KABARBURSA.COM - Subsidi sebesar Rp7 juta yang diberikan pemerintah untuk menarik minat masyarakat terhadap sepeda motor listrik sepertinya tidak sesuai dengan harapan. Penjualan motor listrik tidak seperti mobil listrik.
Angka penjualan motor listrik yang tidak sesuai harapan diakui oleh pemerintah.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan kecilnya minat masyarakat untuk memiliki sepeda motor listrik karena insentif pajak kendaraan bermotor yang diberikan pemerintah belum terserap dengan baik di pasar otomotif.
"Ada bantuan Rp7 juta untuk sepeda motor listrik baru tapi belum terserap maksimum," kata Moeldoko beberapa waktu lalu.
Jika mengacu dari data Sistem Informasi Pembelian Kendaraan Listrik Roda Dua (SisaPira) pada Rabu, 24 Juli 2024, tercatat 16.974 unit motor listrik dalam proses pendaftaran.
Sedangkan motor listrik yang telah terverifikasi baru 3.043 unit dan yang telah tersalurkan sebanyak 24.042 unit. Sementara pada tahun 2024, pemerintah menetapkan kuota subsidi sebesar 600.000 unit.
Padahal pemerintah juga telah membantu penjualan motor listrik dengan melonggarkan persyaratan mendapat subsidi. Jika dulu hanya kalangan tertentu saja yang dapat menikmati subsidi, kali ini semua kalangan bisa beli motor listrik dan mendapat subsidi.
Penyebab Motor Listrik Sepi Peminat
Menurut pengamat otomotif Yannes Martinus Pasaribu, rendahnya penjualan sepeda motor listrik karena tidak sesuai kriteria yang diinginkan masyarakat.
Katanya, masyarakat membutuhkan sepeda motor yang robust (tangguh), murah, mudah perawatan, bebas risiko, berdaya jangkau jauh, dan mudah mengisi energi,” kata Yannes kepada Kabar Bursa, Selasa, 23 Juli 2024.
Sementara, Yannes menilai sepeda motor listrik masih banyak kelemahannya, dan tidak sesuai dengan tujuan awal, khususnya bagi kelompok low segment agar membeli motor listrik.
"Harga sepeda motor listrik lebih mahal jika dibandingkan dengan sepeda motor konvensional, ditambah lagi performanya kurang," ujarnya.
"Kelemahan motor listrik dan menjadi pertimbangan utama masyarakat untuk tidak membelinya itu jarak tempuh dan kecepatan maksimum yang ditawarkan masih rendah dibandingkan motor konvensional," sambung Yannes.
Ditambah lagi, lanjut Yannes, infrastruktur pengisian daya sepeda motor listrik tidak sebanyak sepeda motor konvensional. Lokasi isi daya motor listrik masih terpusat di kota-kota besar. Hal ini membuat masyarakat yang jauh dari kota enggan mengeluarkan uang dalam jumlah lebih hanya untuk beli sepeda motor listrik.
"Meski pabrikan memberi alternatif untuk mengisi daya motor listrik di rumah, sepertinya masyarakat masih enggan, karena proses pasang home charging di rumah harus menambah daya," tuturnya.
Yannes menyebut, sebuah rumah yang memiliki kapasitas daya listrik hanya 900 watt ke bawah, harus menambah daya.
“Untuk menambah daya listrik di rumah, harus mengeluarkan uang lagi," jelas Yannes.
Yannes menyimpulkan bahwa masyarakat cenderung lebih memilih membeli motor konvensional dibandingkan dengan motor listrik baru.
Hal ini didasarkan pada beberapa faktor yang telah dipaparkan sebelumnya, seperti ketersediaan infrastruktur pendukung yang masih terbatas, harga motor listrik yang relatif lebih tinggi, dan kebiasaan serta preferensi konsumen yang belum sepenuhnya bergeser ke kendaraan ramah lingkungan.
Butuh Waktu Lama
Sementara itu, pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko setijowarno, perlu adanya ekstra keras dan membutuhkan waktu yang cukup lama sehingga masyarakat bisa menerima atau menggunakan sepeda motor listrik.
Menurut dia, untuk mengubah gaya hidup masyarakat, dari menggunakan motor konvensional ke listrik tidak semudah seperti yang dikatakan pemerintah. Ia mencontohkan, Tiongkok (China) yang membutuh waktu 80 tahun untuk beralih dari konvensional ke listrik.
"China saja yang sudah memaksa rakyatnya membutuhkan waktu selama itu. Apalagi kita, yang pejabatnya memaksakan agar dirinya saja yang makin kaya,” ungkapnya.
Fakta lainnya, kata Djoko, serapan subsidi dari penjualan motor listrik di Indonesia tidak sampai 5 persen. Padahal, menurutnya, pemerintah telah menggelontorkan anggaran untuk subsidi sudah cukup besar, yakni Rp12,3 triliun.
“Motor listrik itu kurang laku. Sudah dicoba diberi subsidi sebesar Rp7 juta, tetap saja enggak laku. Kecuali sepeda listrik, itu laku.
Hal lainnya yang membuat motor listrik sepi pembeli yaitu sulit untuk menjual kembali karena masih banyak masyarakat yang belum percaya dengan performa dan keamanan motor listrik.
"Semua orang sudah punya sepeda motor, ngapain beli lagi. Walau dikonversi, masyarakat tetap belum terlalu berminat. Masyarakat juga akan berpikir bagaimana jika baterai habis di tengah jalan. Kalau pakai motor biasa, hanya sekitar lima menit sudah terisi,” jelasnya. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.