Logo
>

Sri Mulyani tak Janji Bakal Laporkan APBN Tiap Bulan Lagi

Pemerintah juga akan mempertimbangkan waktu yang tepat dalam menyajikan laporan

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
Sri Mulyani tak Janji Bakal Laporkan APBN Tiap Bulan Lagi
Laporan Konferensi pers Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Kinerja dan Fakta (APBN KiTa) edisi Januari 2025. Foto: Abbas/KabarBursa.com

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Setelah Laporan Konferensi pers Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Kinerja dan Fakta (APBN KiTa) edisi Januari 2025 tertunda hingga dua bulan dan akhirnya digabung dengan edisi Februari, Menteri Keuangan Sri Mulyani justru mengisyaratkan bahwa ke depan laporan APBN KiTa mungkin tak lagi dilakukan secara bulanan.

    "Mungkin saya sampaikan ya kalau kami ga melakukan (Laporan APBN KiTa) secara bulanan mungkin ada beberapa pasti pertimbangannya," ujar Sri Mulyani saat menutup konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Kamis 13 Januari 2025.

    Sri Mulyani menegaskan bahwa transparansi dan kredibilitas APBN akan tetap dijaga, namun pemerintah juga akan mempertimbangkan waktu yang tepat dalam menyajikan laporan. Menurutnya, hal ini dilakukan agar tidak menimbulkan reaksi berlebihan terhadap fenomena yang sifatnya sementara.

    “Kami akan mencoba untuk melihat timing yang tepat supaya tidak menimbulkan suatu reaksi kadang-kadang terhadap satu fenomena yang kami anggap sangat temporer," jelasnya.

    Ia juga menyadari bahwa sesi pelaporan APBN sangat berguna bagi media, sehingga pembaruan informasi tetap akan dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai aspek.

    "Untuk beberapa hal kita akan update, jadi untuk menjaga ekspektasi dari temen-temen media. Saya tahu bahwa sesi seperti ini sangat berguna tuk temen-temen media, jadi kita tetap jaga transparansi dan juga dari sisi kredibilitas APBN,”

    Ke depan, Sri Mulyani memastikan bahwa laporan semesteran tetap akan disusun dan dipresentasikan dalam pembahasan dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Ia menyebut bahwa laporan tersebut akan terus diperbarui dan tetap terbuka untuk media, terutama saat dibahas bersama DPR. 

    "Yang jelas kami setelah ini akan menyusun laporan semester, (lapsem) jadi kita akan terus mencoba terus update. Lapsem pasti terbuka tuk semua temen media yaitu pada saat kita membahas dengan DPR," pungkasnya.

    Yang Tertunda Sudah Tidak Relevan

    Belakangan, Kementerian Keuangan menjadi sorotan karena penundaan konferensi pers APBN KiTa yang biasanya digelar setiap bulan. Kali ini, yang tertunda adalah edisi Januari 2025.

    Bahkan dalam laporan APBN KiTa edisi Februari 2025, Sri Mulyani sama sekali tidak memaparkan secara rinci data untuk Januari. Saat ditanya alasannya, ia hanya menjawab singkat, "Sudah tidak relevan."

    Namun, ketika diminta penjelasan lebih lanjut, perempuan yang akrab disapa Ani itu buru-buru meninggalkan lokasi dengan alasan ada pertemuan dengan analis ekonomi dan Presiden Prabowo Subianto di Istana.

    Alasan Penundaan Laporan APBN KiTa 

    Sri Mulyani Indrawati memilih untuk tidak mengungkap secara rinci faktor-faktor yang membuat data Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Januari 2025 belum stabil. Ia hanya menyebut bahwa perkembangan belanja dan pelaksanaan Inpres Nomor 1 Tahun 2025 akan dijelaskan lebih lanjut oleh Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara.

    "Nanti dari teman-teman baik dari sisi belanja pak Wamen Suahasil akan menjelaskan perkembangan dari belanja dan pelaksanaan Inpres Nomor 1 Tahun 2025," ujar Sri Mulyani

    Ia mengakui bahwa APBN pada Januari 2025 masih mengalami ketidakstabilan karena berbagai faktor. Hal ini menjadi alasan mengapa laporan kinerja APBN Januari 2025 yang seharusnya dipaparkan pada Februari mengalami penundaan. Namun, Sri Mulyani tidak merinci faktor-faktor yang dimaksud.

    "Banyak pertanyaan dari teman-teman media kenapa waktu itu bulan Februari tidak dilakukan untuk bulan Januari. Mungkin untuk menjelaskan beberapa hal yang terkait pelaksanaan APBN di awal tahun, yang kita melihat datanya masih sangat belum stabil karena berbagai faktor," jelasnya.

    Lebih lanjut, ia menyerahkan penjelasan terkait pendapatan negara kepada Anggito Abimanyu, sementara aspek pembiayaan akan dijelaskan oleh Tomy Singgih.

    "Kemudian dari pendapatan nanti pak Anggito akan menjelaskan mengenai beberapa hal yang menyangkut perkembangan pendapatan negara, dan juga dari sisi pembiayaan pak Tomy nanti menjelaskan mengenai berbagai hal yang terjadi di below the line," imbuhnya.

    Sri Mulyani menegaskan bahwa Kementerian Keuangan menunggu data yang lebih stabil sebelum akhirnya memutuskan untuk merilis laporan APBN Januari 2025.

    "Sehingga kami bisa memberikan suatu laporan mengenai pelaksanaan APBN kita 2025 dengan dasar yang jauh lebih bisa stabil dan diperbandingkan," pungkasnya.

    Cerminan Penurunan Pajak

    Penerimaan pajak pada awal tahun 2025 mengalami penurunan signifikan. Menteri Keuangan Sri Mulyani melaporkan, hingga Februari 2025 realisasinya baru mencapai Rp187,8 triliun atau 8,6 persen dari target tahunan. Dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp269,02 triliun, angka ini mencerminkan penurunan hingga 30,19 persen.

    "Penerimaan pajak Rp187,8 triliun atau 8,6 persen dari target (Rp2.189,3 triliun)," ucap Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa, Kamis, 13 Maret 2025.

    Dalam kesempatan yang sama, Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu, menjelaskan ada dua faktor utama yang menyebabkan anjloknya penerimaan pajak, yaitu penurunan harga komoditas utama dan penyesuaian kebijakan administrasi pajak.

    "Ada dampak dari penurunan harga komoditas, serta adanya kebijakan administrasi yang menggeser timing penerimaan pajak," ujar Anggito.

    Sektor pertambangan yang selama ini menjadi salah satu kontributor utama penerimaan pajak, mengalami pelemahan. Harga batu bara turun 11,8 persen, minyak anjlok 5,2 persen, dan nikel jatuh 5,9 persen secara tahunan.

    Kondisi ini berdampak langsung pada pajak yang diterima negara, terutama dari perusahaan pertambangan yang mengalami penurunan profitabilitas.

    "Jika dibandingkan dengan tahun lalu, harga komoditas ini mengalami koreksi yang cukup tajam, dan ini mempengaruhi setoran pajak dari sektor pertambangan dan penggalian," kata Anggito.

    Selain faktor eksternal, perubahan dalam kebijakan administrasi perpajakan juga mempengaruhi penerimaan. Salah satunya adalah perubahan dalam tarif efektif rata-rata (TER) untuk PPh 21, serta adanya relaksasi PPN dalam negeri yang menyebabkan keterlambatan pencatatan penerimaan pajak.

    "Ada faktor pergeseran timing karena relaksasi PPN yang menyebabkan penerimaan, yang seharusnya masuk pada Februari bergeser ke Maret," jelas Anggito.

    Selain itu, perhitungan pajak pada 2024 juga menyebabkan kelebihan pembayaran yang baru terefleksi pada awal 2025. 

    "Jika kita hitung normalisasi, sebetulnya ada lebih bayar di 2024 sekitar Rp16,5 triliun. Ini yang membuat penerimaan pajak awal tahun terlihat lebih kecil," tambahnya.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Ayyubi Kholid

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.