KABARBURSA.COM – Peminat investasi aset kripto di Indonesia menunjukkan tren positif. Investor muda di Tanah Air melihat kripto sebagai sesuatu yang menjanjikan, meski kondisi pasar lokalnya tidak seramai pasar global.
Hal itu disampaikan oleh Steering Committee Indonesia Fintech Society (IFSoc) Rico Usthavia Frans, dalam press briefing Catatan Akhir Tahun 2024 Industri Financial Technology dan Ekonomi Digital, di Jakarta, Kamis, 19 Desember 2024.
“Kalau kita lihat, per Oktober tahun ini, dibandingkan dengan periode yang sama (tahun sebelumnya) mungkin sekitar 3,5 kali lipat lebih besar,” kata Rico.
Menurutnya, peningkatan jumlah investor di aset kripto sebagai sesuatu yang positif. Kendati demikian, Rico menilai ada tantangan yang harus dihadapi, terutama dalam hal memitigasi pengaturan aset kripto yang bakal berpindah jurisdiksinya dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada awal tahun 2025.
Sekadar informasi, pemindahan pihak pengawas PBK untuk aset kripto berdasarkan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) yang mengatur terkait industri perdagangan berjangka komoditi. Beberapa aspek yang diatur meliputi pengaturan umum dan pengawasan.
Di dalam UUP2SK disebutkan bahwa otoritas terkait, seperti OJK dan Bank Indonesia, memiliki kewenangan dalam mengatur dan mengawasi perdagangan berjangka komoditi.
Hal ini diatur dalam Pasal 19, di mana UU P2SK memperkenalkan perubahan atas UU sebelumnya terkait perdagangan berjangka komoditi, yaitu UU No. 32 Tahun 1997 yang telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 2011.
UU P2SK mengatur berbagai aspek terkait dengan sektor keuangan di Indonesia, termasuk industri PBK. UU P2SK bertujuan untuk memperkuat regulasi dan pengawasan di sektor ini agar lebih transparan, efisien, dan terintegrasi dengan sektor keuangan lainnya.
Lebih lanjut, Rico mengaku, jika IFSoc telah menggelar audiensi dengan pihak OJK selaku pengawas aset kripto yang baru dan dengan industri yang fokus dengan pengaturan kripto.
Ia mendesak agar pemangku kepentingan memberikan posisi yang jelas terhadap self regulatory organizations (SRO) yang terkait dengan bursa, clearing dan kustodian.
“Harapan kami adalah bisa terjadi harmonisasi antara regulator dalam hal ini OJK sebagai regulator makroprudensial yang mengatur hal-hal yang prinsip dan lebih strategis. Sementara regulator mikrotechnicalnya bisa tetap berada di SRO dan harmonisasinya itu bisa terjadi dengan rapi,” paparnya.
Daya Saing Pasar Lokal Loyo
Rico menilai, daya saing pasar kripto lokal masih rendah jika dibandingkan dengan pasar luar negeri. Penyebab pasar lokal masih loyo adalah karena pengenaan pajak ganda di setiap transaksi. Pengenaan pajak ganda terjadi karena aset kripto belum seutuhnya menjadi instrumen finansial.
Dalam transaksi aset kripto, baik penjual maupun pembeli dikenakan pajak secara bersamaan, sehingga terjadi pengenaan pajak ganda. Oleh karena itu, ia mendesak pemerintah untuk meninjau ulang regulasi terkait pajak ganda ini agar pasar kripto lokal lebih menarik bagi investor.
Peninjauan ini juga diharapkan dapat meningkatkan efisiensi sehingga transaksi off-ramp dan on-ramp dapat mendominasi pasar lokal.
Rico menambahkan bahwa transaksi on-ramp berarti konversi dari rupiah ke kripto, sedangkan off-ramp adalah konversi dari kripto ke rupiah. Menurutnya, dengan perbaikan regulasi, volume transaksi antar kripto di pasar lokal dapat meningkat signifikan.
Selain pajak ganda, daya saing pasar kripto lokal yang rendah juga disebabkan oleh tingginya biaya transaksi dan terbatasnya produk yang ditawarkan. Hal ini membuat investor lebih memilih bertransaksi di pasar luar negeri. Rico menyoroti bahwa pasar global menawarkan lebih banyak produk dan layanan dibandingkan dengan pasar dalam negeri yang masih terbatas.
Ia juga membandingkan pasar lokal dan global dari tiga aspek, yaitu investor, produk, dan layanan. Dari sisi investor, pasar kripto lokal hanya melayani individu, sedangkan pasar global melayani baik individu maupun institusi.
Dari sisi produk, pasar lokal hanya menyediakan unity token, security token, dan coin, sementara pasar global menawarkan produk yang lebih lengkap seperti exchange token, utility token, NFT, governance, dan stablecoin.
Sementara itu, dari segi layanan, pasar lokal hanya menyediakan spot trading dan staking. Sebaliknya, pasar global memiliki layanan yang lebih luas seperti spot trading, lending and borrowing, decentralized finance (DeFi), dan staking.
Dengan begitu dapat dikatakan bahwa transaksi Kripto di Indonesia masih sangat terbatas dibandingkan dengan di negara-negara lainnya, terutama Eropa. hal ini terkait dengan kebijakan-kebijakan yang dianggap masih membatasi ruang gerak Kripto di Tanah Air.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.