow sebesar USD0,5 miliar dari saham dan USD1,6 miliar dari SUN, sementara inflow ke SRBI mencapai USD4,1 miliar.
Ketidakpastian global menyebabkan nilai tukar berbagai mata uang melemah terhadap Dolar AS (USD), termasuk Rupiah. Hingga 28 Juni 2024, nilai tukar Rupiah melemah 6,8 persen YTD, sementara Yen Jepang dan Real Brasil mencatat pelemahan yang lebih besar, masing-masing sebesar 14,1 persen dan 15,2 perse. Di sisi lain, Dolar AS (DXY) menguat 4,5 persen YTD.
Sebagai implikasi dari tekanan pelemahan Rupiah, Bank Indonesia (BI) menaikkan BI-rate sebesar 25 basis poin. Langkah ini diambil untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah yang tertekan oleh defisit neraca transaksi berjalan yang kembali terjadi dan peningkatan kebutuhan valas musiman di kuartal II.
Neraca Transaksi Berjalan dan Cadangan Devisa
Defisit neraca transaksi berjalan Indonesia tercatat sebesar 0,64 persen terhadap PDB pada kuartal pertama 2024, memburuk dari posisi surplus 0,96 persen pada 2022. Selain itu, cadangan devisa Indonesia menurun 5,1 persen dari USD 146,4 miliar di Desember 2023 menjadi USD 139 miliar pada Mei 2024. Defisit ini sebagian besar disebabkan oleh pembayaran dividen dan bunga yang meningkat di kuartal kedua, seiring dengan kebutuhan valas musiman.
Net permintaan valas meningkat signifikan di paruh pertama 2024, tercermin dari pertumbuhan kredit valas yang mencapai 23,2 persen YoY. Sementara itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) valas hanya tumbuh 3,6 persen YoY, menunjukkan tingginya permintaan valas dibandingkan dengan pertumbuhan simpanan valas.
Untuk menjaga stabilitas Rupiah, BI menggunakan cadangan devisa dan menaikkan suku bunga instrumen operasi pasar terbuka, terutama Sertifikat Bank Indonesia (SRBI). Suku bunga SRBI naik lebih dari 50 basis poin untuk berbagai tenor, dengan suku bunga tertinggi mencapai 7,55 persen untuk SRBI bertenor 12 bulan. Tingginya suku bunga SRBI mendorong penyerapan likuiditas Rupiah ke instrumen operasi pasar terbuka BI.
Jumlah outstanding instrumen pasar terbuka BI meningkat dari Rp 743 triliun pada akhir tahun 2022 menjadi Rp 890 triliun pada Juni 2024. Dominasi Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dalam instrumen pasar terbuka mencapai Rp 685 triliun.
Kinerja Saham BNI
Meskipun pasar ekuitas mengalami tekanan, fundamental saham BNI tetap solid. Saham BNI menunjukkan performa yang lebih baik dibandingkan indeks LQ-45 dan sektor keuangan (IDXFIN), dengan kenaikan sebesar 1,9 persen YTD hingga akhir Juni 2024.
“Ini menunjukkan dukungan kepercayaan dari investor global terhadap proses transformasi yang dilakukan BNI,” tulis BNI dalam dokumennya.
Komposisi pemegang saham BNI menunjukkan peningkatan kepercayaan dari investor global. Pada Mei 2024, kepemilikan saham BNI oleh investor asing mencapai 28,8 persen, meningkat dari 24,8 persen pada Desember 2022.
“Sebaran geografis saham BNI yang dimiliki publik di luar pemerintah RI juga semakin merata, dengan peningkatan kepemilikan di wilayah Amerika Utara, Eropa, dan Asia,” tulis BNI.
Volume perdagangan (turnover) saham BNI tetap tinggi, dengan peningkatan sebesar 26,3 persen YoY hingga Rp335 miliar pada 2024. Ini menunjukkan likuiditas yang tinggi dan minat investor yang besar terhadap saham BNI.
Dengan kondisi ini, BNI tampak terus berupaya menjaga kinerja dan stabilitas di tengah tekanan global dan memastikan langkah-langkah strategis tetap dijalankan untuk mempertahankan pertumbuhan yang berkelanjutan.(pin/*)