KABARBURSA.COM - Saham PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) masih berada dalam bayang-bayang tekanan jual setelah ditutup di Rp2.840 dengan koreksi tipis 1,39 persen. Pergerakan ini datang di saat analis menilai bahwa posisi SMGR kini memasuki awal wave (c) dari wave [b], sebuah fase yang kerap diartikan sebagai sinyal kerentanan menuju koreksi lanjutan.
MNC Sekuritas pun merekomendasikan strategi sell on strength di kisaran Rp2.900–Rp2.940, sembari memberi peringatan bahwa saham pelat merah di sektor semen ini masih rawan turun lebih jauh ke area Rp2.280–Rp2.570.
Dari sisi teknikal, indikator yang muncul masih memperlihatkan gambaran campuran. Relative Strength Index (RSI) berada di level 52 yang netral, menandakan tidak ada momentum dominan baik beli maupun jual. Sto
chastic menunjukkan sinyal jual, sementara StochRSI bahkan menembus titik jenuh jual. Namun, MACD dan ADX justru memberi sinyal beli, menandakan ada sedikit tenaga yang mencoba menopang harga.
Rangkaian Moving Average juga terbelah: MA5 dan MA10 memberikan sinyal jual, sedangkan MA20 hingga MA100 masih mendukung arah beli. Dengan konfigurasi teknikal seperti ini, sulit menafsirkan SMGR sedang berada di jalur bullish jangka pendek, dan rekomendasi sell on strength memang terdengar lebih realistis.
Secara fundamental, kondisi SMGR memang masih penuh tantangan. Kinerja laba perusahaan menunjukkan penurunan tajam, di mana net income TTM hanya Rp258 miliar, anjlok drastis dibanding periode-periode sebelumnya.
Imbasnya, valuasi menjadi tidak menarik. Rasio Price to Earnings (PER) TTM menanjak hingga 74,24 kali, terlampau tinggi untuk sebuah saham berbasis aset fisik dan industri siklikal seperti semen. Forward PER memang lebih rendah, di kisaran 18,15 kali, namun angka ini tetap di atas median pasar IHSG yang hanya 9,12 kali.
Margin laba juga tipis, dengan operating margin kuartalan hanya 2,83 persen dan net margin bahkan mendekati nol. Tingkat profitabilitas yang rendah ini kontras dengan valuasi yang terkesan premium, membuat investor sulit menemukan alasan fundamental yang kuat untuk menambah posisi di harga saat ini.
Dividen Masih Jadi Daya Tarik SMGR
Meski begitu, SMGR tetap menjaga konsistensi membayar dividen. Dengan dividend yield 3,39 persen dan nilai dividen per saham Rp96,22, investor masih mendapat sedikit kompensasi di tengah tekanan harga.
Namun, payout ratio yang mencapai lebih dari 800 persen menunjukkan dividen tersebut lebih banyak ditopang oleh kas daripada kinerja laba bersih yang berkelanjutan. Situasi ini tidak ideal bagi investor jangka panjang yang mencari pertumbuhan sehat.
Memandang dari sisi valuasi, konsensus analis memberikan target harga rata-rata Rp2.869, tidak jauh dari harga saat ini. Estimasi tertinggi berada di Rp3.750, namun terendah bisa jatuh ke Rp1.550.
Ini berarti risiko penurunan masih terbuka lebar, sejalan dengan proyeksi teknikal MNC Sekuritas yang menempatkan area Rp2.280–Rp2.570 sebagai zona koreksi berikutnya.
Bagi investor, strategi sell on strength memang terdengar masuk akal. Dengan teknikal harian yang netral ke arah negatif, fundamental yang masih lemah, serta valuasi yang kurang menarik, langkah defensif lebih bijak dibanding agresif masuk.
SMGR mungkin tetap relevan sebagai saham dividen, tetapi daya tariknya bagi investor pertumbuhan saat ini belum cukup kuat. Menunggu harga bergerak mendekati nilai wajar di bawah Rp2.600 tampaknya menjadi langkah lebih rasional sebelum mempertimbangkan kembali posisi di saham ini.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.