KABARBURSA.COM – PT Telkom Indonesia Tbk, berkode emiten TLKM, berencana melakukan pembelian saham Kembali atau buy back. Sayangnya, rencana ini perlu dikritisi dengan cara yang berbeda, karena ada agenda besar yaitu pemisahan Sebagian bisnis dan aset Wholesale Fiber Connectivity tahan pertama.
Struktur buy back yang disiapkan Telkom ini dibaca sangat spesifik dan terbatas. Hak menjual saham ke perseroan hanya diberikan kepada pemegang saham publik yang tercatat per 19 November 2025, hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa, serta secara aktif menyatakan ketidaksetujuan terhadap rencana pemisahan tersebut.
Dengan desain seperti ini, buyback bukan ditujukan untuk pasar secara luas, melainkan sebagai mekanisme kompensasi bagi pemegang saham minoritas yang memilih keluar karena tidak sepakat dengan arah restrukturisasi.
Ini adalah bentuk perlindungan hak pemegang saham yang diwajibkan oleh tata kelola dan regulasi, bukan strategi finansial agresif.
Penetapan harga buyback juga memperkuat karakter defensif tersebut. Harga ditentukan berdasarkan rata-rata penutupan perdagangan TLKM selama 90 hari kalender sebelum pengumuman rencana pemisahan.
Metode ini tidak memberikan premi spekulatif yang berlebihan, namun juga memastikan bahwa pemegang saham yang menggunakan haknya tidak dirugikan oleh volatilitas jangka pendek. Dengan kata lain, Telkom tidak sedang “mengejar” sahamnya sendiri, melainkan memfasilitasi exit yang adil dan terukur bagi pihak yang keberatan terhadap spin-off.
Dari sisi dampak terhadap free float, potensi penyusutan memang ada, tetapi skalanya kemungkinan terbatas. Kepemilikan mayoritas TLKM tetap berada di tangan Pemerintah Republik Indonesia, sementara saham publik tersebar di antara investor ritel dan institusi.
Dalam praktik pasar, investor institusi besar jarang menggunakan hak appraisal rights kecuali jika memandang restrukturisasi tersebut berisiko menurunkan nilai secara signifikan. Karena itu, pengurangan free float lebih tepat dipandang sebagai konsekuensi teknis, bukan perubahan struktural yang akan mengganggu likuiditas TLKM sebagai saham blue chip dan konstituen utama indeks.
Pertanyaan berikutnya adalah siapa yang diuntungkan dari skema ini. Pihak yang paling jelas memperoleh manfaat adalah pemegang saham publik yang tidak setuju dengan spin-off. Mereka mendapatkan jalan keluar dengan harga yang dihitung objektif dan kepastian pembayaran yang terjadwal.
Bagi Telkom sendiri, buyback ini berfungsi untuk memastikan proses pemisahan berjalan rapi, tanpa menyisakan potensi sengketa atau ketidakpuasan pemegang saham yang dapat membayangi agenda strategis ke depan.
Investor yang mendukung spin-off justru tidak memperoleh keuntungan langsung dari buyback ini, karena mereka memilih bertahan dan menanggung implikasi jangka panjang dari struktur baru Telkom.
Lalu, apakah rencana buyback ini bisa dibaca sebagai sinyal kekuatan atau justru langkah defensif? Dalam konteks ini, jawabannya lebih dekat ke defensif, namun defensif dari sisi tata kelola, bukan kelemahan finansial.
Buyback ini tidak muncul karena TLKM menilai sahamnya undervalued atau ingin mengatur suplai di pasar. Ia muncul karena kewajiban korporasi dalam proses pemisahan bisnis strategis. Dengan demikian, pesan yang dikirim ke pasar bukanlah optimisme harga jangka pendek, melainkan komitmen terhadap proses restrukturisasi yang tertib, transparan, dan patuh regulasi.
Kritik yang lebih relevan justru terletak pada fase setelah buyback dan spin-off efektif per 1 Januari 2026. Nilai TLKM ke depan tidak akan ditentukan oleh berkurangnya jumlah saham beredar, melainkan oleh seberapa jauh pemisahan bisnis wholesale fiber mampu memperjelas fokus usaha, meningkatkan efisiensi, dan membuka nilai ekonomi yang selama ini tersembunyi di dalam struktur lama.
Buyback ini menutup satu bab penting dalam proses restrukturisasi, tetapi bab berikutnya, yakni pembuktian kinerja pasca-spin-off, akan menjadi penentu utama bagaimana pasar akhirnya menilai Telkom.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.