Logo
>

Surat SRIL ke OJK dan BEI, ini Perkembangannya

Ditulis oleh Syahrianto
Surat SRIL ke OJK dan BEI, ini Perkembangannya

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - PT Sri Rejeki Isman Tbk, yang lebih dikenal sebagai Sritex (SRIL), telah mengirimkan surat bertanggal 22 Juni 2024 kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI).

    Surat ini membahas perkembangan terbaru terkait penyelesaian penyebab suspensi perusahaan yang bergerak di bidang industri tekstil dan produk tekstil serta perdagangan tersebut, termasuk salinan putusan peninjauan kembali Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Indonesia.

    Dalam surat tersebut, dijelaskan bahwa Peninjauan Kembali PKPU No. 59/PK/Pdt.Sus-Pailit/2022 yang diajukan oleh PT Bank QNB Indonesia Tbk terhadap PT Sri Rejeki Isman Tbk telah diputus pada 30 Desember 2022.

    Hasil putusan ini menolak gugatan yang diajukan oleh PT Bank QNB Indonesia Tbk, sehingga PT Sri Rejeki Isman Tbk dapat melanjutkan kegiatan usahanya karena permohonan pailit telah ditolak. Namun, restrukturisasi anak perusahaan Golden Mountain Pte Ltd di Singapura masih belum terselesaikan.

    Hingga saat ini, belum ada kesepakatan perdamaian dengan kreditur, yang menyebabkan perusahaan juga belum dapat melanjutkan penetapan restrukturisasi di Amerika Serikat.

    Kinerja SRIL 2023

    Sritex (SRIL) masih mencatatkan rugi bersih sebesar USD174,8 juta atau setara Rp2,8 triliun sepanjang tahun 2023. Angka ini menunjukkan penurunan kerugian sekitar 55 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yang mencapai Rp6,33 triliun.

    Laporan keuangan Sritex yang dirilis pada Senin 27 Mei 2024 kemarin mengungkapkan bahwa penurunan kerugian tersebut sejalan dengan total penjualan bersih yang mencapai USD325,08 juta (Rp5,22 triliun). Penjualan ini mengalami penurunan 38 persen dari sebelumnya, USD524,5 juta (Rp8,43 triliun).

    Penurunan penjualan Sritex disebabkan oleh penurunan signifikan dalam penjualan ekspor dan domestik, yang selama ini menjadi tulang punggung pendapatan perusahaan.

    Penjualan ekspor pada tahun 2023 tercatat sebesar USD158,6 juta, turun dari USD257,8 juta pada tahun sebelumnya. Penjualan domestik juga mengalami penurunan, tercatat sebesar USD325,08 juta dari periode 2022 yang mencapai USD524,5 juta.

    Seiring dengan penurunan penjualan tersebut, beban pokok penjualan Sritex juga menyusut 49,22 persen menjadi USD401,6 juta dari sebelumnya USD791,08 juta. Rugi kotor berkurang menjadi USD76,59 juta dibandingkan dengan tahun 2022 yang mencapai USD266,5 juta.

    Sritex mencatatkan rugi bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar USD174,84 juta atau setara Rp2,80 triliun.

    Aset Sritex per akhir tahun 2023 tercatat sebesar USD648,9 juta, turun dibandingkan akhir tahun 2022 yang sebesar USD764,5 juta. Total liabilitas juga meningkat menjadi USD1,60 miliar, lebih tinggi dibandingkan tahun 2022 yang sebesar USD1,54 miliar. Namun, defisiensi modal membengkak menjadi USD954,8 juta dari sebelumnya USD781,01 juta.

    Sritex Hampir Bangkrut

    Sritex tengah menghadapi tumpukan utang. Berdasarkan laporan keuangan per September 2023, total liabilitas perusahaan tercatat USD1,54 miliar atau Rp24,3 triliun (kurs Rp15.820 per dolar AS). Utang Sritex tersebut terbagi atas jangka pendek sebesar USD106,41 juta dan jangka panjang USD1,44 miliar. Utang didominasi oleh utang bank dan obligasi.

    Jumlah utang Sritex lebih besar dari aset. Total aset perusahaan tercatat hanya USD653,51 juta atau sekitar Rp10,33 triliun.

    Tak hanya terlilit utang, Sritex juga berpotensi delisting. Pengumuman itu disampaikan Bursa Efek Indonesia (BEI) lewat keterbukaan informasi pada November 2023 lalu.

    Ketentuan delisting ditetapkan jika saham perusahaan telah diberhentikan sementara (suspensi) selama 24 bulan dan saham mengalami kondisi yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha perusahaan tercatat, baik secara finansial atau secara hukum.

    “Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka masa suspensi saham PT Sri Rejeki Isman Tbk. (Perseroan) telah mencapai 30 bulan pada tanggal 18 November 2023,” bunyi pengumuman BEI.

    Saham emiten berkode SRIL itu awalnya disuspensi sejak 18 Mei 2021 karena penundaan pembayaran pokok dan bunga medium term note (MTN) Sritex tahap III 2018 ke-6 (USD-SRIL01X3MF). Suspensi kemudian diperpanjang sampai 18 Mei 2023 atau menjadi 24 bulan.

    Kala itu Head of Customer Literation and Education PT Kiwoom Sekuritas Indonesia Oktavianus Audi mengatakan utang bank Sritex naik signifikan pasca covid-19, di mana terjadi lonjakan mencapai 249 persen (yoy) menjadi USD992 juta pada 2021.

    Kondisi diperparah dengan pelemahan rupiah yang semakin menekan biaya utang terlebih yang berdenominasi dolar AS.

    Bahkan hingga September 2023, katanya, nilai ekuitas SRIL sudah minus USD896 juta.

    “Ini mengindikasikan modal emiten tergerus juga dari kerugian operasional perusahaan,” katanya

    Ia menambahkan per 27 Maret ini, suspensi saham SRIL sudah melebihi batas 24 bulan terakhir sehingga potensi terjadinya delisting akan semakin besar. Pada akhirnya, katanya, jika terjadi putusan pailit maka investor SRIL akan menanggung kerugian yang lebih besar.

    Senada, Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta mengatakan kenaikan utang Sritex tidak terlepas dari dampak covid-19 di mana permintaan tekstil global meningkat.

    “Tentunya ini mempengaruhi suspensi hingga wacana delisting yang memang harus dihadapi. Tapi setidaknya minimum suspensi karena

    ini upaya melindungi investor dari semakin menurunnya harga saham sendiri,” katanya. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Syahrianto

    Jurnalis ekonomi yang telah berkarier sejak 2019 dan memperoleh sertifikasi Wartawan Muda dari Dewan Pers pada 2021. Sejak 2024, mulai memfokuskan diri sebagai jurnalis pasar modal.

    Saat ini, bertanggung jawab atas rubrik "Market Hari Ini" di Kabarbursa.com, menyajikan laporan terkini, analisis berbasis data, serta insight tentang pergerakan pasar saham di Indonesia.

    Dengan lebih dari satu tahun secara khusus meliput dan menganalisis isu-isu pasar modal, secara konsisten menghasilkan tulisan premium (premium content) yang menawarkan perspektif kedua (second opinion) strategis bagi investor.

    Sebagai seorang jurnalis yang berkomitmen pada akurasi, transparansi, dan kualitas informasi, saya terus mengedepankan standar tinggi dalam jurnalisme ekonomi dan pasar modal.