Logo
>

TBS Energi Utama (TOBA) Siapkan Proyek 370 MW pada 2030

Saat ini, TOBA telah mengoperasikan satu unit hydromini di wilayah Lampung dengan kapasitas 6 MW.

Ditulis oleh Desty Luthfiani
TBS Energi Utama (TOBA) Siapkan Proyek 370 MW pada 2030
Pengelolaan limbah milik PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA). (Foto: Dok Perusahaan)

KABARBURSA.COM - Perusahaan energi, PT TBS Energi Utama Tbk, dalam kode saham TOBA, menegaskan komitmennya untuk memperkuat portofolio di sektor energi baru dan terbarukan (EBT) setelah menyelesaikan divestasi bisnis pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). 

Perusahaan yang fokus pada transisi dari bahan bakar fosil itu menargetkan pengembangan pembangkit EBT hingga 370 MW pada 2030, termasuk proyek ekspor listrik ke Singapura dari Batam yang sedang dipersiapkan melalui fase studi dan perizinan.

Direktur PT TBS Energi Utama Tbk Juli Oktarina menjelaskan, fokus jangka pendek TOBA adalah menyelesaikan proyek pembangkit listrik tenaga air (PLTA) di Batam berkapasitas 46 MW. Saat ini, TOBA telah mengoperasikan satu unit hydromini di wilayah Lampung dengan kapasitas 6 MW. 

Sumber daya air dari Waduk Tembesi di Batam dinilai masih memiliki potensi pengembangan tambahan baik untuk kebutuhan domestik maupun ekspor regional.

“Proyek 370 MW ini mencakup hydro, solar, wind, dan carbon-based project hingga 2030. Kami bangun secara bertahap sesuai pipeline dan studi kelayakan,” ujar Juli Oktarina keterangan resminya, dikutip Minggu, 22 Juni 2025.

Perseroan juga tengah mempersiapkan ekspor listrik ke Singapura dengan bergabung dalam sebuah konsorsium bersama sejumlah pihak. Namun, hingga saat ini belum ada kepastian waktu dimulainya ekspor karena perseroan masih menunggu kejelasan regulasi dan finalisasi perjanjian dagang lintas negara. 

Proyek ekspor tersebut menggunakan fasilitas PLTS Batam sebagai basis utama dengan skema pembagian alokasi untuk kebutuhan lokal dan regional.

Outlook Kinerja Keuangan 2025: Rugi Akibat Divestasi PLTU

Terkait outlook kinerja keuangan 2025, perseroan memperkirakan akan mencatatkan kerugian secara akuntansi akibat divestasi PLTU. Namun, dari sisi arus kas, transaksi tersebut tetap menghasilkan keuntungan karena sifatnya bersifat non-operasional dan berbasis perhitungan revenue jangka panjang dalam skema BOOT (Build-Own-Operate-Transfer).

Secara strategis, TOBA menyatakan bahwa kontribusi pendapatan dari sektor non-batubara seperti EBT, EV, dan waste management ditargetkan mencapai 85 hingga 90 persen dalam lima tahun ke depan, menggantikan dominasi dari bisnis batu bara. Hal ini diharapkan mendorong valuasi perusahaan ke level yang lebih tinggi dan menarik minat investor yang berfokus pada keberlanjutan.

“Transformasi kami menuju bisnis berkelanjutan sudah terlihat dan memiliki track record. Ini akan memperkuat fundamental serta daya tarik valuasi TOBA di pasar,” kata Juli.

Apakah Saham TOBA Layak Dikoleksi?

Menilik data laporan keuangannya, TOBA melaporkan kinerja keuangan yang menantang sepanjang kuartal I 2025 dengan mencatatkan rugi bersih sebesar Rp982 miliar. 

Kinerja ini berbanding terbalik dengan kuartal I 2024 yang masih mencatatkan laba bersih sebesar Rp181 miliar. Secara trailing twelve months (TTM), TOBA mencetak rugi bersih sebesar Rp691 miliar dengan earnings per share negatif sebesar Rp84,56 per saham.

Meskipun mengalami tekanan laba, manajemen tetap membagikan dividen tunai sebesar Rp20,24 per saham kepada pemegang saham dengan ex-date pada 7 Mei 2025 dan pembayaran pada 28 Mei 2025. Dengan harga saham saat ini di level sekitar Rp805, dividen yield tercatat 2,51 persen.

Dari sisi valuasi, saham TOBA secara fundamental berada pada posisi yang cukup menantang. Rasio price to earnings (PE) TTM berada di -9,52 kali dan PE tahunan -1,67 kali, menunjukkan posisi rugi yang signifikan. 

Namun demikian, price to sales ratio masih cukup moderat di 1,04 kali, sedangkan price to book value (PBV) berada di 1,34 kali, mengindikasikan valuasi pasar yang relatif wajar terhadap nilai aset bersih perusahaan.

Kondisi arus kas operasional tetap positif sebesar Rp1,45 triliun, sementara free cash flow tercatat sebesar Rp987 miliar. Rasio price to free cashflow berada di 6,66 kali, mengindikasikan masih adanya potensi nilai bagi investor jangka panjang. 

Di sisi lain, leverage perusahaan cukup tinggi dengan debt to equity ratio 1,65 kali dan interest coverage ratio yang sangat rendah di 0,45 kali, mencerminkan tekanan dari sisi pembiayaan utang.

Dari sisi profitabilitas, gross profit margin kuartalan berada di 9,89 persen dan net profit margin tercatat negatif 83,97 persen. Return on equity (ROE) berada di -14,08 persen, sedangkan return on assets (ROA) -3,98 persen. 

Rasio-rasio ini memperlihatkan bahwa perusahaan masih dalam masa transisi dari bisnis batu bara menuju energi terbarukan dan kendaraan listrik.

Dari sisi valuasi pasar, kapitalisasi TOBA saat ini sekitar Rp6,57 triliun dengan enterprise value mencapai Rp13,85 triliun. EV/EBITDA berada di level 6,63 kali, masih tergolong masuk akal untuk sektor transisi energi. 

Namun EV/EBIT yang tinggi di 48,55 kali mencerminkan rendahnya laba operasional sebelum bunga dan pajak.

Jika dilihat dari performa harga saham, TOBA justru mencatatkan kenaikan tajam dalam 1 tahun terakhir sebesar 265,91 persen. Harga saham telah naik dari level Rp193 menjadi Rp955 pada Mei lalu, sebelum terkoreksi ke Rp805 saat ini. 

Meskipun sudah naik signifikan, price to free cashflow dan PBV yang relatif moderat membuat saham ini belum bisa dikategorikan sebagai mahal secara absolut, namun investor perlu memperhatikan tingginya volatilitas dan potensi tekanan keuangan dari utang jangka panjang.

Dengan fundamental saat ini, saham TOBA lebih cocok dikoleksi oleh investor dengan horizon jangka panjang yang percaya pada transformasi bisnis hijau perseroan. Kinerja keuangan saat ini belum mencerminkan potensi masa depan dari proyek-proyek EBT, ekspor listrik, dan ekosistem kendaraan listrik yang sedang dikembangkan. 

Bagi investor dengan profil risiko moderat hingga tinggi, TOBA masih layak dipantau sebagai salah satu kandidat saham transisi energi di Bursa Efek Indonesia.(*)

Disclaimer:
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Desty Luthfiani

Desty Luthfiani seorang jurnalis muda yang bergabung dengan KabarBursa.com sejak Desember 2024 lalu. Perempuan yang akrab dengan sapaan Desty ini sudah berkecimpung di dunia jurnalistik cukup lama. Dimulai sejak mengenyam pendidikan di salah satu Universitas negeri di Surakarta dengan fokus komunikasi jurnalistik. Perempuan asal Jawa Tengah dulu juga aktif dalam kegiatan organisasi teater kampus, radio kampus dan pers mahasiswa jurusan. Selain itu dia juga sempat mendirikan komunitas peduli budaya dengan konten-konten kebudayaan bernama "Mata Budaya". 

Karir jurnalisnya dimulai saat Desty menjalani magang pendidikan di Times Indonesia biro Yogyakarta pada 2019-2020. Kemudian dilanjutkan magang pendidikan lagi di media lokal Solopos pada 2020. Dilanjutkan bekerja di beberapa media maenstream yang terverifikasi dewan pers.

Ia pernah ditempatkan di desk hukum kriminal, ekonomi dan nasional politik. Sekarang fokus penulisan di KabarBursa.com mengulas informasi seputar ekonomi dan pasar modal.

Motivasi yang diilhami Desty yakni "do anything what i want artinya melakukan segala sesuatu yang disuka. Melakukan segala sesuatu semaksimal mungkin, berpegang teguh pada kebenaran dan menjadi bermanfaat untuk Republik".