KABARBURSA.COM - Saham PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) dan anak usahanya PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) dinilai masih undervalued oleh analis, meskipun keduanya mencatatkan pertumbuhan laba bersih yang solid pada kuartal I 2025.
Valuasi yang relatif rendah di tengah pencapaian kinerja yang tetap stabil membuat saham-saham grup Indofood kembali menarik perhatian pelaku pasar.
Berdasarkan riset KB Valbury Sekuritas tertanggal 8 Mei 2025, saham ICBP diperdagangkan pada price-to-earnings ratio (PER) 2025F sebesar 16,5 kali, berada sedikit di bawah -1 standar deviasi dari rerata historisnya. Sementara itu, saham INDF mencatatkan PER 2025F hanya sebesar 6,6 kali, menjadikannya salah satu saham konsumer dengan valuasi paling murah di bursa saat ini.
Target harga ICBP ditetapkan pada Rp13.990 per saham dengan potensi kenaikan sebesar 24,1 persen dari posisi saat ini, sedangkan target harga INDF berada di Rp8.800 atau sekitar 13,2 persen di atas harga pasarnya.
Didorong Selisih Kurs, Laba Indofood Naik tapi Penjualan Tumbuh Tipis
Kendati mencatatkan pertumbuhan laba bersih yang signifikan, analis menyoroti bahwa lonjakan tersebut bukan disebabkan oleh peningkatan penjualan yang substansial, melainkan karena keuntungan selisih kurs (foreign exchange gain) yang besar akibat apresiasi rupiah.
ICBP membukukan laba bersih sebesar Rp2,66 triliun pada kuartal I 2025, naik 13 persen secara tahunan (year on year/yoy). Namun, lebih dari Rp640 miliar atau sekitar seperempat dari laba tersebut berasal dari keuntungan selisih kurs, naik tajam dari hanya Rp51,2 miliar pada kuartal I tahun lalu.
Di sisi lain, pertumbuhan penjualan ICBP tergolong moderat, yakni hanya 2,1 persen yoy menjadi Rp17,9 triliun. Segmen mi instan masih menjadi pendorong utama, dengan kontribusi mencapai 68,1 persen dari total pendapatan.
Namun, tekanan tetap ada di sisi margin operasional. Margin laba usaha ICBP tercatat sedikit turun menjadi 19,4 persen, terkoreksi 20 basis poin dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Penurunan terbesar terjadi di segmen mi instan, yang marginnya turun dari 27,3 persen menjadi 24,7 persen karena dampak promosi dan penyesuaian harga di tengah kompetisi pasar domestik yang ketat. Meskipun begitu, segmen dairy dan makanan ringan menunjukkan perbaikan bertahap seiring stabilisasi biaya bahan baku.
Sementara itu, INDF mencatat laba bersih sebesar Rp2,72 triliun, naik 11,2 persen yoy. Sebagian besar peningkatan laba ini juga berasal dari forex gain yang melonjak menjadi Rp809,83 miliar, dari hanya Rp64,3 miliar pada tahun sebelumnya.
Namun dari sisi top line, penjualan konsolidasian justru menurun 3,9 persen menjadi Rp27,7 triliun. Pelemahan terutama disumbang oleh kinerja segmen Bogasari yang turun hingga 21 persen akibat kombinasi penurunan volume dan tekanan harga jual produk tepung terigu.
Kendati demikian, profitabilitas INDF tetap terjaga bahkan meningkat, didukung oleh kinerja segmen agribisnis. Margin laba usaha (EBIT margin) INDF naik menjadi 21,9 persen dari sebelumnya 20,8 persen. Segmen agribisnis membukukan pertumbuhan penjualan sebesar 28,7 persen yoy, sementara margin EBIT-nya melonjak menjadi 20,7 persen, naik signifikan 814 basis poin. Hal ini menunjukkan keberhasilan efisiensi biaya serta momentum harga produk sawit yang menguntungkan.
Segmen Agribisnis Jadi Penopang Margin INDF, Harga Saham Mulai Bergerak
Analis KB Valbury Sekuritas, Akhmad Nurcahyadi, menegaskan bahwa valuasi kedua saham masih menarik. “Dengan PER INDF di bawah 7x dan ICBP di bawah rata-rata historisnya, kami mempertahankan rekomendasi BUY untuk keduanya,” tulis Akhmad dalam riset yang diterbitkan, dikutip Kamis, 15 Mei 2025.
Ia juga menekankan bahwa investor perlu mewaspadai sustainabilitas laba ke depan, mengingat kontribusi besar dari komponen non-operasional seperti selisih kurs tidak selalu dapat diandalkan.
Secara teknikal, pergerakan harga saham juga mencerminkan dinamika tersebut. Pada perdagangan Kamis, 15 Mei 2025, saham INDF ditutup naik 2,86 persen ke level Rp8.100, mendekati target konsensus analis. Di sisi lain, saham ICBP ditutup melemah 1,12 persen ke Rp11.050, yang kemungkinan besar disebabkan aksi ambil untung setelah penguatan selama beberapa pekan terakhir. Volume perdagangan INDF tercatat melebihi rata-rata harian, menunjukkan adanya akumulasi oleh pelaku pasar institusi.
Secara keseluruhan, analis menilai bahwa saham INDF dan ICBP tetap prospektif bagi investor jangka menengah, khususnya yang mencari emiten dengan posisi pasar kuat, eksposur komoditas agribisnis, dan profil keuangan konservatif.
Namun, fokus pasar ke depan akan tertuju pada realisasi volume penjualan riil, pengendalian beban bunga, serta sensitivitas terhadap volatilitas nilai tukar, faktor-faktor yang akan menentukan apakah momentum kinerja saat ini bisa dipertahankan sepanjang tahun. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.