KABARBURSA.COM - Bank Indonesia atau BI mencatat aliran modal asing keluar dari Indonesia masih tinggi di tengah ketidakpastian pasar keuangan global. Posisi Kewajiban Finansial Luar Negeri (KFLN) Indonesia mengalami penurunan sebesar 2,8 persen pada triwulan IV 2024 menjadi USD768,1 miliar, turun dari posisi USD790,0 miliar pada triwulan sebelumnya.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso menjelaskan, penurunan KFLN ini terjadi karena keluarnya investasi portofolio yang dipengaruhi oleh tekanan ekonomi global dan penguatan dolar AS.
“Penurunan posisi KFLN terutama disebabkan oleh arus modal keluar dari investasi portofolio seiring dengan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global. Sementara itu, investasi langsung dan investasi lainnya masih mencatat aliran modal masuk yang mencerminkan optimisme investor terhadap prospek ekonomi domestik,” kata Ramdan dalam keterangannya, Senin, 10 Maret 2025.
Penurunan KFLN juga dipicu oleh pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan penurunan harga saham domestik yang berdampak pada berkurangnya nilai instrumen keuangan dalam negeri.
Diketahui, pada penutupan perdagangan hari ini, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS lagi-lagi memburuk. Hal tersebut masih disebabkan oleh ketidakpastian global yang meningkat lantaran kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat Donald trump, yang selalu berubah.
Rupiah sore ini ditutup di level Rp16.367 per dolar AS, melemah 73 poin atau 0,44 persen dibandingkan penutupan Jumat sore, 7 Maret 2025, yang tercatat berada di level Rp16.294 per dolar AS.
Menurut pengamat mata uang Ibrahim Assuaibi, saat ini investor sedang berhati-hati dengan kebijakan tarif Trump. Apalagi, minggu lalu ia meningkatkan ketegangan perdagangan dengan mengenakan tarif 25 persen terhadap barang-barang asal Kanada dan Meksiko. Ketegangan memuncak setelah Trump juga menerapkan pungutan sebesar 20 persen kepada produk-produk China.
"Namun, ia kemudian melunakkan pendiriannya dengan menunda tarif selama empat minggu pada sebagian besar barang-barang Meksiko dan Kanada. Tetapi, dia tetap teguh pada pendiriannya terhadap China," tulis Ibrahin di risetnya.
Posisi Investasi Internasional Indonesia
Sementara, di sisi lain Posisi Investasi Internasional (PII) Indonesia pada triwulan IV 2024 juga menunjukkan penurunan kewajiban neto dari USD270,4 miliar pada triwulan III 2024 menjadi USD245,3 miliar. Penurunan ini disebabkan oleh peningkatan Aset Finansial Luar Negeri (AFLN) dan berkurangnya posisi KFLN.
AFLN mengalami kenaikan sebesar 0,6 persen pada triwulan IV 2024 menjadi USD522,8 miliar, dibandingkan dengan USD519,7 miliar pada triwulan sebelumnya. Kenaikan ini ditopang oleh peningkatan cadangan devisa serta aliran masuk modal dalam bentuk investasi langsung dan investasi portofolio.
“Peningkatan AFLN terutama disebabkan oleh bertambahnya cadangan devisa serta penempatan aset lainnya di luar negeri, meskipun masih tertahan oleh faktor eksternal seperti penguatan dolar AS dan pelemahan indeks harga saham global,” tambah Ramdan.
Secara tahunan, posisi kewajiban neto PII Indonesia turun dari USD257,9 miliar pada akhir 2023 menjadi USD245,3 miliar pada akhir 2024. Penurunan ini menunjukkan bahwa pertumbuhan AFLN lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan KFLN.
Meskipun demikian, Bank Indonesia menilai ketahanan eksternal Indonesia tetap terjaga. Rasio kewajiban neto PII terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mengalami perbaikan dari 18,8 persen pada 2023 menjadi 17,6 persen pada 2024. Selain itu, struktur kewajiban PII Indonesia juga masih didominasi oleh instrumen berjangka panjang sebesar 92,3 persen, yang terutama berasal dari investasi langsung.
Di sini, Bank Indonesia akan terus mencermati dinamika perekonomian global dan memperkuat respons kebijakan untuk menjaga stabilitas sektor eksternal. BI juga berkomitmen untuk memperkuat koordinasi dengan pemerintah serta otoritas terkait guna mengurangi risiko eksternal yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian nasional.
“BI akan terus memantau perkembangan arus modal asing dan memastikan kebijakan makroprudensial yang diambil dapat menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah serta ketahanan sektor keuangan Indonesia,” tutupnya.
Di lain pihak, Bursa efek Indonesia mencatat aksi jual bersih asing atau foreign net sell investor asing pada pekan kemarin lebih rendah dibandingkan minggu sebelumnya. Penurunan ini seiring dengan pengatan Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG.
Pada pekan perdagangan 3-7 Maret 2025, IHSG tercatat menguat sebesar 5,83 persen dan ditutup di 6.636,00. Asing melepas saham senilai Rp450,33 miliar, jauh lebih kecil dari pekan sebelumnya yang mencapai Rp10,2 triliun. Aksi jual ini menyasar sejumlah saham dari berbagai sektor, mulai dari perbankan, bahan baku, hingga energi.
Jadi, sejauh ini Bank Indonesia (BI) mencatat aliran modal asing yang keluar dari Indonesia masih cukup tinggi. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya kebijakan Trump yang tidak jelas dan melemahnya mata uang rupiah terhadap dolar AS.
Walau begitu, BEI justru mencatat aksi jual bersih asing justru mengalami penurunan. Hal ini mengindikasikan bahwa investor masih banyak yang menaruh minat pada perdagangan bursa Indonesia.(*)