KABARBURSA.COM - Pada perdagangan Kamis, 26 September 2024, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup di zona hijau, naik 3,6 poin atau 0,45 persen ke level 7.744,51.
IHSG berhasil menguat setelah sepanjang hari sempat berada di zona merah, bahkan menyentuh level terendah 7.673,04 pada sesi awal perdagangan.
Berdasarkan data RTI, sebanyak 261 saham mengalami kenaikan, sementara 310 saham melemah, dan 211 saham lainnya stagnan. Total nilai transaksi pada sore itu mencapai Rp17,68 triliun dengan volume 22,61 juta lembar saham.
Beberapa saham yang menjadi pendorong penguatan IHSG di antaranya Pantai Indah Kapuk Dua (PANI) yang naik 8,76 persen ke level 11.800, TBS Energi Utama (TOBA) yang meningkat 6,54 persen ke level 570, serta Tempo Inti Media (TMPO) yang naik 7,89 persen ke level 244.
Di sisi lain, saham yang menekan IHSG termasuk Bank Rakyat Indonesia (BBRI) yang turun 5,16 persen ke level 5.050, MD Entertainment (FILM) yang turun 5,13 persen ke level 3.360, serta Megapower Makmur (MPOW) yang anjlok 9,09 persen ke level 80.
Sementara itu, pasar saham Asia mayoritas ditutup dengan penguatan. Indeks Shanghai Komposit naik tipis 0,03 persen atau 1,04 poin ke level 3.582,22, Nikkei 225 melonjak 2,79 persen atau 1.055,30 poin ke posisi 38.925,30, dan Hang Seng menguat 4,16 persen atau 795,48 poin ke level 19.924,58. Namun, Indeks Strait Times mengalami penurunan tipis 0,03 persen atau 1,04 poin ke level 3.582,22.
Rupiah Terkoreksi Jelan Rilis Data Final PDB AS
Nilai tukar rupiah kembali mengalami koreksi terhadap dolar Amerika Serikat (AS), menutup perdagangan hari ini pada level Rp15.160 per USD, turun sebesar 0,43 persen dari penutupan sebelumnya. Koreksi ini menandai berakhirnya tren penguatan selama dua hari berturut-turut yang dimulai pada 24 September 2024.
Menurut data dari Refinitiv, melemahnya rupiah dipicu oleh sejumlah faktor, termasuk penguatan indeks dolar AS (DXY) yang naik tipis ke angka 100,94 dengan kenaikan sebesar 0,03 persen. Penyesuaian nilai tukar ini menunjukkan dinamika pasar yang penuh tantangan, di mana investor tampak semakin berhati-hati.
Salah satu pendorong utama penurunan nilai tukar rupiah adalah sentimen pasar menjelang rilis data final pertumbuhan ekonomi (PDB) kuartal II-2024 dari AS. Konsensus pasar memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi AS akan meningkat signifikan, dari sebelumnya 1,4 persen menjadi 3 persen.
Proyeksi ini mencerminkan keberhasilan kebijakan ekonomi AS dalam mengendalikan inflasi tanpa terjadinya resesi, yang pada gilirannya membuat investor lebih optimis terhadap aset-aset dalam denominasi dolar.
Dampak Kebijakan Moneter AS
Keberhasilan ekonomi AS tersebut memunculkan spekulasi bahwa Federal Reserve (The Fed) tidak akan segera menurunkan suku bunga. Hal ini menyebabkan pelaku pasar beralih ke posisi yang lebih hati-hati terhadap aset-aset berisiko, termasuk mata uang negara berkembang seperti rupiah.
Sinyal-sinyal dari bank sentral AS, termasuk pidato dari Ketua The Fed, Jerome Powell, dan pejabat tinggi lainnya, menjadi fokus perhatian pasar global. Jika Powell memberikan isyarat bahwa suku bunga akan tetap tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama, maka dolar AS diperkirakan akan semakin menguat, menambah tekanan terhadap mata uang Garuda.
Di sisi lain, peningkatan konsumsi rumah tangga dan belanja pemerintah di AS diperkirakan akan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi yang solid hingga 2,7 persen tahun ini. Optimisme ini mendorong investor global untuk lebih memilih aset dalam bentuk dolar AS, yang pada akhirnya semakin memperkuat posisi dolar di pasar internasional dan menambah tekanan pada rupiah.
Dalam menghadapi dinamika ini, Bank Indonesia (BI) diharapkan tetap melakukan pengawasan ketat terhadap perkembangan nilai tukar rupiah. Langkah-langkah untuk menjaga stabilitas nilai tukar sangat penting agar dampak negatif terhadap perekonomian domestik dapat diminimalkan. Para analis memprediksi bahwa jika tren ini berlanjut, akan ada kebutuhan mendesak bagi BI untuk menerapkan kebijakan yang mendukung stabilitas ekonomi dan nilai tukar.
Dengan penantian terhadap data ekonomi AS yang dapat mempengaruhi arah kebijakan moneter, pelaku pasar di Indonesia dihadapkan pada tantangan baru. Kinerja rupiah yang melemah di tengah optimisme pertumbuhan ekonomi AS menunjukkan betapa rentannya mata uang negara berkembang terhadap dinamika global. Oleh karena itu, perhatian terhadap perkembangan ini menjadi sangat penting bagi investor dan pemangku kebijakan di dalam negeri.
Positioning Investor
Dalam kondisi seperti ini, NH Korindo Sekuritas Indonesia (NHKSI) dalam risetnya menyarankan agar para investor tidak mengambil positioning yang terlalu besar, terutama pada pekan ini. Ada beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan, yaitu kebijakan pemerintah China yang mengeluarkan paket stimulus lantaran dugaan capital outflow yang membuat asing melakukan jual bersih yang cukup massive, yaitu hampir Rp2 triliun (RG market).
Menimbang posisi yang rentan itu, NHKSI Research melihat konsolidasi ini perlu dan normal terjadi ketika valuasi saham-saham index mover Indonesia (plus global) sudah berada di ketinggian.
Dengan demikian, NHKSI Research menyarankan para investor ataupun trader untuk tidak ambil positioning terlalu besar pada pekan ini.
“Kecuali pada sektor yang diuntungkan sentimen stimulus China seperti komoditas dan energi, di mana mungkin kita masih bisa menemukan trading opportunities di situ,” tulis NHKSI Research, Kamis, 26 September 2024.
Sementara itu, Bank Indonesia juga telah menyusun sejumlah langkah yang menentukan arah bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran untuk menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Salah satu strategi yang akan ditempuh adalah penguatan operasi moneter pro-market untuk menjaga aliran masuk modal asing untuk stabilitas nilai tukar rupiah dan efektivitas transmisi kebijakan moneter dengan menjaga struktur suku bunga di pasar uang rupiah untuk daya tarik imbal hasil bagi aliran masuk portofolio asing ke aset keuangan domestik.
“BI juga akan mengoptimalkan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI),” kata Perry. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.