KABARBURSA.COM - Saham PT Bank Artha Graha Internasional Tbk (INPC) dan PT Green Power Group Tbk (LABA), disebut-sebut paling merana di akhir tahun ini. Pada penutupan perdagangan Bursa, Selasa, 24 Desember 2024, keduanya paling banyak dibuang.
Melihat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan Selasa, 24 Desember 2024, Bursa mengalami penurunan signifikan menjelang libur Natal. IHSG ditutup melemah 30,7 poin atau sekitar 0,43 persen ke level 7.065,7. Tampak sekali adanya tekanan dari berbagai sektor yang cukup aktif. Total nilai transaksi harian mencapai Rp9,6 triliun, dengan volume perdagangan sebesar 20,9 miliar saham dari 1,02 juta kali transaksi.
Dari pergerakan pasar tersebut, tercatat sebanyak 269 saham mengalami kenaikan, namun tekanan jual yang intensif membuat 312 saham harus terkoreksi, sementara 208 saham lainnya tidak mengalami perubahan harga.
Mayoritas sektor saham yang berada dalam tekanan dipimpin oleh sektor teknologi, yang mencatatkan penurunan terdalam sebesar 1,6 persen. Koreksi juga terjadi di sektor barang konsumsi nonprimer sebesar 1,1 persen, diikuti sektor barang konsumsi primer dan barang baku masing-masing turun 0,8 persen. Sektor perindustrian dan keuangan juga mengalami pelemahan masing-masing sebesar 0,3 persen.
Tekanan jual yang tinggi terjadi pada beberapa emiten, penurunan harga cukup drastis antara 10,4 persen hingga 18,1 persen.
Penurunan tersebut terjadi pada saham PT Bank Artha Graha Internasional Tbk (INPC) yang mencatatkan penurunan terbesar, anjlok 18,1 persen ke level Rp262. Kemudian, saham PT Green Power Group Tbk (LABA), yang juga harus terjerembap sedalam 14,8 persen ke level Rp298.
Koreksi tajam juga dialami saham PT Jakarta International Hotels & Development Tbk (JIHD) yang turun 10,9 persen menjadi Rp1.215, serta PT Ingria Pratama Capitalindo Tbk (GRIA) yang jatuh 10,4 persen ke level Rp103.
Sentimen negatif ini diduga berasal dari aksi ambil untung serta tekanan global yang masih membayangi pasar.
Saham INPC Sempat Disuspensi
Bursa Efek Indonesia (BEI) sempat menghentikan sementara (suspend) perdagangan saham PT Bank Artha Graha Internasional Tbk (INPC) mulai sesi pertama pada Senin, 2 Desember 2024. Penghentian sementara ini merupakan respons atas gejolak signifikan yang terjadi pada saham INPC.
Saham bank yang dimiliki oleh taipan Sugianto Kusuma, atau yang akrab dikenal sebagai Aguan ini, sebelumnya menunjukkan lonjakan harga yang mencolok. Pada perdagangan terakhir sebelum suspensi, Jumat, 29 November 2024, harga saham INPC melonjak tajam sebesar 21,11 persen, ditutup di level Rp436 per saham. Performa ini semakin mencuri perhatian setelah tercatat bahwa dalam sebulan terakhir, saham INPC mengalami kenaikan signifikan sebesar 177,7 persen, dari posisi awal di Rp157 per saham pada 1 November 2024.
Lonjakan ini menimbulkan pertanyaan di kalangan investor, terutama terkait volatilitas tinggi yang menyertainya. BEI mengambil langkah cooling down untuk menjaga keteraturan dan melindungi integritas pasar. Meski alasan spesifik di balik suspensi belum dijelaskan secara rinci, keputusan ini menjadi upaya preventif untuk meredam fluktuasi harga yang dapat merugikan investor.
Dalam pernyataannya, Yulianto Aji Sadono mengingatkan semua pihak yang berkepentingan untuk terus memantau informasi terkini yang disampaikan oleh perusahaan. Transparansi menjadi hal penting untuk memastikan bahwa semua pihak dapat memahami alasan di balik pergerakan saham yang begitu dinamis.
Para investor diimbau untuk tetap waspada dan mengikuti perkembangan informasi terbaru dari otoritas pasar dan perusahaan terkait.
LABA Berencana Right Issue
PT Green Power Group Tbk (LABA) berencana melakukan right issue atau penawaran saham dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD). Strategi ini merupakan bagian dari langkah jangka pendek untuk mendongkrak pertumbuhan perusahaan yang bergerak di sektor energi terbarukan.
Direktur Utama LABA William Ong, dalam paparan publik yang dilakukan secara daring, Selasa, 24 Desember 2024, mengungkapkan bahwa rights issue tersebut dijadwalkan akan dilaksanakan antara Januari hingga Juni 2025, dengan perkiraan nilai emisi yang mencapai antara Rp100 miliar hingga Rp150 miliar.
Meski rencana rights issue tersebut masih dalam tahap diskusi, William mengaku Perseroan sudah berkomunikasi dengan berbagai sekuritas untuk mempersiapkan aksi korporasi ini. Pembahasan juga sedang dilakukan mengenai jumlah saham yang akan diterbitkan dalam proses tersebut.
Rencana besar ini bertujuan untuk memperkuat struktur keuangan perusahaan, yang akan mendukung berbagai inisiatif strategis dan bisnis LABA ke depan.
Tak hanya itu, LABA juga tengah menyesuaikan lingkup usahanya dan berencana untuk melakukan diversifikasi dengan menambah kegiatan usaha baru, di samping mendirikan tiga anak perusahaan yang diharapkan dapat memperluas cakupan operasional perusahaan.
Proses peninjauan lahan baru untuk ekspansi juga tengah dilakukan, meskipun untuk saat ini informasi lebih lanjut mengenai rencana tersebut belum dapat diekspos ke publik.(*)
Disclaimer: Artikel ini bukan untuk mengajak, membeli, atau menjual saham. Segala rekomendasi dan analisa saham berasal dari analisis atau sekuritas yang bersangkutan, dan Kabarbursa.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan atau kerugian investasi yang timbul. Keputusan investasi ada di tangan investor. Pelajari dengan teliti sebelum membeli/menjual saham.
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.