KABARBURSA.COM - Penguatan nilai tukar rupiah membawa keuntungan bagi beberapa saham yang bisnisnya bergantung pada impor bahan baku dari luar negeri. Dengan biaya impor yang lebih rendah akibat nilai tukar rupiah yang menguat, beberapa saham ini memiliki potensi untuk tumbuh.
Namun, penguatan rupiah kali ini karena pelemahan dolar Amerika Serikat (AS). Soalnya, dalam sebulan terakhir, indeks dolar AS sudah turun 2,8 persen. Berikut lima saham yang diprediksi akan mendapat manfaat dari penguatan rupiah.
Yang pertama adalah saham emiten alat berat. Dua saham alat berat besar yang berpotensi mendapat keuntungan adalah PT United Tractors Tbk (UNTR) dan PT Hexindo Adiperkasa Tbk (HEXA). Sejak penguatan rupiah pada 6 Agustus hingga 21 Agustus 2024, harga kedua saham ini sudah mengalami kenaikan sekitar 3-4 persen.
HEXA, yang fokus pada alat berat, akan lebih diuntungkan dibandingkan UNTR yang memiliki bisnis yang lebih beragam. Ketika rupiah menguat, biaya impor alat berat dari produsen seperti Hitachi untuk HEXA dan Komatsu untuk UNTR akan lebih rendah, memungkinkan harga jual yang lebih kompetitif di pasar domestik. Namun, bisnis UNTR yang terkait dengan ekspor komoditas bisa menghadapi tantangan karena nilai ekspor yang menjadi kurang kompetitif.
Pada laporan keuangan semester pertama 2024, HEXA melaporkan kurs rupiah sebesar Rp16.666, dibandingkan dengan Rp15.873 pada periode yang sama tahun lalu.
Walaupun kurs rupiah pada semester pertama 2023 lebih menguntungkan, beban pokok HEXA untuk alat berat pada semester pertama 2024 justru menurun 46 persen menjadi 43,82 juta dolar AS. Penurunan ini sejalan dengan turunnya penjualan alat berat HEXA, yang turun 48 persen menjadi 47 juta dolar AS.
Untuk UNTR, nilai kurs rupiah yang tercatat pada semester pertama 2024 adalah Rp16.421 per dolar AS, yang lebih tinggi dibandingkan Rp15.416 pada akhir 2023. Namun, informasi rinci tentang beban di divisi alat berat UNTR tidak tersedia.
Sementara yang kedua adalah emiten pakan ternak. Saham PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN) dan PT Japfa Comfeed Tbk (JPFA) juga diperkirakan akan diuntungkan dari penguatan rupiah. Bahan baku utama pakan ternak seperti kedelai dan jagung sebagian besar masih diimpor, sehingga penurunan kurs impor akan mengurangi beban biaya mereka. Meskipun demikian, pergerakan harga saham CPIN dan JPFA sejak 6 Agustus hingga 21 Agustus 2024 masih cenderung stagnan, dengan kenaikan hanya sekitar 0,5-0,8 persen.
Dengan penguatan rupiah, diharapkan beban bahan baku CPIN dan JPFA dapat menurun, yang berpotensi meningkatkan margin keuntungan mereka. Kinerja kedua perusahaan ini juga cukup positif, dengan JPFA mencatatkan peningkatan laba bersih sebesar 1.725 persen dan CPIN sebesar 28,3 persen pada semester I 2024.
Adapun PT Ace Hardware Indonesia Tbk (ACES) juga merupakan salah satu emiten yang diuntungkan dari penguatan rupiah, mengingat sebagian besar produk yang dijual bersifat impor. Meskipun transaksi pembelian barang dari China menggunakan yuan, penguatan rupiah tetap berpotensi mengurangi biaya impor secara keseluruhan. Kinerja ACES selama semester I 2024 cukup baik, dengan peningkatan laba bersih sebesar 20,86 persen menjadi Rp365 miliar.
Lebih lanjut, PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) juga mendapatkan keuntungan dari penguatan rupiah, khususnya pada segmen Bogasari. Dengan nilai rupiah yang lebih tinggi, biaya pembelian bahan baku gandum bagi perusahaan menjadi lebih efisien. Sejak nilai rupiah menguat hingga 21 Agustus 2024, harga saham INDF telah naik 9,16 persen.
Divisi Bogasari INDF menyumbang 26,8 persen terhadap total pendapatan perusahaan dan 11 persen terhadap laba usaha. Diharapkan, dengan penguatan rupiah, kontribusi Bogasari terhadap laba usaha bisa meningkat lebih jauh. Namun, INDF tidak memberikan rincian biaya per segmen, sehingga biaya dari produksi di ICBP dan SIMP tercampur.
Selain itu, harga gandum saat ini berada di titik terendah, yang diharapkan dapat meningkatkan margin keuntungan Bogasari. Dengan kenaikan harga saham yang signifikan, saham INDF masih dianggap murah dengan harga wajar sekitar Rp6.873 per saham.
Yang terakhir, saham sektor kesehatan seperti PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) dan PT Tempo Scan Pacific Tbk (TSPC) mendapat manfaat langsung dari penguatan rupiah, terutama karena banyak bahan baku obat dan peralatan kesehatan diimpor. Dalam sebulan terakhir, saham KLBF naik 9,84 persen, sedangkan TSPC melonjak 32,5 persen.
Meskipun tidak ada rincian yang jelas mengenai komposisi impor, penguatan rupiah diharapkan dapat mendorong pertumbuhan kinerja keuangan keduanya. KLBF mencatatkan peningkatan laba bersih sebesar 18,06 persen, sedangkan TSPC meningkat 18 persen pada semester I 2024. (*)
Disclaimer: Kabarbursa.com dan semua informasi, konten, materi, dan layanan yang disediakan di situs web ini atau melalui situs web ini hanya untuk tujuan informasi umum dan tidak merupakan nasihat investasi, keuangan, hukum, akuntansi, atau profesional lainnya.
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.