KABARBURSA.COM - PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG), sebuah perusahaan investasi terkemuka di Indonesia, baru saja mengumumkan bahwa mereka telah melakukan divestasi terhadap PT Deltomed Laboratories, produsen Antangin. Divestasi ini telah dilakukan sejak pertengahan tahun lalu, dengan SRTG menjual kembali sahamnya kepada mitra perusahaan tersebut.
Meskipun langkah ini menandai perubahan besar dalam strategi investasi mereka, Direktur Investasi SRTG Devin Wirawan, memastikan bahwa perusahaannya tidak berencana untuk melakukan divestasi terhadap portofolio lainnya pada tahun ini. Perusahaan-perusahaan seperti Mulia Bosco Logistics, ZAP, dan Brawijaya Hospital, yang merupakan bagian dari portofolio SRTG, masih dalam tahap pengembangan.
SRTG telah menunjukkan komitmennya untuk terus mengembangkan portofolio investasinya sebelum mengambil langkah monetisasi. Devin menambahkan, manajemen perusahaan melihat banyak potensi dalam perusahaan-perusahaan ini untuk tumbuh lebih lanjut.
Oleh karena itu, keputusan untuk menjual atau mendivestasikan perusahaan hanya akan dilakukan saat kondisi yang tepat tercapai.
Dalam beberapa tahun terakhir, SRTG berhasil meningkatkan net asset valuation (NAV) mereka secara signifikan. Dalam enam tahun terakhir, NAV perusahaan telah melesat tiga kali lipat, dari Rp18 triliun menjadi Rp56 triliun.
Sebagian besar kontribusi terhadap pertumbuhan ini datang dari perusahaan-perusahaan yang telah go public, termasuk grup-grup besar seperti Grup Adaro, PT Tower Bersama Infrastructure Tbk. (TBIG), dan Merdeka Group. Devin mengungkapkan bahwa tiga perusahaan ini menyumbang sekitar 82 persen dari total NAV SRTG.
Selain itu, portofolio investasi SRTG juga mencakup sejumlah perusahaan unggulan di sektor sumber daya alam dan infrastruktur, seperti PT Alamtri Resources Indonesia Tbk. (ADRO), PT Adaro Indonesia, PT Adaro Minerals Indonesia Tbk. (ADMR), PT Merdeka Copper & Gold Tbk. (MDKA), PT Merdeka Battery Materials Tbk. (MBMA), serta PT Samator Indo Gas Tbk. (AGII) dan PT Mitra Pinasthika Mustika Tbk (MPMX).
SRTG juga memiliki investasi di Tower Bersama Group, MGM Bosco Logistics, Xurya, dan ZAP, yang semuanya mencerminkan keberagaman dan strategi perusahaan dalam mendiversifikasi portofolio mereka.
Kurangi Kepemilikan PALM
PT Saratoga Investama Sedaya Tbk. (SRTG), sebagai pemegang saham utama PT Provident Investasi Bersama Tbk. (PALM), telah mengurangi kepemilikan sahamnya melalui dua transaksi yang dilakukan pada 12 dan 16 Desember 2024.
Dalam keterangannya yang diterima pada Kamis, 20 Desember 2024, Divisi Hukum dan Sekretaris Perusahaan SRTG Juan Akbar Indraseno, mengungkapkan bahwa perusahaan telah menjual 707.511.964 lembar saham PALM dengan harga Rp350 per lembar. Transaksi ini merupakan bagian dari strategi divestasi yang dilakukan oleh SRTG melalui anak perusahaannya, PT Saratoga Sentra Business, yang kini memiliki kepemilikan tidak langsung.
Setelah penjualan tersebut, kepemilikan saham SRTG di PALM menurun menjadi sekitar 707,5 juta lembar saham atau setara dengan 4,485 persen. Sebelumnya, SRTG memiliki 1,41 miliar lembar saham yang setara dengan 8,971 persen dari total saham beredar perusahaan.
Di sisi lain, pengusaha terkemuka Garibaldi Thohir ikut memperluas investasinya di PT Provident Investasi Bersama Tbk. Dalam transaksi yang dilakukan pada 12 Desember 2024, Garibaldi membeli 333,75 juta lembar saham PALM, yang menambah kepemilikan sahamnya.
Sebelumnya, ia memiliki 2,42 miliar saham atau sekitar 15,36 persen. Dengan penambahan tersebut, kini Garibaldi memegang 2,75 miliar saham atau sekitar 17,48 persen dari total saham beredar PALM. Langkah ini menjadikan Garibaldi salah satu pemegang saham signifikan di perusahaan tersebut.
Pengamat pasar kini akan mengamati perkembangan lebih lanjut dari investasi strategis yang melibatkan PT Provident Investasi Bersama Tbk. (PALM) serta dampaknya terhadap portofolio investasi yang lebih luas.
Kinerja Keuangan
Berdasarkan analisis yang terinspirasi oleh pendekatan Warren Buffett, PALM menghadapi sejumlah tantangan serius dalam aspek fundamentalnya. Salah satu yang paling mencolok adalah indikator profitabilitas yang menunjukkan hasil negatif. Laba bersih dalam setahun terakhir (TTM) tercatat minus Rp893 miliar, mencerminkan kinerja yang tidak memadai.
Kinerja perusahaan juga tercermin dari rasio Return on Assets (ROA) yang tercatat minus 8,98 persen dan Return on Equity (ROE) yang mencapai minus 13,65 persen. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan mengalami kesulitan dalam menghasilkan keuntungan dari aset maupun modal yang dimiliki, yang dapat membebani prospek jangka panjangnya.
Di sisi lain, rasio solvabilitas perusahaan memperlihatkan tingkat risiko yang cukup tinggi. Debt to Equity Ratio sebesar 1,03 menunjukkan bahwa PALM memiliki beban utang yang relatif tinggi dibandingkan dengan ekuitas, sebuah indikator yang dapat meningkatkan ketidakpastian tentang kestabilan keuangan perusahaan.
Valuasi saham PALM pun menunjukkan peringatan. Rasio Price to Earnings (P/E) TTM yang negatif di angka -6,36, serta Earnings Yield sebesar -15,72 persen, mengindikasikan bahwa kinerja laba jauh di bawah rata-rata pasar. Ini memberi gambaran mengenai potensi risiko investasi yang tinggi.
Walaupun rasio Price to Book Value (P/B) perusahaan tercatat 0,87—yang menandakan bahwa saham tersebut mungkin undervalued dibandingkan dengan nilai buku per sahamnya—persepsi pasar terhadap prospek keuangan PALM saat ini cukup negatif, lebih merefleksikan tantangan berat yang dihadapi oleh perusahaan, bukan peluang undervaluation yang nyata.
Pendekatan Buffett sendiri menghindari saham dengan karakteristik seperti ini, di mana margin keamanan menjadi hal yang sangat penting dalam keputusan investasi.
Namun, saat melakukan analisis yang lebih mendalam, ditemukan bahwa PALM masih memiliki nilai buku per saham sebesar Rp414,62 dan aset yang lebih besar daripada kewajiban, mencapai Rp6,54 triliun. Ini menunjukkan bahwa meskipun efisiensi dalam penggunaan aset belum optimal, perusahaan memiliki fondasi keuangan yang cukup kuat untuk bertahan, setidaknya dalam jangka pendek.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.