Logo
>

Saham CPIN, ADMR, dan FILM Buy on Support: Mana Layak Dikoleksi?

Investor kini dituntut lebih jeli melihat fundamental, stabilitas kas, dan keberlanjutan kinerja emiten.

Ditulis oleh Yunila Wati
Saham CPIN, ADMR, dan FILM Buy on Support: Mana Layak Dikoleksi?
Ilustrasi grafik pasar saham futuristik. (Foto: Adope Stock)

KABARBURSA.COM – Analis teknikal RHB Sekuritas Indonesia, Ilham Fitriadi Budiarto, M.M., CTA®, Kembali memberikan pandangan segar soal tiga saham potensial yang menurutnya layak diperhatikan investor dalam waktu dekat. 

Berdasarkan risetnya Kamis, 5 Juni 2025, ada tiga saham yang layak diperhatikan, yaitu saham CPIN, ADMR, dan FILM. Ketiganya saat ini berada di kisaran harga menarik untuk strategi buy on support.

Dalam catatannya, Ilham menekankan bahwa level support ketiga saham tersebut sedang berada dalam fase konsolidasi yang sehat. Jika harga tak menembus level bawah, peluang teknikal untuk kembali naik dinilai terbuka lebar.

Untuk CPIN, saham emiten sektor pakan ternak ini direkomendasikan dibeli di kisaran Rp4.840. Target jangka pendek berada di Rp5.050 dan jangka menengah di Rp5.300. Sementara itu, batas risiko atau stop loss dipatok ketat di bawah Rp4.630. 

Menurut Ilham, posisi CPIN saat ini berada di dekat area teknikal yang cukup kuat sebagai fondasi kenaikan berikutnya.

ADMR yang bergerak di sektor pertambangan batu bara metalurgi juga tak luput dari sorotan. Ilham menyebut harga beli ideal di Rp1.045 dengan target kenaikan bertahap di Rp1.105 dan Rp1.200. 

Artinya, ada ruang kenaikan hingga hampir 15 persen dari harga masuk, dengan stop loss disarankan di bawah Rp985.

Sementara itu, saham MD Pictures (FILM) menjadi salah satu opsi dari sektor hiburan. Ditetapkan sebagai area beli di kisaran Rp2.410, FILM ditargetkan naik ke Rp2.550 dan Rp2.720, dengan toleransi kerugian di bawah Rp2.270. 

Meskipun volatilitas saham ini cenderung lebih tinggi, Ilham menilai potensi teknikalnya masih cukup menarik dalam jangka pendek.

Meski begitu, ia menegaskan bahwa semua skenario tersebut bersifat sebagai acuan. 

"Trading plan ini bukan rekomendasi mutlak untuk beli atau jual, melainkan panduan berbasis analisis teknikal," tulis Ilham dalam risetnya, hari ini. 

Investor tetap diimbau untuk mempertimbangkan risiko masing-masing, dan tidak mengambil keputusan secara emosional.

Ilham juga mengingatkan bahwa pergerakan harga bisa saja keluar dari rencana yang telah disusun. Dalam kondisi seperti itu, batasan target dan stop loss tetap bisa dijadikan pegangan.

Dengan tetap menjaga disiplin dalam eksekusi dan memperhatikan dinamika pasar, strategi buy on support menurutnya bisa menjadi pendekatan efektif di tengah volatilitas pasar saat ini. 

“Penting untuk selalu sadar posisi dan siap menyesuaikan diri dengan arah pasar,” pungkasnya.

Mana Saham yang Masih Layak Dikoleksi?

Di tengah sentimen pasar yang dinamis, pemilihan saham tak lagi bisa sekadar mengandalkan tren jangka pendek. Investor kini dituntut lebih jeli melihat fundamental, stabilitas kas, dan keberlanjutan kinerja emiten. 

Saham CPIN, ADMR, dan FILM hari ini mendapat rekomendasi Buy on Support. Meski berasal dari sektor berbeda, ketiganya menawarkan daya tarik tersendiri. 

Namun seberapa sehat sebenarnya kondisi keuangan mereka saat ini?

CPIN: Pilar Stabilitas di Tengah Tekanan Pasar

PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN) layak disebut sebagai salah satu emiten agribisnis paling mapan di bursa. Dari sisi kinerja, CPIN menunjukkan pertumbuhan yang stabil dengan laba bersih tahunan yang konsisten naik. 

Hingga kuartal I 2025, perusahaan sudah membukukan laba Rp1,54 triliun, naik signifikan dari tahun sebelumnya. Margin laba bersihnya juga terjaga, mencerminkan efisiensi operasional yang kuat.

Secara valuasi, memang CPIN tergolong premium. Rasio Price to Earnings (TTM) berada di level 17,45, dua kali lipat dari rata-rata IHSG. 

Namun, jika menilik ke dalam, rasio utangnya sangat konservatif dengan debt-to-equity hanya 0,23. Artinya, CPIN tidak mengandalkan utang untuk tumbuh.

Dari sisi likuiditas, current ratio 2,85 menunjukkan kemampuan perusahaan mengelola kewajiban jangka pendek dengan sangat baik.

Yang tak kalah penting, CPIN konsisten berbagi keuntungan. Dividen terakhir sebesar Rp108 per saham, mencerminkan dividend yield 2,24 persen, cukup menarik di tengah suku bunga tinggi. 

Dengan payout ratio yang terjaga di bawah 30 persen, CPIN tampaknya masih punya ruang untuk terus tumbuh tanpa mengorbankan bagi hasil kepada pemegang saham.

ADMR: Margin Lebar, Tapi Momentum Masih Rapuh

Di sektor energi, PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR) menjadi salah satu saham batu bara metalurgi yang mencuri perhatian. Di atas kertas, kinerjanya terlihat menjanjikan. 

Perusahaan mencetak margin laba bersih hingga 32 persen dan return on equity 25 persen. Angka yang cukup luar biasa di sektor yang sarat fluktuasi harga komoditas.

Namun, di balik catatan positif tersebut, ada tantangan yang tidak kecil. Pertumbuhan pendapatan dan laba ADMR justru mengalami kontraksi dalam satu tahun terakhir. 

Laba bersih kuartal I 2025 turun lebih dari 40 persen secara tahunan. Ini berbanding terbalik dengan performa tahun-tahun sebelumnya yang sempat mencatat lonjakan.

Valuasinya memang terlihat murah. Price to Earnings Ratio berada di angka 6,87. Tapi investor perlu waspada, free cash flow tercatat negatif hampir Rp1 triliun. 

Ini bisa menjadi sinyal bahwa arus kas operasional sedang mengalami tekanan, meski saldo kas perusahaan masih tergolong aman.

Menariknya, ADMR mulai membagikan dividen secara reguler. Tahun ini investor mendapat Rp48 per saham, atau sekitar 4,6 persen yield. Namun, kesinambungan kebijakan dividen ini akan sangat tergantung pada pemulihan kinerja operasional dalam beberapa kuartal ke depan.

FILM: Pertumbuhan Spektakuler, Tapi Diikuti Risiko yang Tinggi

PT MD Pictures Tbk (FILM) adalah contoh emiten yang sukses mencuri panggung dalam beberapa tahun terakhir. Saham ini sempat meroket berkat ekspektasi pertumbuhan bisnis hiburan digital di Indonesia. 

Tapi di balik cerita sukses masa lalu, kinerja fundamental FILM kini menunjukkan tanda-tanda rapuh.

Di kuartal pertama 2025, perusahaan justru mencatatkan kerugian. Padahal dari sisi pertumbuhan pendapatan, lonjakannya cukup besar, bahkan naik lebih dari 100 persen secara tahunan. Masalahnya, laba bersih tak ikut naik, bahkan margin laba perusahaan saat ini masih negatif.

Valuasi FILM juga sudah berada di zona rawan. Dengan rasio Price to Sales mencapai 48 kali dan Price to Book Value hampir 10 kali, harga sahamnya tidak mencerminkan kondisi riil kinerja perusahaan. 

Arus kas juga negatif. Free cash flow kuartalan tercatat minus Rp90 miliar, dan aktivitas investasi menggerus kas lebih dalam.

Yang cukup mengagetkan, FILM tetap membagikan dividen sebesar Rp25 per saham. Namun, payout ratio-nya sangat tidak sehat, tercatat di atas 600 persen. Ini mengindikasikan bahwa dividen kemungkinan besar tidak ditopang oleh laba operasional yang riil, melainkan dari cadangan kas.

CPIN Paling Solid, ADMR Prospek Menarik, FILM?

Melihat ketiga emiten tersebut, CPIN jelas berada di posisi paling solid—baik dari sisi profitabilitas, manajemen utang, hingga disiplin dalam membayar dividen. ADMR punya prospek menarik, namun sedang dalam fase menyesuaikan kembali momentumnya. 

Sementara FILM masih butuh pembuktian lebih lanjut bahwa pertumbuhan bisnisnya benar-benar berkelanjutan dan bukan sekadar euforia pasar.

Bagi investor jangka panjang yang mengedepankan stabilitas dan manajemen risiko, CPIN tampaknya bisa menjadi pilihan rasional. 

Namun, bagi mereka yang mencari potensi turnaround atau bersedia mengambil risiko tinggi, ADMR dan FILM tetap patut dipantau—tentu dengan kewaspadaan ekstra.(*)

Disclaimer:
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Yunila Wati

Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79