KABARBURSA.COM - PT Mayora Indah Tbk atau MYOR tampak optimis dalam menyusun kinerja keuangannya untuk tahun 2025. Perusahaan menargetkan pertumbuhan pendapatan dua digit, seiring dengan pemulihan margin laba kotor yang terus berlanjut.
Dalam earnings call yang digelar pada Kamis, 6 Maret 2025, manajemen MYOR mengungkapkan bahwa upaya mereka untuk meningkatkan efisiensi dan menyesuaikan harga jual mulai membuahkan hasil. Pada Februari 2025, margin laba kotor tercatat mencapai sekitar 23 persen, meningkat dari 20,9 persen dari kuartal sebelumnya.
Manajemen MYOR memperkirakan margin laba kotor selama tahun 2025 akan berada di kisaran 23 persen hingga 25 persen, dengan catatan harga bahan baku utama seperti kopi dan kokoa tetap stabil.
Jika terjadi kenaikan signifikan pada biaya produksi, perseroan akan mengambil langkah antisipatif, baik melalui penyesuaian harga jual maupun strategi efisiensi lainnya. Kestabilan harga bahan baku menjadi faktor krusial yang akan menentukan pencapaian target margin tersebut.
Untuk tahun 2025, MYOR menargetkan pertumbuhan pendapatan sebesar 12–15 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Proyeksi ini sejalan dengan tren positif yang telah terjadi pada tahun 2024, di mana pendapatan tumbuh sebesar 15 persen secara tahunan.
Pertumbuhan ini diperkirakan akan lebih banyak didorong oleh peningkatan volume penjualan dibandingkan dengan kenaikan harga produk.
MYOR juga optimis bahwa berbagai program pemerintah, baik dalam bentuk stimulus jangka pendek maupun program strategis seperti makan bergizi gratis, akan berkontribusi terhadap peningkatan permintaan produk mereka.
Dari sisi belanja operasional, MYOR berencana untuk menjaga agar pengeluaran untuk iklan dan promosi tidak melebihi pertumbuhan pendapatan. Selain itu, anggaran belanja modal (capex) pada 2025 diproyeksikan lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya, dengan alokasi sekitar Rp1 triliun, turun dari realisasi capex 2024 yang mencapai sekitar Rp1,8 triliun.
Mayoritas anggaran capex tahun ini akan digunakan untuk penggantian aset, dengan alokasi sekitar Rp600 miliar. Dengan pengurangan belanja modal ini, MYOR memiliki peluang untuk meningkatkan pembagian dividen bagi para pemegang saham, meskipun fluktuasi harga bahan baku tetap menjadi faktor yang perlu diwaspadai dalam pengelolaan kas perusahaan.
Tantangan Pertumbuhan MYOR
Menurut Lead Investment Analyst Stockbit Sekuritas Edi Chandren, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh MYOR. Pergerakan harga bahan baku seperti kopi dan kokoa akan menjadi perhatian utama bagi investor yang ingin menilai prospek saham MYOR ke depan.
Jika perusahaan mampu menjaga stabilitas biaya produksi dan mempertahankan efisiensi operasional, target pertumbuhan yang telah ditetapkan bukanlah sesuatu yang mustahil untuk dicapai.
Sementara itu, sepanjang bulan Februari 2025 menjadi periode penuh dinamika bagi pasar komoditas utama seperti kopi, gula, dan kakao. Pergerakan harga yang terjadi dipengaruhi oleh berbagai faktor, mulai dari pelemahan mata uang, kondisi cuaca, hingga perubahan dalam pasokan dan permintaan global.
Harga kopi Arabika untuk kontrak Mei di ICE New York mengalami penurunan sebesar 55 sen atau sekitar 0,15 persen, sementara harga kopi Robusta untuk kontrak yang sama di ICE London turun sebesar 46 sen atau 0,86 persen.
Penurunan harga ini terjadi setelah kurs Real Brazil melemah ke titik terendah dalam satu bulan terakhir terhadap dolar AS. Pelemahan mata uang Brazil membuat harga kopi yang diperdagangkan dalam dolar menjadi lebih murah bagi pembeli luar negeri, sehingga menekan harga di pasar global.
Di sisi lain, laporan terbaru dari Somar Meteorologia menunjukkan bahwa curah hujan di Minas Gerais—wilayah utama penghasil kopi di Brazil—hanya mencapai 11,4 mm dalam sepekan, atau sekitar 24 persen dari rata-rata normalnya. Minimnya curah hujan menambah kekhawatiran akan produksi kopi di tahun mendatang.
Indikasi penurunan persediaan kopi juga mulai terlihat. Persediaan kopi Robusta yang dilaporkan oleh ICE turun ke titik terendah dalam dua bulan terakhir menjadi 4.247 lot, sementara persediaan kopi Arabika turun ke level terendah dalam sembilan bulan terakhir menjadi 758.514 kantong.
Meskipun sempat meningkat pada Kamis sebelumnya hingga mencapai 809.128 kantong, tren penurunan ini tetap menjadi faktor yang dapat mendukung kenaikan harga dalam jangka menengah.
Laporan dari Safras & Mercado mengungkapkan bahwa hingga 11 Februari, sekitar 88 persen hasil panen kopi Brazil untuk musim 2024/25 telah terjual. Angka ini lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yang hanya mencapai 70 persen, serta lebih tinggi dari rata-rata lima tahun yang berada di level 82 persen.
Namun, untuk panen musim 2025/26, penjualan baru mencapai 13%, jauh lebih lambat dibandingkan rata-rata empat tahun yang berada di 22 persen. Perlambatan ini dapat menyebabkan ketatnya pasokan di tahun mendatang karena produsen cenderung menahan penjualan.
Selain itu, ekspor kopi hijau Brazil mengalami penurunan 1,6 persen dibandingkan tahun sebelumnya, menjadi 3,98 juta kantong pada Februari. Sementara itu, Conab memperkirakan produksi kopi Brazil untuk musim 2025/26 akan turun 4,4 persen menjadi 51,81 juta kantong, level terendah dalam tiga tahun terakhir. Bahkan, perkiraan hasil panen untuk 2024 pun telah direvisi turun sebesar 1,1 persen, dari 54,8 juta kantong menjadi 54,2 juta kantong.
Dampak dari fenomena El Niño juga semakin terasa di Amerika Selatan dan Amerika Tengah. Kekeringan yang terjadi sejak April 2024 telah menyebabkan kerusakan pada pohon kopi selama masa berbunga, yang berpotensi mengurangi hasil panen di Brazil pada 2025/26. Situasi serupa juga dialami oleh Kolombia, produsen kopi Arabika terbesar kedua di dunia, yang masih berjuang untuk pulih dari dampak cuaca ekstrem.
Vietnam, sebagai eksportir utama kopi Robusta, juga mencatatkan penurunan ekspor pada Januari sebesar 6,3 persen dibandingkan bulan sebelumnya, menjadi 134.000 metrik ton.
Sementara itu, laporan dari International Coffee Organization (ICO) pada 6 Februari menunjukkan bahwa ekspor kopi global pada Desember 2024 turun 12,4 persen dari tahun sebelumnya, menjadi 10,73 juta kantong. Periode Oktober–Desember juga mencatatkan penurunan ekspor sebesar 0,8 persen, menjadi 32,25 juta kantong.
Secara teknikal, harga kopi Arabika saat ini memiliki support pertama di level USD381, dengan potensi penurunan lebih lanjut ke USD358. Sementara itu, resistance berada di level USD404, dan jika momentum bullish berlanjut, harga bisa naik hingga USD427.
Tidak hanya kopi, harga gula juga mengalami penurunan pada Februari, yang sebagian besar disebabkan oleh pelemahan Real Brazil. Sebagai produsen utama gula dunia, pergerakan mata uang Brazil memiliki dampak signifikan terhadap harga komoditas ini. Ketika Real melemah, harga gula dalam dolar AS menjadi lebih murah bagi pembeli global, yang berpotensi menekan harga di pasar.
Sementara itu, harga kakao juga mengalami tekanan, dipicu oleh penguatan indeks dolar AS. Dengan dolar yang lebih kuat, harga kakao menjadi lebih mahal bagi pembeli yang menggunakan mata uang lain, yang pada akhirnya menurunkan permintaan dan menekan harga.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.