KABARBURSA.COM - Setelah sempat tergelincir hampir 12 persen dalam sepekan terakhir, saham PT Hartadinata Abadi Tbk (HRTA) mulai menunjukkan potensi teknikal untuk berbalik arah.
Penurunan tajam yang terjadi antara 12 hingga 16 Mei 2025 menutup pekan dengan harga Rp590 per saham. Namun, data terbaru dari indikator teknikal menunjukkan bahwa tekanan tersebut belum tentu berlanjut.
Sejumlah indikator utama memberikan sinyal positif. RSI (Relative Strength Index) berada di level 60, angka yang mengindikasikan saham ini masih berada dalam zona sehat, belum memasuki wilayah jenuh beli.
Indikator MACD pun mencatat tren kenaikan, begitu juga dengan ADX dan CCI yang masing-masing menunjukkan bahwa tren masih kuat dan arah harga cenderung positif.
Dari sisi rata-rata pergerakan harga (moving average), hampir seluruh indikator jangka menengah hingga panjang seperti MA20, MA50, MA100, hingga MA200 menunjukkan sinyal beli.
Ini mengindikasikan bahwa tren utama HRTA masih cenderung naik. Meski begitu, rata-rata jangka pendek, seperti MA5, masih menunjukkan tekanan. Sekali lagi, ini mencerminkan adanya koreksi dalam beberapa hari terakhir.
Salah satu sinyal yang patut dicermati datang dari indikator STOCHRSI, yang menunjukkan saham HRTA berada dalam posisi “oversold” atau jenuh jual. Biasanya, kondisi ini membuka peluang terjadinya rebound teknikal apabila tekanan jual mulai mereda. Artinya, investor bisa mulai melihat tanda-tanda awal pemulihan, meskipun belum sepenuhnya kuat.
Namun, volatilitas masih menjadi perhatian. Nilai ATR (Average True Range) yang tinggi menunjukkan bahwa pergerakan harga bisa berlangsung tajam dalam waktu singkat, baik ke atas maupun ke bawah. Dalam situasi seperti ini, kehati-hatian menjadi kunci.
Dari perhitungan pivot point, HRTA memiliki titik resistensi pertama di kisaran Rp734, sedangkan support kuat berada di area Rp567 hingga Rp504. Jika harga saham mampu menembus level resistensi tersebut dalam waktu dekat, potensi penguatan lanjutan bisa terjadi. Sebaliknya, pelemahan di bawah support dapat memperpanjang tekanan yang sudah terjadi.
Meski fundamental perusahaan mencatatkan kinerja yang solid di kuartal pertama 2025, pasar tampaknya masih menilai prospek jangka pendek secara hati-hati. Penurunan harga saham HRTA dalam seminggu terakhir tidak sepenuhnya mencerminkan kinerja keuangan, namun lebih kepada penyesuaian teknikal dan aksi ambil untung yang wajar.
Bagi investor yang mempertimbangkan HRTA dalam portofolionya, pekan depan bisa menjadi momen penting untuk mengamati arah pergerakan lanjutan. Sinyal teknikal cenderung membaik, namun dinamika pasar masih penuh tantangan. Ketepatan membaca momentum akan sangat menentukan.
Pola Musiman Saham HRTA
Meskipun tidak ada yang pasti di pasar saham, sejumlah pola kerap kali berulang dan bisa menjadi petunjuk bagi investor yang cermat. Salah satunya adalah pola musiman, pergerakan saham yang menunjukkan kecenderungan tertentu dalam periode waktu yang sama dari tahun ke tahun. Pola semacam ini dapat terlihat cukup jelas pada saham PT Hartadinata Abadi Tbk (HRTA).
Data pergerakan bulanan HRTA selama lima tahun terakhir menunjukkan bahwa ada sejumlah bulan yang cenderung membawa angin segar, sementara beberapa bulan lainnya justru berkinerja mengecewakan.
Februari, misalnya, hampir selalu tampil gemilang. Dalam lima tahun terakhir, saham HRTA mencatatkan kenaikan pada bulan Februari sebanyak empat kali.
Yang paling mencolok terjadi pada 2022, di mana HRTA melonjak hingga hampir 60 persen hanya dalam sebulan. Angka ini bukan hanya kebetulan statistik, melainkan sinyal bahwa secara historis, Februari menjadi bulan yang ‘ramah’ bagi pergerakan saham perusahaan perhiasan ini.
Sementara itu, Juli juga menunjukkan kecenderungan positif. Pada 2023 dan 2024, saham HRTA naik signifikan masing-masing sebesar 16 dan 11 persen. Dua bulan tersebut tampaknya menjadi momentum yang konsisten bagi investor untuk mengharapkan penguatan harga.
Namun tidak semua bulan bersahabat. November dan Desember justru menampilkan pola yang berulang dengan hasil negatif. Empat dari lima Desember terakhir ditutup dengan penurunan, bahkan sempat anjlok lebih dari 12 persen di 2023.
November juga serupa, dengan tren penurunan hampir setiap tahun. Ini bisa diartikan sebagai periode di mana pasar mulai melakukan aksi ambil untung atau bersikap lebih hati-hati menjelang tutup tahun.
Secara keseluruhan, jika dilihat dari jumlah bulan yang berakhir positif dalam setahun, HRTA cenderung mengalami kenaikan sekitar 5 hingga 7 bulan dalam setahun. Ini menunjukkan bahwa secara tahunan, performanya masih relatif stabil.
Tahun 2022 bahkan mencatatkan lonjakan tahunan di atas 70 persen. Hingga Mei 2025, HRTA sudah mencetak imbal hasil tahunan lebih dari 24 persen, sebuah awal yang menjanjikan, meskipun tentu belum menjamin hasil serupa di akhir tahun.
Apa yang bisa dipetik dari semua ini? Bagi investor yang ingin memanfaatkan momen, memahami pola musiman bisa menjadi alat bantu tambahan dalam menyusun strategi. Februari dan Juli bisa menjadi bulan yang layak diantisipasi sebagai peluang, sementara menjelang akhir tahun, kehati-hatian tampaknya lebih dibutuhkan.
Namun tentu saja, setiap keputusan investasi sebaiknya tetap berlandaskan pada analisis yang menyeluruh. Pola musiman bisa membantu, tapi tak pernah bisa menjadi satu-satunya dasar pengambilan keputusan.(*)