Logo
>

Saham-saham ini Ludes Dibeli Asing saat IHSG Ditutup Lemas

Ditulis oleh KabarBursa.com
Saham-saham ini Ludes Dibeli Asing saat IHSG Ditutup Lemas

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali mengalami penurunan pada perdagangan hari kedua pekan ini.

    Mengutip data dari Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui RTI Business, IHSG ditutup melemah 78,00 poin atau 1,01 persen ke level 7.616,52 pada akhir perdagangan Selasa 3 September 2024.

    Meski IHSG merosot, investor asing justru memanfaatkan momentum ini untuk memborong saham-saham tertentu. Tercatat, investor asing membukukan net buy sebesar Rp 116,83 miliar di seluruh pasar.

    Total volume perdagangan saham di BEI mencapai 21,98 miliar dengan nilai transaksi Rp 10,58 triliun. Dari keseluruhan transaksi tersebut, sebanyak 227 saham mengalami kenaikan, 364 saham merosot, dan 9,84 saham stagnan.

    Berikut adalah 10 saham dengan net buy terbesar oleh asing pada Selasa:

    1. PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) Rp 330,43 miliar
    2. PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) Rp 71,35 miliar
    3. PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) Rp 36,01 miliar
    4. PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) Rp 31,6 miliar
    5. PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) Rp 30,45 miliar
    6. PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT) Rp 25,76 miliar
    7. PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) Rp 22,98 miliar
    8. PT Ciputra Development Tbk (CTRA) Rp 20,16 miliar
    9. PT Amman Mineral Tbk (AMMN) Rp 19,75 miliar
    10. PT XL Axiata Tbk (EXCL) Rp 19,69 miliar

    Meskipun IHSG tergelincir, minat asing terhadap saham-saham tertentu tetap tinggi. Fenomena ini menunjukkan adanya kepercayaan investor terhadap prospek jangka panjang emiten-emiten tersebut, meski pasar sedang berada di bawah tekanan.

    Bagi investor domestik, kondisi ini bisa menjadi sinyal positif untuk mengkaji ulang portofolio mereka, mempertimbangkan saham-saham yang tetap diminati oleh investor asing meskipun IHSG mengalami koreksi.

    Arus Modal Asing

    Aliran dana dari pemodal asing terus mengalir deras ke pasar keuangan Indonesia, menyebabkan rupiah menguat hingga 5,3 persen sepanjang bulan Agustus ini.

    Investor asing gencar membeli saham dan obligasi, didorong oleh sentimen mengenai kebijakan bunga acuan Federal Reserve yang akan memengaruhi tingkat bunga Bank Indonesia dalam waktu dekat.

    Arus masuk modal asing yang stabil ini memberikan kabar baik untuk kinerja neraca pembayaran RI, meskipun defisit transaksi berjalan semakin melebar.

    Namun, ketergantungan pada modal asing jangka pendek mungkin tidak cukup untuk memberikan stabilitas nilai tukar yang berkelanjutan, terutama jika kinerja ekspor tetap melorot dan memperparah defisit transaksi berjalan.

    Modal asing telah memborong obligasi negara senilai minimal USD2,2 miliar selama Agustus, menjadikannya belanja terbesar oleh investor nonresiden sejak Januari 2023.

    Bahkan pada 22 Agustus, investor asing membeli surat utang RI hingga Rp9,6 triliun, pembelian harian terbesar dalam lima tahun terakhir.

    Nilai arus masuk ke pasar obligasi negara masih di bawah level historis dan lebih rendah dibandingkan arus modal asing di negara-negara tetangga.

    Namun, hal ini menunjukkan adanya potensi lanjutan untuk modal asing, tidak hanya di pasar surat utang tetapi juga di saham dan sekuritas bank sentral. Pada perdagangan kemarin, ketika IHSG mencatatkan level all-time-high (ATH), investor asing membeli saham senilai Rp2,09 triliun.

    Di SRBI, investor asing telah membeli sebanyak Rp43,5 triliun selama Juli saja, dan saat ini menguasai 27 persen dari nilai outstanding SRBI di pasar.

    Dengan perkiraan penurunan suku bunga The Fed yang baru akan dilakukan pada 18 September mendatang, aksi beli di pasar surat utang domestik diperkirakan masih akan berlanjut.

    "Sentimen pemotongan tingkat bunga The Fed akan melemahkan kekuatan dolar AS. Jika dolar AS tidak lagi dominan, maka pasar negara berkembang, termasuk Indonesia, akan lebih mudah dan murah dalam mencari pendanaan," kata Mark Nash, fund manager di Jupiter Asset Management di London, yang mengaku telah memborong SUN-10Y.

    Saat ini, investor asing menguasai 14,4 persen dari surat utang negara di pasar, menurun dari posisi 15,4 persen setahun lalu dan masih jauh di bawah level prapandemi yang mencapai 39 persen.

    Dibandingkan negara tetangga, arus modal asing di SBN masih mencatat outflow USD9,3 miliar sejak Maret 2020, sementara Thailand dan Malaysia telah mencatat inflow masing-masing USD13 juta pada periode yang sama.

    Analisis Goldman Sachs menilai bahwa investor obligasi emerging market mungkin masih belum terlalu memperhatikan obligasi Indonesia dibandingkan indeks. Dengan demikian, terdapat peluang untuk penambahan lebih banyak jika ada penurunan bunga The Fed lebih lanjut.

    Arus modal asing yang besar ke pasar domestik dapat mendukung Neraca Pembayaran RI, yang saat ini masih terbebani oleh pelebaran defisit transaksi berjalan akibat lonjakan impor sementara ekspor meredup.

    Bank Indonesia melaporkan bahwa Neraca Pembayaran menunjukkan perbaikan, dengan defisit mengecil menjadi USD600 juta dari sebelumnya USD6 miliar pada kuartal II-2024. Namun, penyempitan defisit ini lebih disebabkan oleh surplus transaksi modal dan finansial yang menyentuh USD2,7 miliar.

    Lonjakan impor yang melampaui ekspor telah menekan kinerja transaksi berjalan. Pada saat yang sama, transaksi berjalan RI, yang mencerminkan pasokan valas dari perdagangan barang/jasa atau pariwisata, mencatat defisit yang semakin besar, mencapai USD3,02 miliar. Angka ini melonjak dibandingkan kuartal 1-2024 yang sebesar USD2,40 miliar, dan direvisi lebih besar dari data sebelumnya USD2,16 miliar.

    Defisit transaksi berjalan setara dengan 0,88 persen dari Produk Domestik Bruto. Jika dihitung selama 12 bulan berjalan, defisit transaksi berjalan RI mencapai 0,58 persen, menurut hitungan Mega Capital Sekuritas.

    Defisit transaksi berjalan berisiko semakin melebar pada kisaran 1-1,1 persen dari PDB pada akhir tahun ini, terutama jika surplus perdagangan pada Juli tidak memenuhi target minimal sebesar USD6,5 miliar.

    "Jika Indonesia gagal mencatat surplus perdagangan kumulatif tersebut pada Agustus, defisit transaksi berjalan kemungkinan akan melebihi kisaran target BI yaitu surplus 0,1 persen hingga defisit 0,9 persen dari PDB," kata Lionel Priyadi, Fixed Income and Macro Strategist Mega Capital dalam catatannya.

    Jika skenario tersebut terjadi, akan sulit bagi BI untuk memangkas bunga acuan sebanyak dua kali tahun ini masing-masing 25 bps. Analis mempertahankan prediksi bahwa BI hanya akan menurunkan BI rate sebanyak 25 bps di sisa tahun ini.

    Sementara peluang BI memangkas bunga acuan hingga dua kali di sisa tahun ini masing-masing 25 bps, bisa terjadi jika, pertama, The Fed memangkas bunga acuan secara agresif sedikitnya 75 bps pada sisa tahun ini.

    "Kedua, jika ada aliran masuk modal asing yang kuat ke Indonesia didorong oleh ekspektasi pasar terhadap penurunan Fed fund rate pada 2025 sebanyak 150-200 bps," tambah Lionel. (*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi