KABARBURSA.COM - Peringatan mendadak dari Menteri Kesehatan RI pada akhir Mei 2025 tentang kewaspadaan COVID-19 menarik perhatian pelaku pasar.
Meski belum disertai laporan lonjakan kasus yang signifikan, sinyal dari pemerintah ini bisa dibaca sebagai angin segar bagi sektor kesehatan, setidaknya dalam jangka pendek.
Peringatan semacam ini umumnya menjadi pemicu sentimen positif untuk saham-saham sektor kesehatan. Emiten seperti Kalbe Farma (KLBF), Indofarma (INAF), Kimia Farma (KAEF), hingga distributor farmasi seperti Enseval Putera Megatrading (EPMT) berpotensi dilirik kembali oleh investor.
Pasalnya, ekspektasi terhadap peningkatan permintaan produk kesehatan bisa mendorong prospek kinerja keuangan mereka.
Tidak hanya itu, peringatan ini juga membuka kemungkinan realokasi anggaran kesehatan atau pengadaan barang medis secara darurat. Jika skenario itu benar-benar terjadi, perusahaan-perusahaan yang selama ini menjadi mitra pemerintah bisa langsung terdampak positif, baik dari sisi pendapatan maupun prospek jangka pendek.
Secara teknis, sektor kesehatan juga dikenal sebagai sektor defensif. Ketika pasar dibayangi ketidakpastian, sektor ini sering menjadi pelarian modal. Maka tak mengherankan jika narasi seputar peningkatan kewaspadaan COVID-19, meski belum berujung pada kebijakan drastis, tetap memiliki daya tarik di pasar.
Namun, perlu dicatat, sinyal ini belum tentu berumur panjang. Efeknya terhadap harga saham bisa bersifat sementara jika tidak disusul dengan data kenaikan kasus yang signifikan atau kebijakan lanjutan dari pemerintah seperti vaksinasi massal atau insentif fiskal baru.
Dari kacamata fundamental, banyak emiten kesehatan memang masih menghadapi tantangan. Ketergantungan pada bahan impor dan rendahnya rasio tenaga medis di Indonesia masih menjadi PR besar.
Tapi jika peringatan ini berkembang menjadi momentum strategis, seperti pembenahan sistem kesehatan atau pembukaan keran investasi baru, maka efeknya bisa lebih dalam dan berjangka panjang.
Performa KLBF, INAF, dan KAEF saat COVID-19
Pandemi COVID-19 menjadi ujian nyata bagi industri farmasi nasional. Tiga emiten besar di sektor ini, yaitu PT Kimia Farma Tbk (KAEF), PT Kalbe Farma Tbk (KLBF), dan PT Indofarma Tbk (INAF), menunjukkan kinerja yang beragam selama masa krisis.
Berdasarkan laporan keuangan tahun 2019 dan 2020, terlihat adanya perbedaan signifikan dalam daya tahan dan strategi masing-masing perusahaan dalam menghadapi dampak pandemi.
Kimia Farma (KAEF): Bangkit dari Kerugian Berkat Vaksin
Kimia Farma mencatatkan kinerja positif sepanjang 2020. Pendapatan perusahaan naik dari Rp9,4 triliun menjadi Rp10 triliun, tumbuh sekitar 6,4 persen dibanding tahun sebelumnya. Tidak hanya dari sisi pendapatan, laba bersih juga menunjukkan lonjakan tajam.
Dari posisi rugi Rp12,72 miliar pada 2019, KAEF berhasil mencetak laba sebesar Rp17,63 miliar pada 2020.
Salah satu pendorong utama pemulihan ini adalah penunjukan KAEF sebagai distributor vaksin COVID-19 bersama Indofarma. Peran strategis dalam distribusi vaksin memberikan dorongan signifikan terhadap kinerja perusahaan di tengah tekanan ekonomi yang melanda berbagai sektor.

Kalbe Farma (KLBF): Tangguh dan Konsisten di Tengah Ketidakpastian
Berbeda dengan KAEF yang mengalami lonjakan kinerja, Kalbe Farma menunjukkan stabilitas yang cukup impresif selama pandemi. Penjualan bersih KLBF tetap tumbuh di kisaran 4–6 persen sepanjang 2020, meski target pertumbuhan sempat direvisi akibat pembatasan aktivitas ekonomi.
Dari sisi profitabilitas, Return on Assets (ROA) KLBF hanya turun tipis, dari 12,52 persen pada 2019 menjadi 12,14 persen pada 2020. Penurunan ini tergolong moderat, mencerminkan kemampuan Kalbe dalam menjaga efisiensi operasional dan daya tahan bisnis meski di tengah situasi luar biasa.
Indofarma (INAF): Tantangan Berat Meski Punya Peran Strategis
Indofarma yang juga dilibatkan dalam distribusi vaksin nasional tidak mencatatkan hasil sebaik KAEF. Return on Assets perusahaan merosot dari 0,58 persen pada 2019 menjadi nol persen pada 2020. Angka ini mencerminkan tergerusnya profitabilitas perusahaan selama pandemi.
Meskipun terlibat dalam program penanganan COVID-19, INAF tampaknya menghadapi tantangan besar dari sisi efisiensi dan beban operasional, yang berimbas pada kemampuan menghasilkan laba.
Performa Sektor Kesehatan di Q1-2025
Kinerja keuangan kuartal pertama tahun 2025 dari tiga emiten farmasi papan atas menunjukkan arah yang beragam. PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) mencatat pertumbuhan laba yang sehat, sementara PT Kimia Farma Tbk (KAEF) dan PT Indofarma Tbk (INAF) masih berkutat dengan tekanan rugi.
Kalbe Farma kembali membuktikan ketangguhannya sebagai pemain dominan di sektor farmasi. Perusahaan membukukan laba bersih sebesar Rp1,07 triliun pada kuartal I 2025, naik sekitar 12 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu (Rp958 miliar).
Dengan pertumbuhan yang stabil dan payout ratio sekitar 39 persen, Kalbe masih memberikan dividen yang menarik bagi investor. Imbal hasil dividen (dividend yield) berada di kisaran 2,38 persen, relatif tinggi untuk sektor defensif.
Konsistensi kinerja ini didorong oleh portofolio produk yang luas serta efisiensi operasional yang terjaga. Kalbe tetap menjadi andalan investor institusi dalam menghadapi dinamika pasar yang tidak menentu.

Sementara itu, kinerja Kimia Farma justru menunjukkan kemunduran signifikan. Perusahaan pelat merah ini mencatatkan rugi bersih sebesar Rp103 miliar pada kuartal pertama 2025, berbanding terbalik dari posisi laba tipis Rp386 juta di periode yang sama tahun sebelumnya.
Kondisi ini menambah tekanan pada KAEF yang memang tengah menghadapi persoalan efisiensi dan likuiditas. Terlebih, selisih besar antara kapitalisasi pasar (Rp2,97 triliun) dan enterprise value (Rp9,82 triliun) mengindikasikan beban liabilitas yang cukup berat.
Jika tren negatif ini berlanjut di kuartal berikutnya, potensi koreksi harga saham akan semakin besar.
Indofarma justru mencatat rugi bersih sebesar Rp25 miliar di tiga bulan pertama 2025. Meskipun masih negatif, angka ini lebih baik dibandingkan kerugian Rp54 miliar yang dibukukan pada kuartal I 2024.
Penurunan kerugian ini memberi sinyal perbaikan, meski perusahaan masih jauh dari titik impas. Tantangan utama INAF terletak pada volume penjualan yang belum pulih dan struktur biaya yang belum ramping.
Investor sejauh ini masih menunggu arah restrukturisasi bisnis atau dukungan pemerintah yang lebih konkret untuk memperbaiki fundamental perusahaan.
Pelajaran dari Tiga Strategi Berbeda
Kinerja ketiga emiten farmasi ini mencerminkan bagaimana strategi, skala bisnis, dan peran dalam program nasional berkontribusi terhadap ketahanan selama masa krisis. Kimia Farma berhasil berbalik arah berkat dukungan proyek vaksinasi nasional.
Kalbe Farma mempertahankan kestabilan kinerja melalui efisiensi dan diversifikasi produk. Sementara itu, Indofarma harus bekerja lebih keras dalam menjaga profitabilitas, meski memiliki posisi strategis.
Pandemi menjadi momen reflektif bagi industri farmasi nasional dalam memperkuat fondasi bisnis yang tahan terhadap krisis.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.