Logo
>

Saham Otomotif-Multifinance Potensial Isu Insentif PPnBM

Ditulis oleh Syahrianto
Saham Otomotif-Multifinance Potensial Isu Insentif PPnBM

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Pemerintah tengah mengkaji rencana pemberian insentif pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) yang ditanggung oleh pemerintah (DTP) untuk pembelian mobil, menyusul penurunan kinerja penjualan sepanjang 2024. Kebijakan serupa pernah diterapkan pada 2021 dan 2022.

    Saat ini, rencana insentif tersebut masih dalam tahap kajian di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dengan harapan dapat mempertahankan permintaan otomotif yang telah mengalami penurunan signifikan.

    Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan mobil dari pabrik ke dealer turun 19,4 persen menjadi 408.012 unit, sedangkan penjualan ritel turun 14 persen menjadi 431.987 unit. Dengan asumsi penjualan tahunan, diperkirakan total penjualan otomotif akan turun di bawah 1 juta unit atau sekitar 900.000-an unit.

    Penurunan permintaan otomotif ini wajar mengingat suku bunga tinggi dan fokus produsen yang lebih banyak merilis kendaraan listrik dan hybrid yang harganya tidak terjangkau segmen menengah ke bawah. Selain itu, belum ada produk mobil murah baru yang bisa meningkatkan permintaan dari segmen tersebut.

    Apa Fokus Insentif Tersebut?

    Namun, belum ada informasi terkait skema insentif PPNBm-DTP terbaru untuk sektor otomotif. Yang ada hanyalah pertanyaan apakah insentif akan difokuskan pada kendaraan listrik dan hybrid, atau seperti pada 2021-2022 yang memfokuskan insentif pada mobil Low Cost Green Car (LCGC).

    Jika tujuan utamanya adalah untuk mendorong penjualan, insentif sebaiknya diberikan kepada segmen mobil LCGC. Pada 2021-2022, strategi ini berhasil menormalkan penjualan otomotif yang sempat anjlok setelah pandemi Covid-19, dari 500.000 unit menjadi 950.000 unit pada 2022.

    Skema insentif PPnBM-DTP untuk sektor otomotif pada 2021-2022 diterapkan dengan ketentuan untuk kendaraan berkapasitas mesin antara 1.500 cc hingga 2.500 cc.

    Pada 2021, kendaraan dengan kapasitas hingga 1.500 cc mendapatkan diskon PPnBM hingga 100 persen, sementara kendaraan roda empat 4x2 dengan kapasitas 1.500-2.500 cc mendapat diskon 50 persen, dan kendaraan roda empat 4x4 dengan kapasitas yang sama mendapat diskon 25 persen.

    Kemudian, kebijakan insentif ini berubah pada 2022. Kendaraan LCGC tetap mendapatkan diskon 100 persen pada kuartal I 2022, namun dikenakan pajak sebesar 1 persen pada kuartal kedua, 2 persen pada kuartal ketiga, dan 3 persen pada kuartal keempat.

    Untuk kendaraan dengan harga antara Rp200 juta-Rp250 juta yang memiliki tarif PPnBM 15 persen, diberikan insentif diskon 50 persen menjadi 7,5 persen pada kuartal pertama, dan setelah itu dikenakan PPnBM penuh 15 persen.

    Dampak Terhadap Emiten Otomotif

    Hasilnya, kinerja emiten sektor otomotif melonjak signifikan. Misalnya, PT Astra International Tbk (ASII) mencatatkan pertumbuhan penjualan di segmen otomotif sebesar 42,39 persen pada 2021 menjadi Rp96,74 triliun, dan tumbuh 25,13 persen pada 2022 menjadi Rp121,05 triliun.

    Demikian pula, PT Indomobil Sukses Internasional Tbk (IMAS) yang mencatatkan kenaikan pendapatan sebesar 33,4 persen pada 2021 menjadi Rp25,58 triliun, dan naik 25,9 persen pada 2022 menjadi Rp19,17 triliun.

    Peningkatan penjualan otomotif juga berdampak pada sektor komponen otomotif. Misalnya, PT Astra Otoparts Tbk (AUTO) mencatatkan pertumbuhan pendapatan sebesar 27 persen pada 2021 menjadi Rp15,14 triliun, dan meningkat 22,6 persen pada 2022 menjadi Rp18,58 triliun.

    Begitu juga dengan PT Selamat Sempurna Tbk (SMSM) yang mencatatkan pendapatan sebesar 28,72 persen pada 2021 menjadi Rp4,16 triliun, dan naik 17,55 persen pada 2022 menjadi Rp4,89 triliun.

    PT Dharma Polimetal Tbk (DRMA) juga menunjukkan peningkatan pendapatan sebesar 55,36 persen pada 2021 menjadi Rp2,91 triliun, dan tumbuh 34 persen pada 2022 menjadi Rp3,9 triliun.

    Dampak Terhadap Emiten Multifinance

    Selain komponen otomotif, insentif ini juga berdampak pada perusahaan pembiayaan yang fokus di sektor otomotif seperti PT Adira Dinamika Multi Finance (ADMF), PT BFI Finance Indonesia (BFIN), dan PT Clipan Finance Indonesia Tbk (CFIN). Namun, dampak positif pada pendapatan emiten multifinance dari insentif otomotif ini agak tertunda.

    Pendapatan perusahaan multifinance yang fokus di pembiayaan otomotif cenderung mengalami penurunan pada 2021, dan baru mulai tumbuh pada 2022 dan 2023.

    Misalnya, BFIN mengalami penurunan pendapatan sebesar 11,54 persen pada 2021 menjadi Rp3,79 triliun, namun mencatatkan pertumbuhan sebesar 33,16 persen pada 2022 menjadi Rp5,05 triliun, dan pendapatan meningkat 17,46 persen menjadi Rp5,93 triliun pada 2023.

    CFIN juga mencatatkan penurunan pendapatan sebesar 20,35 persen pada 2021, namun pendapatan mulai tumbuh 2,51 persen pada 2022 menjadi Rp1,5 triliun, dan melonjak 52,15 persen pada 2023 menjadi Rp2,29 triliun. Dalam kasus CFIN, kenaikan pendapatan ini sebagian berasal dari pendapatan pembayaran kredit yang dihapusbukukan yang digabungkan ke pendapatan organiknya.

    Sedikit berbeda, ADMF mencatatkan penurunan pendapatan pada 2021-2022. Pada 2021, pendapatan ADMF turun 8,29 persen menjadi Rp8,65 triliun, dan turun 3,62 persen pada 2022 menjadi Rp8,34 triliun. Kinerja pendapatan mulai tumbuh pada 2023 sebesar 14 persen menjadi Rp9,5 triliun.

    Dampak Insentif terhadap Emiten

    Dengan asumsi pertumbuhan otomotif yang normal, beberapa saham di sektor otomotif seperti ASII, BFIN, ADMF, dan DRMA saat ini tergolong undervalued. Sementara itu, IMAS dan SMSM berada di area valuasi wajar, sedangkan AUTO dan CFIN masih dianggap relatif mahal.

    Jika insentif PPnBM-DTP otomotif ini diterapkan, kemungkinan akan terjadi anomali pada kinerja saham-saham otomotif, yang memberikan peluang untuk masuk ke saham-saham ini dengan pandangan jangka waktu hingga masa insentif berakhir. Setelah itu, kinerja emiten kemungkinan akan kembali ke kondisi normal.

    Untuk mendorong penjualan otomotif, idealnya insentif PPnBM-DTP ini diterapkan secara luas, terutama pada mobil murah seperti LCGC. Jika insentif hanya berlaku untuk kendaraan listrik dan hybrid yang harganya relatif tinggi, kemungkinan besar tidak akan mendorong pertumbuhan penjualan otomotif secara signifikan dan, oleh karena itu, dampaknya terhadap kinerja emiten juga tidak akan besar.

    Perlu dicatat, kajian mengenai insentif ini masih dalam proses dan belum pasti akan diterapkan. Jika diterapkan, detail skema dan spesifikasi kendaraan yang mendapat insentif perlu dicermati. Jika ingin memanfaatkan momen ini, investor bisa mempertimbangkan untuk berinvestasi di saham-saham tersebut, tetapi juga harus siap menghadapi risiko.

    Selain itu, kinerja yang positif tidak selalu berkorelasi dengan kenaikan harga saham, karena faktor sentimen internal dari masing-masing emiten juga berperan. Contohnya, saham IMAS yang tidak mengalami kenaikan signifikan selama periode insentif 2021-2022, sedangkan saham ASII menunjukkan peningkatan yang cukup besar, namun didukung juga oleh performa bisnis PT United Tractors Tbk (UNTR) yang sedang naik. (*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Syahrianto

    Jurnalis ekonomi yang telah berkarier sejak 2019 dan memperoleh sertifikasi Wartawan Muda dari Dewan Pers pada 2021. Sejak 2024, mulai memfokuskan diri sebagai jurnalis pasar modal.

    Saat ini, bertanggung jawab atas rubrik "Market Hari Ini" di Kabarbursa.com, menyajikan laporan terkini, analisis berbasis data, serta insight tentang pergerakan pasar saham di Indonesia.

    Dengan lebih dari satu tahun secara khusus meliput dan menganalisis isu-isu pasar modal, secara konsisten menghasilkan tulisan premium (premium content) yang menawarkan perspektif kedua (second opinion) strategis bagi investor.

    Sebagai seorang jurnalis yang berkomitmen pada akurasi, transparansi, dan kualitas informasi, saya terus mengedepankan standar tinggi dalam jurnalisme ekonomi dan pasar modal.