Logo
>

Sulitnya Menolong Kinerja Ekspor Meski Rupiah Terus Melemah

Ditulis oleh KabarBursa.com
Sulitnya Menolong Kinerja Ekspor Meski Rupiah Terus Melemah

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Menurut Ekonom Senior dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad, tren pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) tidak secara otomatis akan menjadi stimulus yang dapat meningkatkan nilai ekspor Indonesia. Tauhid Ahmad menyatakan bahwa pelemahan rupiah, yang diperkirakan akan berlangsung selama 1 hingga 2 bulan ke depan, memang memberikan peluang bagi Indonesia karena produk nasional yang diekspor ke luar negeri akan menjadi lebih kompetitif dibandingkan dengan produk dari negara lain.

    Namun, permasalahannya terletak pada ketergantungan Indonesia pada ekspor sumber daya alam (SDA). Dampaknya, pelemahan rupiah tidak akan secara signifikan meningkatkan nilai ekspor nonmigas mengingat adanya tren penurunan harga komoditas. Hal ini mengindikasikan bahwa upaya diversifikasi ekspor menjadi semakin penting bagi Indonesia guna mengurangi ketergantungan pada SDA dan meningkatkan ketahanan ekonomi dalam menghadapi fluktuasi nilai tukar mata uang serta harga komoditas di pasar global.

    “Kebanyakan ekspor kita berbasis SDA, seperti minyak sawit mentah atau crude palm oil [CPO]. Kalau misalnya diasumsikan dengan harga yang relatif tepat, maka punya daya saing lebih baik. Namun, harga komoditas trennya mengalami penurunan, akhirnya terkompensasi,” ujar Tauhid saat dihubungi, Selasa 2 April 2024.

    Dengan demikian, nilai ekspor CPO tidak bakal otomatis meningkat imbas penurunan harga komoditas. Sebaliknya,  kinerja ekspor baaru bisa terdongkrak jika terjadi pemulihan harga komoditas. “Jadi relatif pengaruh [pelemahan rupiah] lebih kecil, kecuali harga [komoditas] makin mahal, kita makin senang,” kata Tauhid.

    Perlu diketahui, harga CPO melonjak pada perdagangan kemarin. CPO masih berada dalam tren positif. Pada Senin 1 April 2024, harga CPO di Bursa Malaysia untuk kontrak pengiriman Juni ditutup di MYR 4.266/ton. Melesat 1,72 persen dibandingkan akhir pekan lalu.

    Harga CPO masih berada di jalur pendakian. Dalam sepekan terakhir, harga naik 0,51 persen secara point-to-point. Selama sebulan ke belakang, harga melejit 10,11 persen.

    Menurut Tauhid, pemerintah masih memiliki dua solusi untuk mengakali penurunan harga komoditas dan menggenjot nilai ekspor melalui pelemahan Rupiah. Pertama, mengandalkan komoditas dengan kontrak jangka pendek yang mengikuti harga berdasarkan spot.

    Dengan demikian, bila harga spot komoditas tengah mengalami kenaikan, nilai ekspor berpotensi meningkat.

    “Kalau di-hedging [lindung nilai], kita beli hedging pada range tertentu sehingga tidak berpengaruh. Spot dimanfaatkan terutama untuk produk yang kontrak jangka pendek, di mana sangat mungkin mengikuti harga spot saat ini. Kalau jangka menengah panjang punya kontrak asumsi mata uang lebih stabil,” ujar Tauhid.

    Kedua, memetakan negara-negara prioritas yang mulai memiliki tendensi pemulihan dan pertumbuhan ekonomi pada tahun ini. Misalnya, China yang pertumbuhan ekonomi diprediksi hanya sebesar 4,5 persen pada tahun ini, tetapi mulai bergerak menuju 5 persen.

    Negara-negara dengan pemulihan ekonomi yang membaik, kata Tauhid, memiliki kecenderungan bakal melakukan impor yang besar.

    Sekadar catatan, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka langsung anjlok dalam pembukaan perdagangan pasar spot hari ini, Selasa 2 April 2024, melampaui level terlemah sejak 2020.

    Rupiah spot dibuka langsung ambles ke Rp15.963/US$ pada pukul 09:05 WIB, menjadi valuta Asia dengan pelemahan terdalam di kawasan pagi ini, kehilangan 0,42 persen nilai dari posisi penutupan hari sebelumnya. Level itu adalah posisi rupiah terlemah sejak April 2020 ketika pandemi Covid-19 merebak dan akhirnya membawa rupiah melampaui Rp16.000/US$. Level terlemah rupiah sepanjang masa terjadi pada 23 Maret 2020 yaitu di Rp16.310/US$.

    Mayoritas mata uang Asia pagi ini tenggelam tertekan oleh penguatan tiba-tiba dolar AS akibat sentimen data manufaktur AS yang mengikis peluang penurunan bunga acuan Federal Reserve tahun ini karena kekhawatiran akan terjadinya lonjakan inflasi lagi di negeri itu. Indeks dolar AS masih bertahan perkasa di 105,039 pagi ini. Sementara di belakang rupiah, mata uang Asia lain juga melemah cukup besar. Ringgit Malaysia turun 0,38 persen, lalu won Korea Selatan dan dolar Taiwan juga melemah 0,29 persen. Disusul oleh baht Thailand yang melemah 0,24 persen, lalu peso Filipina 0,18 persen.

    Bank Indonesia sudah angkat bicara menilai pelemahan rupiah beberapa waktu belakangan ini sebagian besar adalah dampak dari pelemahan yuan China. Pada saat yang sama, permintaan valas di pasar domestik tengah meningkat sejurus dengan musim pembagian dividen dan masih kuatnya arus keluar modal asing di pasar Surat Berharga Negara (SBN).

    "Rupiah lumayan agak tertekan dari kemarin kelihatannya rupiah banyak terdampak dari pelemahan CNY [yuan China]. Sementara dari domestik ada permintaan USD (dolar AS) terkait repatriasi dan masih outflow-nya asing di pasar SBN. Rilis data inflasi Indonesia kemarin yang di atas ekspektasi yang banyak disebabkan oleh volatile food, ikut mendorong pelemahan rupiah," kata Edi Susianto, Direktur Eksekutif Pengelolaan Moneter dan Sekuritas Bank Indonesia, pagi ini, Selasa 2 April 2024.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi