KABARBURSA.COM - Pemerintah berencana menerbitkan peraturan yang mewajibkan semua kendaraan bermotor untuk memiliki asuransi third party liability (TPL). Diharapkan aturan ini akan mulai berlaku pada Januari 2025.
Wacana penerapan iuran untuk kendaraan bermotor membuat saham perusahaan asuransi menjadi sorotan. Emiten di sektor ini diprediksi akan mengalami dampak positif dari rencana kebijakan tersebut.
Salah satu emiten asuransi yang perlu diperhatikan oleh investor adalah Asuransi PT Tugu Pratama Indonesia Tbk (TUGU). Emiten ini saat ini menunjukkan kinerja yang positif.
Dikutip dari Stockbit, Selasa, 23 Juli 2024, harga saham TUGU berada di level Rp1.170 dalam sebulan terakhir, naik sebesar 13,59 persen atau 140 poin. Harga saham TUGU sempat mencapai puncak tertinggi di Rp1.180 dan terendah di Rp1.025.
Pada Kuartal I-2024, TUGU mencatatkan pendapatan bersih sebesar Rp199 miliar, mengalami penurunan signifikan dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp923 miliar. Pendapatan bersih tahunan TUGU untuk 2024 diperkirakan mencapai Rp795 miliar, meningkat dibandingkan tahun lalu yang sebesar Rp1.322 miliar.
Dari sisi neraca keuangan, TUGU memiliki kas dan setara kas sebesar Rp478 miliar pada kuartal I 2024, serta total aset sebesar Rp26.295 miliar.
Mengacu pada RTI Business, TUGU mencatatkan pertumbuhan sebesar 14,15 persen dalam sebulan dengan harga saham rata-rata berkisar antara Rp1.020 hingga Rp1.200 per lembar. Volume transaksi saham TUGU mencapai Rp113,4 juta dalam sebulan, dengan nilai perdagangan sebesar Rp125,4 miliar dan frekuensi perdagangan sebanyak 19.732.
Perlu dicatat bahwa Asuransi TUGU meraih penghargaan ‘Bisnis Indonesia Awards’ atau BIA dalam kategori perusahaan asuransi umum pada 13 Juni 2024, sebagai pengakuan atas kinerja positifnya di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Di tengah wacana peraturan yang mewajibkan semua kendaraan bermotor memiliki asuransi third party liability (TPL), investor diimbau untuk selektif dalam memilih saham di sektor asuransi.
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Nafan Aji Gusta, meminta para investor untuk lebih selektif dan mencari informasi terlebih dahulu sebelum memilih saham.
“Saran saya investor lebih selektif ya untuk menentukan pilihan saham,” ujar Nafan Aji kepada Kabar Bursa, Selasa, 23 Juli 2024.
Hal tersebut disarankan Nafan, karena dirinya melihat saham sektor asuransi tidak terlalu likuid, meskipun ada peluang peningkatan permintaan pada tahun depan.
“Emiten asuransi kurang likuid. Meskipun ada potensi kenaikan, saham ini juga bisa mengalami penurunan yang cukup dalam. Jadi, sebaiknya saham asuransi hanya dipertimbangkan untuk jangka pendek, terlepas dari potensi peningkatan permintaan terhadap kepemilikan asuransi di tahun depan,” jelasnya.
Secara market cap, lanjut Nafan, sektor asuransi tidak terlalu besar untuk perusahaan, berbeda dengan bank yang memiliki anak usaha di sektor asuransi seperti BNI, Mandiri, hingga BCA.
“Tetapi untuk emiten-emiten lain, karena kurang likuid dan tingkat likuiditasnya tidak setinggi anak usaha bank besar,” pungkasnya.
Seperti diketahui, pemerintah sedang mempersiapkan peraturan baru yang mewajibkan seluruh kendaraan bermotor memiliki asuransi third party liability (TPL). Aturan ini diharapkan mulai berlaku pada Januari 2025.
Di sisi lain, pemerintah juga mengembangkan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia sebagai bagian dari upaya mendorong penggunaan kendaraan listrik yang lebih luas. Pertanyaan yang muncul adalah apakah aturan ini juga akan berlaku untuk kendaraan listrik.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ogi Prastomiyono, menyatakan bahwa saat ini OJK belum membedakan asuransi untuk kendaraan listrik dan kendaraan non-listrik. Namun, mengingat dorongan pemerintah terhadap penggunaan kendaraan listrik, OJK berencana untuk membedakan asuransi antara kedua jenis kendaraan tersebut.
“Ekspektasi dari produsen dan masyarakat adalah bahwa, dengan semakin berkembangnya jumlah kendaraan listrik, fitur asuransi untuk kendaraan non-listrik dan listrik harus dibedakan,” kata Ogi, Rabu, 17 Juli 2024.
Salah satu pertimbangan utama, lanjut Ogi, adalah komponen kendaraan listrik yang lebih mahal dibandingkan dengan kendaraan konvensional. Misalnya, baterai kendaraan listrik yang cukup mahal dapat berkontribusi sebesar 30-40 persen dari total harga kendaraan. Ogi berharap regulasi terkait asuransi kendaraan listrik nantinya akan berbeda dan terpisah dari kendaraan konvensional.
“Komponen baterainya cukup mahal, sekitar 30-40 persen. Jika terjadi kerusakan, bagaimana pertanggungannya? Untuk bodi kendaraan sekitar 60 persen. Harapannya, regulasi asuransi akan berbeda dari segi asuransi,” jelasnya.
Saat ini, asuransi kendaraan masih bersifat sukarela. Namun, dalam Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK), disebutkan bahwa asuransi kendaraan dapat menjadi wajib bagi seluruh pemilik mobil dan motor. (yog/*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.