Mengutip Situs Kemendag, Jumat 31 Mei 2024, Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengumumkan bahwa pembayaran utang rafaksi minyak goreng akan segera dilakukan setelah proses verifikasi oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Menurut Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Isy Karim, pihaknya telah menyampaikan sejumlah dokumen yang diperlukan untuk pembayaran utang kepada BPDPKS. "Kami telah memberikan dokumen pembayaran ke BPDPKS minggu ini, jadi sekarang tinggal menunggu proses pembayarannya dari sana," ujarnya di Jakarta pada Rabu 29 Mei 2024 lalu.
Nilai utang yang akan dibayarkan mencapai Rp 474 miliar, yang merupakan hak dari Produsen Minyak Goreng dan anggota Asosiasi Peritel Indonesia (Aprindo). Angka ini didasarkan pada hasil verifikasi yang dilakukan oleh Sucofindo atas permintaan Kemendag.
Isy mengakui bahwa angka tersebut berbeda dari klaim Aprindo yang menyatakan utang pemerintah untuk ritel sebesar Rp 344 miliar. Namun demikian, Isy menekankan bahwa peritel harus dapat membuktikan dasar atau bukti atas klaim tersebut. "Aprindo telah mengklaim, jadi klaim tersebut harus didukung oleh bukti. Misalnya, biaya angkut harus disesuaikan dengan biaya sebenarnya," jelasnya.
Selain itu, Isy menjelaskan bahwa dokumen pembayaran juga telah mencantumkan ketentuan-ketentuan mengenai kriteria apa yang dapat diajukan klaimnya, yang kemudian akan dinilai apakah disetujui atau tidak.
Sebelumnya, Kemendag telah menjamin bahwa utang rafaksi minyak goreng akan dibayarkan sebelum Oktober 2024 kepada pengusaha ritel (Aprindo) dan produsen minyak goreng.
Isy menyatakan bahwa saat ini Kemendag masih dalam proses persiapan pembayaran utang rafaksi minyak goreng, yang akan diputuskan melalui rapat koordinasi (Rakor). "Kami akan segera menindaklanjuti tanpa menunggu hingga Oktober. Kami tidak ingin membuat janji-janji, kami sedang dalam proses dan menunggu hasil rapat Rakornya," tambahnya di Jakarta pada Senin 22 April 2024 lalu.
Rekam Jejak Utang Rafaksi Minyak Goreng
Kemendag belum juga membayar utang sebesar Rp 344 miliar kepada Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), yang sudah hampir memasuki 2 tahun penundaannya. Akibatnya, Aprindo sepakat untuk melaporkan Kemendag ke Mabes Polri karena belum menerima haknya atas pembayaran selisih harga minyak goreng (rafaksi) tersebut. Namun, bagaimana perkembangan perkaranya?
Mengutip Kompas, Jumat 31 Mei 2024, utang rafaksi ini bermula lebih dari setahun yang lalu, saat Kementerian Perdagangan di bawah kepemimpinan Muhammad Lutfi. Utang itu muncul ketika harga minyak goreng melonjak tinggi dan stoknya terbatas pada awal Januari 2022. Untuk mengatasi hal ini, Kemendag mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan untuk Kebutuhan Masyarakat, pada 19 Januari. Permendag itu menetapkan harga minyak goreng satu harga dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp 14.000 per liter.
Aprindo kemudian menginstruksikan anggotanya untuk menjual minyak goreng dengan harga tersebut, tidak peduli berapa harganya saat dibeli dari produsen. Pemerintah akan membayar selisih antara HET dan harga keekonomian Rp 17.260 per liter kepada pelaku usaha, termasuk produsen. Namun, proses pembayaran harus melalui verifikasi yang panjang sesuai aturan.
Sayangnya, Kemendag kemudian mencabut Permendag Nomor 3 Tahun 2022 dan menggantinya dengan Permendag Nomor 6 Tahun 2022 tentang Penetapan HET Minyak Goreng Sawit. Meskipun demikian, utang tersebut belum juga dibayarkan hingga saat ini.
Aprindo merasa terpingpong oleh pemerintah, dengan Kemendag yang mengalihkan masalah ini ke Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Padahal, Aprindo sudah mengikuti prosedur yang diminta oleh Kemendag, termasuk meminta pendapat hukum dari Kejaksaan Agung dan Sucofindo.
Dalam menanggapi situasi ini, Aprindo dan lima produsen minyak goreng akan melaporkan Kemendag ke Mabes Polri. Roy Mandey, Ketua Aprindo, menegaskan bahwa pihaknya tidak akan mundur dalam menuntut haknya. Ancaman tersebut menjadi tanda bahwa pemerintah harus serius menyelesaikan masalah ini, karena utang ini sudah hampir 2 tahun.
Roy juga menambahkan bahwa sejumlah ritel modern telah mulai memotong tagihan minyak goreng kepada distributor atau produsen sebagai ganti selisih harga yang belum dibayarkan Kemendag. Ancaman ke PTUN dan Mabes Polri adalah langkah tegas Aprindo jika utang ini tidak segera diselesaikan oleh pemerintah.
Kemendag belum juga membayar utang sebesar Rp 344 miliar kepada Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), yang sudah hampir memasuki 2 tahun penundaannya. Akibatnya, Aprindo sepakat untuk melaporkan Kemendag ke Mabes Polri karena belum menerima haknya atas pembayaran selisih harga minyak goreng (rafaksi) tersebut. Namun, bagaimana perkembangan perkaranya?
Utang rafaksi ini bermula lebih dari setahun yang lalu, saat Kementerian Perdagangan di bawah kepemimpinan Muhammad Lutfi. Utang itu muncul ketika harga minyak goreng melonjak tinggi dan stoknya terbatas pada awal Januari 2022. Untuk mengatasi hal ini, Kemendag mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan untuk Kebutuhan Masyarakat, pada 19 Januari. Permendag itu menetapkan harga minyak goreng satu harga dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp 14.000 per liter.
Aprindo kemudian menginstruksikan anggotanya untuk menjual minyak goreng dengan harga tersebut, tidak peduli berapa harganya saat dibeli dari produsen. Pemerintah akan membayar selisih antara HET dan harga keekonomian Rp 17.260 per liter kepada pelaku usaha, termasuk produsen. Namun, proses pembayaran harus melalui verifikasi yang panjang sesuai aturan.
Sayangnya, Kemendag kemudian mencabut Permendag Nomor 3 Tahun 2022 dan menggantinya dengan Permendag Nomor 6 Tahun 2022 tentang Penetapan HET Minyak Goreng Sawit. Meskipun demikian, utang tersebut belum juga dibayarkan hingga saat ini.
Aprindo merasa terpingpong oleh pemerintah, dengan Kemendag yang mengalihkan masalah ini ke Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Padahal, Aprindo sudah mengikuti prosedur yang diminta oleh Kemendag, termasuk meminta pendapat hukum dari Kejaksaan Agung dan Sucofindo.
Dalam menanggapi situasi ini, Aprindo dan lima produsen minyak goreng akan melaporkan Kemendag ke Mabes Polri. Roy Mandey, Ketua Aprindo, menegaskan bahwa pihaknya tidak akan mundur dalam menuntut haknya. Ancaman tersebut menjadi tanda bahwa pemerintah harus serius menyelesaikan masalah ini, karena utang ini sudah hampir 2 tahun.
Roy juga menambahkan bahwa sejumlah ritel modern telah mulai memotong tagihan minyak goreng kepada distributor atau produsen sebagai ganti selisih harga yang belum dibayarkan Kemendag. Ancaman ke PTUN dan Mabes Polri adalah langkah tegas Aprindo jika utang ini tidak segera diselesaikan oleh pemerintah.
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.