KABARBURSA.COM- Berita mengenai kelangkaan beras premium di beberapa toko ritel telah mencuat. Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mengungkapkan beberapa faktor yang berkontribusi terhadap kelangkaan tersebut, termasuk kesulitan dalam pasokan dan kenaikan harga yang signifikan.
Menurut Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian yang dipimpin oleh Menko Perekonomian Airlangga, salah satu penyebab utama kelangkaan beras premium adalah mundurnya musim tanam.
"Hal ini disebabkan oleh mundurnya musim tanam," ungkap Juru Bicara Kemenko Perekonomian, Haryo Limanseto, dalam keterangannya, Selasa 13 Februari 2024
Haryo menyatakan bahwa produksi beras baru diharapkan mencapai 5,8 juta ton pada Maret 2024, yang menurutnya turun sekitar 37 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2023, akibat mundurnya musim tanam.
Selain itu, ia juga menambahkan bahwa proses pengadaan beras impor masih berlangsung, yang juga berdampak pada ketersediaan beras dalam negeri. Faktor lain yang mempengaruhi adalah tingginya harga pupuk dunia, yang dipicu oleh gangguan dalam rantai pasok global seperti konflik di Terusan Sues dan perang Rusia-Ukraina.
Sebelumnya, Ketua Umum Aprindo, Roy Nicholas Mandey, menyatakan bahwa keterbatasan pasokan beras saat ini disebabkan oleh kenaikan harga beras premium, yang bahkan telah melampaui Harga Eceran Tertinggi (HET).
"Situasi ini disebabkan oleh ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan, yang mengakibatkan kenaikan HET beras di pasar ritel modern dan pasar tradisional," ungkap Roy, Senin 12 Februari 2024 kemarin.
Roy menjelaskan bahwa banyak peritel yang enggan memasok beras premium ke ritel mereka karena harga beras dari produsen sudah tinggi. Harga beras premium yang biasanya sekitar Rp13.150 per kg, kini telah melonjak menjadi Rp16.000-Rp17.000 per kg bahkan mencapai Rp18.000 per kg.
"Dalam situasi ini, beberapa peritel memilih untuk tidak menyediakan beras premium karena harga yang tinggi di produsen," jelasnya.
Tingginya harga beras di tingkat produsen membuat peritel enggan membeli untuk stok mereka sendiri, yang berakibat pada kelangkaan. Salah satu solusi yang diajukan adalah relaksasi Harga Eceran Tertinggi (HET).
"Dalam situasi seperti ini, beberapa peritel memilih untuk tidak menyediakan barang sama sekali. Namun, ada juga yang memilih untuk membeli beras dengan harga yang tinggi dan menjualnya di atas HET karena di pasar tradisional harga sudah lebih tinggi," jelas Roy.