KABARBURSA.COM - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan bahwa aktivitas ekspor Indonesia di masa depan akan sangat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian global, terutama di China yang tengah mengalami perubahan struktural, serta dinamika ekonomi di Amerika Serikat (AS) dan Eropa.
Mengutip laporan terbaru dari International Monetary Fund (IMF) pada April 2024, Sri Mulyani menyebutkan kondisi ekonomi global dalam keadaan stagnan dengan pertumbuhan hanya 3,2 persen.
"Dengan memperhatikan kinerja historis, ekspor diperkirakan tumbuh sekitar 5 persen hingga 5,7 persen, sementara impor berkisar antara 4,3 persen hingga 4,9 persen," jelasnya dalam Rapat Paripurna di Gedung DPR RI, Selasa 4 Juni 2024.
Lebih lanjut, ia menjelaskan, bahwa dalam satu dekade terakhir, kontribusi ekspor terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia rata-rata mencapai 21 persen per tahun. Sementara itu, kontribusi impor sedikit lebih rendah, yakni sekitar 20 persen per tahun.
"Dengan demikian, net ekspor, yaitu selisih antara ekspor dan impor, menyumbang sekitar 1 persen terhadap perekonomian nasional," tanda Sri Mulyani.
Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor dan impor Indonesia ke sebagian besar negara tujuan utama dilaporkan merosot pada April 2024. Negara-negara tersebut adalah China, Amerika Serikat (AS), Jepang, dan Australia serta India.
Menurut laporan terbaru, nilai impor Indonesia dari China, sebagai pemasok utama barang nonmigas, mengalami penurunan pada April 2024, mencapai USD4,33 miliar, turun dari angka bulan sebelumnya sebesar USD4,57 miliar.
Deputi Bidang Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, mengungkapkan bahwa impor barang nonmigas dari China mengalami penurunan secara bulanan (mtm), tetapi mengalami peningkatan secara tahunan (year on year/yoy) sebesar USD4,14 miliar.
“Pada bulan April 2024, China tetap menjadi pemasok utama barang nonmigas bagi Indonesia, berkontribusi sebesar 33,06 persen dari total impor nonmigas Indonesia atau mengalami peningkatan dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 31,25 persen,” ujar Pudji.
Selain itu, Jepang menempati posisi kedua sebagai pemasok utama barang nonmigas pada April 2024 dengan nilai impor sebesar USD0,96 miliar.
Jumlah ini menunjukkan penurunan dari bulan Maret 2024 yang mencapai USD1,06 miliar. Secara tahunan (yoy), impor barang nonmigas dari Jepang juga mengalami penurunan dari nilai yang sama pada bulan yang sama tahun sebelumnya, yakni sebesar USD0,99 miliar.
“Sementara itu impor nonmigas dari Jepang dan Australia masing-masing mencapai USD0,96 miliar dan USD0,78 miliar,” katanya.
Australia, kata Pudji menjadi posisi ketiga negara asal utama impor pada April 2024 dengan besaran senilai USD0,78 miliar. Capaian itu tercatat mengalami kenaikan baik secara bulanan (mtm) ataupun tahunan (yoy), dengan besaran masing-masing USD0,74 pada Maret 2024 dan USD0,61 pada April 2023.
Selain itu, impor dari ASEAN juga tercatat turun menjadi USD2,16 miliar, dari yang bulan sebelumnya sebesar USD2,76 miliar. Meskipun begitu jika dibandingkan bulan April 2023 tercatat mengalami kenaikan yang kala itu sebesar USD1,90 miliar.
Sementara impor nonmigas dari Uni Eropa juga mengalami penurunan, pada bulan April 2024 tercatat sebesar USD0,85 yang pada bulan Maret 2024 senilai USD0,87 miliar dan pada April 2023 sebesar 0,98 miliar. Sebagai tambahan, nilai impor bulan April adalah USD16,06 miliar, naik 4,62 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu (yoy).
Meski tumbuh, tetapi laju kenaikan impor jauh melambat karena pada Maret mencapai 12,76 persen (yoy). Sementara jika dibandingkan Maret (mtm), impor turun 10,6 persen.
Menurut laporan BPS, ekspor barang nonmigas ke sebagian besar negara tujuan utama, seperti China dan Amerika Serikat, mengalami penurunan pada bulan April 2024. Namun, terdapat peningkatan dalam ekspor nonmigas ke India.
“Tiga negara yang menjadi tujuan utama ekspor adalah China, India, dan Amerika Serikat, di mana nilai ekspor ke ketiga negara ini menyumbang sebanyak 42,98 persen dari total ekspor nonmigas Indonesia pada bulan April 2024,” ujar Deputi Bidang Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini.
Dia mengungkapkan bahwa nilai ekspor barang nonmigas ke Amerika Serikat tercatat sebesar USD1,75 miliar, menunjukkan penurunan sebesar 19,89 persen dibandingkan dengan pencapaian pada bulan Maret 2024 yang mencapai USD2,19 miliar.
Sementara itu, nilai ekspor barang nonmigas ke China tercatat sebesar USD4,28 miliar, mengalami penurunan sebesar 9,83 persen dibandingkan dengan Maret 2024. Dia menyebutkan bahwa penurunan ini disebabkan oleh penurunan nilai ekspor dari beberapa jenis komoditas. “Seperti bahan bakar mineral, bijih terak, abu logam, serta lemak dan minyak nabati,” ujar Pudji.
Pada sisi lain, ekspor nonmigas Indonesia ke India mencatat kenaikan sebesar 2,03 persen (month to month/mtm) menjadi mencapai USD1,81 miliar. Dia juga menginformasikan tentang performa ekspor nonmigas ke kawasan ASEAN yang mengalami penurunan menjadi USD3,35 miliar, menurun dari posisi sebelumnya pada Maret yang mencapai USD3,89 miliar.
Selain itu, ekspor nonmigas ke Uni Eropa juga tercatat mengalami penurunan menjadi USD1,24 miliar dari yang sebelumnya pada bulan Maret tercatat sebesar USD1,43 miliar. “Kedua kawasan itu, ASEAN dan Uni Eropa, mengalami penurunan nilai ekspor nonmigas Indonesia secara bulanan,” tambah Pudji.
Perlu dicatat bahwa nilai ekspor Indonesia pada bulan April 2024 turun sebesar 12,97 persen dalam perbandingan bulan ke bulan (mtm) dibandingkan dengan Maret 2024. Penurunan ini disebabkan oleh penurunan ekspor logam mulia dan perhiasan atau permata, ekspor mesin dan perlengkapannya, serta kendaraan dan bagian-bagiannya.
Pudji Ismartini menyatakan bahwa nilai ekspor Indonesia tercatat sebesar USD19,62 miliar pada bulan April 2024, turun 12,97 persen dibandingkan dengan nilai ekspor pada Maret 2024. Detailnya, ekspor minyak dan gas (migas) mencapai USD1,35 miliar atau naik 5,03 persen, sedangkan ekspor non-migas turun 14,06 persen dengan nilai USD18,27 miliar.
“Penurunan nilai ekspor bulan April didorong oleh penurunan ekspor non-migas, terutama logam mulia dan perhiasan atau permata, dengan kontribusi penurunan sebesar 2,12 persen,” ungkap Pudji.
Selain logam mulia dan perhiasan, penurunan dalam ekspor juga dipengaruhi oleh ekspor mesin dan perlengkapannya, dengan andil penurunan 1,44 persen. Selanjutnya, ekspor kendaraan dan bagiannya juga berkontribusi pada penurunan sebesar 0,77 persen. (yub/*)