KABARBURSA.COM – Pengusaha dan investor saham, Sandiaga Salahuddin Uno, menilai pembentukan Danantara sebagai holding pengelola aset BUMN merupakan langkah strategis yang sudah lama dibahas dalam skema pembangunan nasional. Ia menegaskan, jika dikelola dengan tata kelola yang baik (good governance), Danantara bisa menjadi alat untuk mengoptimalkan aset negara tanpa membebani APBN.
"Konsep ini sudah dikembangkan di negara lain dan Indonesia sebenarnya sudah lama mengkaji hal ini. Bahkan, sejak saya menjadi juru bicara Pak Prabowo pada 2014, kita sudah mendiskusikan metode pembiayaan pembangunan melalui non-APBN. Pada debat Pilpres 2019 pun, kita sudah mengusulkan pengelolaan aset BUMN yang lebih komprehensif," ujar Sandiaga dalam Nyantri Saham Bareng KabarBursa.com beberapa waktu lalu. Senin 24 Maret 2025.
Menurutnya, keberhasilan Danantara akan sangat bergantung pada bagaimana pemerintah mengelola komunikasi publik dan memastikan tata kelola aset dilakukan secara transparan.
"Komunikasi publik yang baik dan pengelolaan yang sesuai prinsip good governance akan sangat berpengaruh terhadap kinerja BUMN di bawah Danantara," kata mantan Wakil Gubernur Jakarta itu.
Pengawasan Harus Transparan dan Independen
Terkait pengawasan Danantara, Sandiaga menilai pentingnya prinsip transparansi, akuntabilitas, tanggung jawab, independensi, dan keadilan (fairness). Ia menyebut peran mantan presiden dalam tim pengawas bisa menjadi nilai tambah dalam memberikan wawasan strategis.
"Secara politik, Pak SBY dan Pak Jokowi punya pengalaman dalam kepemimpinan, dan itu bisa menjadi masukan yang berharga bagi Danantara. Namun, pengawasan teknis dan detail harus tetap dilakukan oleh tokoh-tokoh yang benar-benar memahami tata kelola perusahaan negara dengan prinsip good governance," tegasnya.
Lebih lanjut, Sandiaga berharap Danantara bisa menjadi solusi untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing BUMN tanpa mengorbankan kepentingan publik dan negara.
"Penting untuk memastikan bahwa pengelolaan aset negara ini tetap berpihak pada pertumbuhan ekonomi nasional dan kesejahteraan rakyat," tutupnya.
Perhatian Pelaku Pasar
Tekanan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan saham emiten BUMN dalam beberapa waktu terakhir tak luput dari perhatian pelaku pasar.
Situasi ini mendorong tiga petinggi utama Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) untuk buka suara, mencoba meredakan kekhawatiran investor.
Chief Investment Officer (CIO) Danantara, Pandu Sjahrir, menegaskan bahwa pengumuman jajaran pengurus hari ini diharapkan mampu menjawab kecemasan pasar yang sempat mencuat.
Ia menekankan bahwa tim Danantara diisi oleh profesional berpengalaman, tidak hanya di tingkat nasional tetapi juga global, sehingga investor tidak perlu ragu.
Lebih lanjut, Pandu mengakui bahwa ketidakpastian ekonomi makro serta risiko geopolitik terus meningkat, dan hal ini bukan hanya terjadi di Indonesia.
“Thailand buruk, Turki buruk, lalu Nasdaq di AS buruk, itu banyak tentang tantangan makroekonomi,” ujarnya di Jakarta Pusat, Senin 24 Maret 2025.
Meski demikian, Pandu optimistis terhadap peran Danantara sebagai katalis pertumbuhan ekonomi jangka panjang. "Fokus return kita ini long term, berbeda dengan private equity yang menjual, kita happy own the market,"tambahnya.
Sementara itu, Chief Operational Officer (COO) Danantara, Dony Oskaria, menekankan bahwa secara fundamental, perusahaan-perusahaan BUMN tetap solid.
Ia berharap masuknya BUMN ke dalam Danantara dapat meningkatkan transparansi, tata kelola yang lebih baik, serta peninjauan ulang model bisnis, sehingga bisa memberikan efek positif bagi pasar.
"Tugas kita bangun fundamental baik, ada sentimen yang berlaku global di Indonesia, fundamental perusahaan bagus, diharapkan dengan masuknya perusahaan BUMN ke Danantara kita akan jauh lebih transparan, goverrnance baik, business model review, semoga market respons positif," jelas Dony.
Dari perspektif strategi investasi, CEO Danantara, Rosan Roeslani, mengungkapkan bahwa lembaga ini tidak hanya akan berfokus pada satu sektor, melainkan akan melakukan diversifikasi portofolio.
“Tapi diversifikasi ini kita punya komite berlapis sehingga investasi yang kita lakukan sesuai dengan parameter yang kami siapkan,” jelas Rosan.
IHSG Tertekan Jelang Pengumuman Pengurus Danantara
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus mengalami tekanan dalam beberapa waktu terakhir. Pengamat ekonomi Yanuar Rizki menilai bahwa selain faktor global, sentimen negatif terhadap Danantara juga berkontribusi pada pelemahan pasar. Ia menilai bahwa kehadiran Danantara justru tidak mampu memberikan optimisme bagi pasar.
“Yang pasti Danantara, tak mampu memberi optimisme, malah pasar membaca danantara akan jadi masalah baru,” kata dia dalam keterangannya di Jakarta, Senin 24 Maret 2025.
Untuk diketahui, IHSG sempat menyentuh level 5.967 pada sesi satu pada perdagangan Senin, 24 Maret 2025. Ambruknya IHSG terjadi menjelang pengumuman struktur pengurus Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara).
Selain itu, kekhawatiran terhadap bank-bank BUMN juga menjadi faktor yang menekan pasar, terutama terkait dengan skema buyback saham dan keterlibatan bank-bank tersebut dalam Danantara.
"Jadi posisi cash ratio bank BUMN dihitung akan habis, dipaksa buyback dan dipakai untuk leverage Danantara," jelasnya.(*)