KABARBURSA.COM - Nahdlatul Ulama (NU), sebagai organisasi massa (ormas) keagamaan terbesar di Indonesia, menjadi ormas pertama yang berani mengambil langkah maju dengan menerima tawaran Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) batu bara dari pemerintah.
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Ulil Abshar Abdalla, menjelaskan bahwa pemberian WIUPK ini menjadi salah satu sumber pendapatan yang halal bagi ormas keagamaan.
"Kita ingin mendapatkan sesuatu yang halal. Halal dari segi legalitas formal dan halal dalam aspek pengelolaan. Kami di PBNU sudah berkomitmen penuh untuk mengelolanya secara halal dan sesuai dengan aturan negara," kata dia, Kamis, 4 Juli 2024.
Dalam langkahnya ini, PBNU memastikan diri sebagai ormas pertama yang telah memproses WIUPK dan akan mengelola lahan tambang eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) PT Kaltim Prima Coal (KPC). "Insyaallah, kami akan mengelolanya dengan baik," tambah Ulil.
Lantas, berapa jatah tambang yang akan dikelola PBNU? Pertanyaan ini mengemuka seiring dengan proses pengambilalihan lahan eks PKP2B PT Kaltim Prima Coal (KPC) yang sedang berlangsung.
NU bakal Kelola KPC
Diketahui, PT KPC kini memegang status Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) setelah sebelumnya memiliki PKP2B. Perubahan status ini terjadi sejak pemerintah memperpanjang kontrak KPC pada tahun 2021.
Saat masih berstatus PKP2B, KPC memiliki luas wilayah sebesar 84.938 hektare (ha) dengan produksi batu bara mencapai 61 juta hingga 62 juta ton per tahun.
Namun, berdasarkan data Minerba One Data Indonesia (MODI) dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), luas wilayah KPC saat ini berkurang menjadi 61.543 ha, berlaku hingga 31 Desember 2031. Artinya ada pengurangan 23.395 hektare wilayah pertambangan.
Perubahan status dari PKP2B menjadi IUPK disertai dengan penciutan wilayah yang sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Pasal 144 menyatakan bahwa WIUP atau WIUPK dapat diciutkan berdasarkan permohonan pemegang IUP dan IUPK kepada Menteri atau hasil evaluasi Menteri sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pada Pasal 145, dijelaskan bahwa pemegang IUP dan IUPK pada tahap kegiatan eksplorasi dapat mengajukan permohonan penciutan atau pengembalian seluruh WIUP dan WIUPK. Jika luas wilayah eksplorasi melebihi batas maksimal WIUP Operasi Produksi, permohonan penciutan wajib diajukan bersamaan dengan peningkatan tahap kegiatan operasi produksi.
Lebih lanjut, dalam hal terdapat lahan terganggu pada sebagian WIUP dan WIUPK yang akan diciutkan atau dikembalikan, pemegang IUP dan IUPK wajib melaksanakan reklamasi hingga mencapai tingkat keberhasilan 100 persen.
Izin dari Pemerintah
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan bahwa izin pengelolaan tambang yang diajukan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sedang dalam proses administrasi.
Pemerintah memberikan kesempatan bagi organisasi masyarakat (ormas) keagamaan untuk mengelola tambang sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024.
Arifin menyatakan bahwa Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) untuk NU kemungkinan akan diterbitkan tahun ini. “Izin pertambangan NU sedang dalam proses administrasi. Sepertinya akan diterbitkan tahun ini,” ujar Arifin.
Menurutnya, izin untuk mengelola tambang oleh ormas keagamaan diberikan berdasarkan rekomendasi dari Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), sedangkan izin pertambangannya dikeluarkan oleh Kementerian ESDM. “Rekomendasi berasal dari Kementerian Investasi. Tetapi izin pertambangan tetap menjadi kewenangan Kementerian ESDM,” jelasnya.
Pemerintah telah menyediakan 6 lahan tambang bekas Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) perusahaan-perusahaan besar untuk diberikan kepada ormas keagamaan. Lahan-lahan tersebut berasal dari eks PKP2B PT Kaltim Prima Coal (KPC), PT Arutmin Indonesia, PT Kendilo Coal Indonesia, PT Adaro Energy Tbk, PT Multi Harapan Utama (MAU), dan PT Kideco Jaya Agung.
Lahan-lahan tersebut akan dialokasikan untuk enam ormas keagamaan, termasuk NU, Muhammadiyah, Kristen, Katolik, Hindu, dan Buddha. Hingga saat ini, NU adalah satu-satunya ormas keagamaan yang telah mengajukan izin untuk mengelola tambang. NU akan mengelola lahan pertambangan bekas PKP2B PT Kaltim Prima Coal (KPC).
Arifin menyatakan bahwa pemerintah akan menunggu ormas keagamaan lain yang berminat mengelola lahan tambang, karena alokasi sudah disediakan untuk setiap ormas keagamaan. “Kami sedang menunggu ormas lainnya yang berminat. Setiap ormas keagamaan memiliki alokasi yang tersedia,” pungkasnya.
Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Keagamaan ternyata hanya diberikan izin usaha pertambangan (IUP) selama lima tahun. Kebijakan ini ditegaskan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Pasal 83A ayat 6 dalam peraturan tersebut menetapkan bahwa penawaran wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) akan berlaku selama lima tahun sejak berlakunya PP ini. Sesuai dengan ketentuan ini, ormas keagamaan memiliki kesempatan untuk memperoleh izin tambang lebih mudah hingga tahun 2029. (yub/*)