Logo
>

Survei LPS: Berkurang Orang Menabung, Setoran Makin Kecil

Ditulis oleh Pramirvan Datu
Survei LPS: Berkurang Orang Menabung, Setoran Makin Kecil

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) baru-baru ini merilis hasil riset terbaru mengenai dua indikator ekonomi penting, yakni Indeks Menabung Konsumen (IMK) dan Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK).

    Riset ini dilakukan melalui Survei Konsumen Perekonomian (SKP), yang melibatkan lebih dari 1.700 responden dari berbagai wilayah Indonesia. Metode yang digunakan adalah stratified random sampling, dengan wawancara tatap muka sebagai teknik pengumpulan data.

    Survei yang dilaksanakan pada November 2024 menunjukkan bahwa nilai IMK berada di angka 77,0, mengalami sedikit penurunan dibandingkan bulan sebelumnya. Penurunan tersebut terutama terjadi pada Indeks Waktu Menabung (IWM), yang berkurang 1,9 poin, turun menjadi 81,5. Meskipun begitu, banyak responden yang masih merasa bahwa saat ini, maupun tiga bulan mendatang, adalah waktu yang tepat untuk menabung.

    Di sisi lain, Indeks Intensitas Menabung (IIM) mengalami sedikit kenaikan sebesar 0,6 poin dari bulan sebelumnya, mencapai angka 72,4 pada November 2024. Peningkatan ini menunjukkan adanya kenaikan jumlah responden yang melaporkan sering menabung. Meskipun demikian, banyak di antaranya yang menilai jumlah uang yang ditabung lebih kecil dari yang seharusnya.

    Selain itu, hasil SKP ini juga menghasilkan informasi penting lainnya, yakni Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK), yang mencerminkan tingkat optimisme atau pesimisme rumah tangga terhadap kondisi ekonomi saat ini dan prospeknya di masa depan.

    Dengan pendekatan yang digunakan dalam survei ini, LPS berupaya memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai persepsi dan perilaku konsumen dari berbagai kalangan masyarakat di seluruh wilayah Indonesia.

    Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, menyatakan  bahwa pelaksanaan survei ini memperkuat kapasitas LPS dalam mengakses informasi terkini terkait persepsi konsumen mengenai kegiatan menabung dan kondisi ekonomi saat ini. "Melalui survei ini, LPS bisa memperoleh gambaran yang lebih tajam mengenai kecenderungan konsumen dalam menabung dan pandangannya terhadap ekonomi." seperti dalam keterangannya di Jakarta, Rabu 18 Desember 2024.

    Purbaya juga menjelaskan bahwa salah satu output utama dari SKP adalah IMK, yang mengukur kecenderungan dan kemampuan konsumen dalam mengalokasikan pendapatannya untuk menabung. IMK ini penting untuk menggambarkan kemampuan serta kondisi ekonomi rumah tangga, yang tercermin dari niat dan intensitas konsumen dalam menabung. "Dengan data IMK, kita dapat lebih memahami daya tahan ekonomi rumah tangga terhadap situasi ekonomi terkini, termasuk dinamika simpanan perbankan ke depan," jelasnya.

    Selain itu, IKK juga menjadi output penting dari survei ini. Indeks ini menggambarkan keputusan konsumen dalam menabung, yang tidak terlepas dari persepsi mereka terhadap kondisi ekonomi dan pendapatan mereka. Informasi ini, menurut Purbaya, sangat vital untuk memetakan arah perkembangan ekonomi ke depan. Persepsi konsumen sangat berpengaruh terhadap keputusan mereka dalam konsumsi, menabung, maupun investasi.

    Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa konsumen yang optimis terhadap prospek ekonomi, stabilitas pekerjaan, dan pendapatan rumah tangganya di masa mendatang berpotensi meningkatkan konsumsi mereka, terutama terhadap barang-barang tahan lama. Hal ini, pada gilirannya, akan memberi dampak positif terhadap laju pertumbuhan ekonomi, mengingat konsumsi masyarakat merupakan faktor utama pendorong perekonomian nasional.

    Dengan informasi yang diperoleh dari hasil riset ini, LPS dapat menyusun respons yang lebih baik dalam melaksanakan fungsi jaminan simpanan nasabah dan resolusi bank, sehingga langkah-langkah mitigasi yang diambil dapat lebih optimal. "Kami berharap hasil survei ini bisa memperkuat kebijakan yang mendukung stabilitas dan pertumbuhan ekonomi Indonesia," pungkas Purbaya.

    Kebutuhan Investasi dan Tabungan Nasional

    Deputi III Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Bidang Perekonomian Edy Priyono merespon pandangan sejumlah pihak yang kurang mendukung kehadiran investasi asing.

    Dia menekankan investasi asing merupakan hal yang penting dalam menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia. Mengingat kehadiran investasi asing di Indonesia bukanlah pilihan, melainkan suatu keharusan akibat kesenjangan antara kebutuhan investasi dan tabungan nasional.

    Fenomena tersebut dia katakan sebagai saving investment gap yang mana terjadi ketika kebutuhan investasi suatu negara jauh melebihi tabungan domestik

    “Sebenarnya investasi asing ini terpaksa dalam arti begini, ada yang namanya saving investment gap,” katanya dalam Seminar Nasional Evaluasi 1 Dekade Pemerintahan Jokowi, Jakarta, Kamis 3 Oktober 2024.

    Edy menjelaskan bahwa konsep saving investment gap didasarkan pada pemahaman bahwa idealnya investasi berasal dari tabungan. Dana yang disimpan masyarakat di bank seharusnya disalurkan oleh perbankan dalam bentuk kredit, yang kemudian digunakan untuk membiayai investasi.

    “Jadi harusnya ada keseimbangan antara saving dengan investment. Nah di kita tidak. Kita punya kebutuhan investasi yang jauh lebih besar daripada saving kita,” jelas dia.

    Kondisi inilah yang menyebabkan munculnya saving investment gap. Sehingga investasi asing kemudian menjadi penting untuk menutup kesenjangan tersebut, terutama ketika dana dalam negeri tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan investasi yang semakin besar.

    “Nah oleh karena itu, investasi asing ini menjadi penting ketika dana dalam negeri tidak cukup untuk kemudian memenuhi kebutuhan investasi kita yang semakin besar,” ujar dia.

    Selain itu, Edy menyinggung mengenai Incremental Capital Output Ratio (ICOR), yang menjadi indikator efisiensi ekonomi. Menurutnya, ICOR Indonesia saat ini relatif tinggi, yang berarti semakin besar investasi yang dibutuhkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 1 persen.

    Dorong Pertumbuhan Ekonomi

    “Semakin tinggi ICOR, semakin tidak efisien perekonomian kita, karena kita membutuhkan investasi yang lebih besar untuk menghasilkan pertumbuhan yang sama,” katanya.

    Meski begitu, Edy mengakui bahwa menurunkan ICOR bukanlah pekerjaan mudah. Menurutnya butuh langkah-langkah konsisten dan berjangka panjang.

    Ia juga menjelaskan bahwa I-Core Indonesia saat ini relatif tinggi, dengan angka yang ideal seharusnya berada di 4, namun Indonesia sudah mencapai angka 6.

    “Ini adalah PR yang tidak mudah diselesaikan, karena membutuhkan langkah konsisten dan jangka panjang,” kata dia.

    Meskipun Indonesia menghadapi tantangan efisiensi dan kebutuhan investasi yang semakin besar, Edy menegaskan bahwa upaya ini perlu terus dilanjutkan demi mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan serta menciptakan lapangan kerja yang dibutuhkan.

    Bahkan untuk menciptakan lapangan kerja ada tantangan lain, yaitu disrupsi teknologi. Namun, ia menekankan bahwa intinya, inefisiensi perekonomian masih menjadi tantangan yang terus dihadapi hingga saat ini dan masih menjadi masalah yang belum terselesaikan.

    “Tapi intinya ini salah satu yang membuat kita butuh investasi yang semakin besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan juga untuk menciptakan lapangan kerja,” pungkasnya.(*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Pramirvan Datu

    Pram panggilan akrabnya, jurnalis sudah terverifikasi dewan pers. Mengawali karirnya sejak tahun 2012 silam. Berkecimpung pewarta keuangan, perbankan, ekonomi makro dan mikro serta pasar modal.