KABARBURSA.COM - Layanan internet Starlink, yang dimiliki oleh Elon Musk melalui perusahaannya SpaceX, telah memulai penawaran di Indonesia, dimulai dengan uji coba di Jakarta sekitar waktu sebelum atau sesudah Hari Raya Idul Fitri.
Tarif langganan Starlink adalah sebesar Rp750.000 per bulan, termasuk dalam paket standar tanpa batasan kuota data. Selain itu, harga perangkat keras yang diperlukan untuk menggunakan layanan tersebut ditetapkan sekitar Rp7,8 juta.
Starlink Indonesia mengadopsi model bisnis Business-to-Consumer (B2C) dalam menyediakan layanan internet kepada pelanggan di Indonesia. Meskipun telah banyak spekulasi tentang kehadiran Starlink sejak tahun lalu, perusahaan belum memberikan konfirmasi resmi.
Starlink menjadi alternatif layanan internet dunia karena dia berjalan dengan teknologi latensi rendah tanpa batas. Elon Musk mulai mempromosikan layanan unit bisnis dia usai serangkaian pengembangan satelit orbit rendah (low-earth orbit/LEO).
Orbit rendah inilah yang menjadi keunggulan Starlink, bahkan diklaim lebih baik dari layanan broadband tradisional karena mampu menjangkau area yang lebih terpencil, namun tetap menjaga kecepatan tinggi internet.
Layanan dapat diakses melalui situs resmi perusahaan. Meski belum tersedia, namun Anda bisa menuliskan alamat email untuk mendapatkan informasi registrasi terbaru. Pun bisa melakukan pemesanan dengan cara:
- Isi alamat pada kolom pilih Indonesia
- Klik pesan sekarang
- Mengisi informasi kontak sesuai dengan yang diminta, terdapat nomor telepon dan alamat pengirim, selain nama jelas
- Klik lakukan pemesanan.
Bagaimana Teknologi Satelit Orbit Rendah ini Bekerja?
Starlink beroperasi lewat ribuan satelit kecil yang terhubung dengan terminal pengguna — mengacu skema pada beberapa negara lain. Teknologi yang dihadirkan Starlink diklaim lebih baik dibandingkan kabel fiber ataupun kabel laut.
Elon Musk menjadi salah satu pendobrak tatanan kesenjangan antara si kaya dan si miskin, lewat layanan broadband berbasis LEO milik Starlink. Akan ada ribuan satelit yang mengelilingi bumi sebagai solusi perluasan jangkauan.
Targetnya mulai dari wilayah pertambangan milik perusahaan di pelosok hingga pemerintahan sebuah negara. Namun biaya investasi awal akan menelan miliaran dolar AS.
Satelit LEO berada di antara 500-2.000 kilometer (km) di atas permukaan bumi. Pada teknologi lama satelit berada di atas permukaan 36.000 km dan bergerak sesuai orbit disesuaikan dengan kecepatan rotasi bumi. Tampak melayang tak bergerak di atas titik tetap.
Satelit LEO punya rute perjalanannya lebih pendek hingga mampu bergerak lebih cepat. Alhasil waktu yang dibutuhkan untuk mengirim dan menerima data (dikenal sebagai latensi) lebih baik dibandingkan satelit saat ini.
Berkat sinyal dapat bergerak lebih cepat melalui ruang hampa udara daripada lewat kabel serat optik, satelit LEO berpotensi menyaingi atau melebihi jaringan internet di darat tercepat sekalipun.
Elon Musk pernah mengatakan bahwa sistem satelit Starlink-nya punya target latensi 20 milidetik pada fase awal, namun berkurang hingga setengahnya.
Bandingkan dengan sistem satelit lama dengan orbit tinggi. Latensi rata-rata hampir 600 milidetik untuk perjalanan round trip. Satelit LEO tetap memiliki kelemahan, bahwa dengan orbit yang lebih rendah dibutuhkan kestabilan.
Uji Coba di IKN, Kantongi Izin ISP dan VSAT
Kementerian Kominfo sebelumnya menerangkan bahwa SpaceX telah mengajukan perizinan sebagai penyelenggara layanan Very Small Aperture Terminal (VSAT) dan Internet Service Provider (ISP).
Perusahan juga telah membangun hub dan memenuhi standarisasi perangkat dari Direktorat Jenderal Sumber Daya Perangkat Pos dan Informatika.
“Jadi mereka ada kemungkinan sudah comply untuk VSAT. Untuk internet (ISP) dia harus bekerja sama dengan NAP, mungkin belum selesai perjanjian kerja sama,” ujar Dirjen PPI Kominfo Wayan Toni Supriyanto.
Uji coba juga akan dilakukan selama rentang periode Lebaran 2024 di IKN Nusantara, kata Menteri Kominfo Budi Arie dalam keterangan tertulisnya. Uji coba menggunakan satu ground segment.
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.