KABARBURSA.COM - Presiden Donald Trump kembali membuat gebrakan. Kali ini, Kepala Bureau of Labor Statistics (BLS) dicopot dari jabatannya setelah laporan ketenagakerjaan bulan Juli memicu amarah sang presiden. Laporan itu ia sebut sebagai “rekayasa,” tak sesuai narasi pertumbuhan ekonomi yang selama ini ia gaungkan.
Namun ironisnya, data yang diragukan Trump justru dijadikan pijakan utama oleh Federal Reserve (The Fed) untuk membaca perlambatan ekonomi nasional—serta sebagai alasan kuat untuk mulai memangkas suku bunga, sebuah langkah yang selama ini Trump desak secara terbuka.
The Fed Membaca Tanda Bahaya
Gubernur The Fed Michelle Bowman, sosok yang diangkat Trump sendiri, menyebut laporan ketenagakerjaan terakhir sebagai konfirmasi adanya kelelahan dalam dinamika pasar tenaga kerja.
“Saya melihat risiko besar jika kita terlambat bertindak. Ini bisa memperburuk kondisi pasar dan memperlambat laju ekonomi,” ujarnya dalam pernyataan tegas.
Laporan dari BLS yang menunjukkan pelambatan pertumbuhan lapangan kerja dalam tiga bulan terakhir—Mei, Juni, dan Juli—telah menggoyahkan fokus utama The Fed yang semula tertuju pada inflasi. Kini, sinyal resesi mulai masuk dalam radar kebijakan.
Konflik Narasi Ekonomi
Meski data itu berpotensi memperkuat argumentasi Trump dalam mendorong pemangkasan suku bunga, hasilnya justru membantah narasi keberhasilan kebijakan ekonomi sang presiden, mulai dari reformasi pajak hingga strategi imigrasi dan perdagangan.
Bowman dan rekannya, Gubernur Christopher Waller, bahkan telah mengisyaratkan dukungan terbuka untuk segera menurunkan suku bunga. Namun, dalam pertemuan terakhir, keputusan akhir masih mempertahankan tingkat suku bunga saat ini.
Di lantai bursa dan meja-meja spekulasi pasar, peluang pemangkasan suku bunga oleh The Fed dalam rapat 16–17 September kini diperkirakan mencapai 85%, menunggu dua data penting: inflasi Juli dan laporan ketenagakerjaan Agustus.
Pergantian Pimpinan BLS: Isu Independensi Mengemuka
Langkah Trump menunjuk E.J. Antoni—ekonom konservatif dari Heritage Foundation—sebagai kepala baru BLS pada Senin malam, menimbulkan kekhawatiran luas. Pasar menyoroti risiko terganggunya independensi dan integritas lembaga statistik yang selama ini menjadi fondasi kebijakan ekonomi dan moneter negara.
Meski Gedung Putih mempertanyakan validitas data BLS, lembaga itu diketahui memiliki sistem verifikasi data internal yang kompleks dan berlapis. The Fed pun menegaskan bahwa mereka mengandalkan validasi dari berbagai sumber eksternal dan independen.
Strategi The Fed: Tak Bergantung pada Satu Sumber
Presiden The Fed St. Louis, Alberto Musalem, menegaskan bahwa BLS bukan satu-satunya tumpuan. Mereka juga menyerap informasi dari lembaga swasta, pelaku usaha, hingga survei ekonomi.
Beberapa sumber data tambahan yang diandalkan The Fed antara lain:
Klaim mingguan tunjangan pengangguran dari Departemen Tenaga Kerja.
Survei bisnis dan konsumen dari Institute for Supply Management, NFIB, Conference Board, dan University of Michigan.
Data administratif BLS seperti Quarterly Census of Employment and Wages.
Laporan Beige Book yang memuat pengamatan langsung dan wawancara di berbagai wilayah ekonomi.
Tak Bisa Bohongi Realitas Ekonomi
Presiden The Fed Minneapolis, Neel Kashkari, mengingatkan bahwa manipulasi data bukan strategi jangka panjang.
“Anda tidak bisa menipu realita ekonomi. Publik akan merasakannya. Perusahaan juga. Mereka tahu apakah sedang merekrut atau justru melakukan pemutusan hubungan kerja,” ujarnya. “Mencoba meyakinkan rakyat bahwa inflasi tidak nyata atau angka pekerjaan baik-baik saja, sementara fakta di lapangan menunjukkan sebaliknya—itu sia-sia.”
Ketegangan antara Gedung Putih dan lembaga independen semakin meruncing. Di tengah ketidakpastian global dan potensi perlambatan domestik, kepercayaan terhadap data justru menjadi aset paling langka.(*)