KABARBURSA.COM – Bursa Efek Indonesia (BEI) membeberkan langkah dan sikap resminya setelah bersama Self-Regulatory Organization (SRO) lain menyurati Morgan Stanley Capital International (MSCI) terkait rencana penyesuaian metodologi free float. BEI menegaskan menghormati kewenangan MSCI sebagai penyedia indeks global, namun meminta agar metodologi yang diterapkan bersifat universal dan tidak diskriminatif terhadap pasar Indonesia.
Direktur Pengembangan BEI Jeffry Hendrik menjelaskan bahwa BEI telah menggunakan waktu yang diberikan MSCI untuk menyampaikan concern secara resmi, baik melalui surat maupun diskusi langsung dengan manajemen MSCI di New York.
“Boleh menyampaikan masukan. Pertama, kami sudah mengirimkan surat kepada MSCI untuk menyampaikan concern kami. Kami juga mendengar banyak pelaku pasar dan asosiasi menyampaikan concern yang sama. Concern kami tetap sama, kami menghormati kewenangan index provider, tetapi kami meminta agar metodologi yang akan diterapkan berlaku universal dan non-diskriminatif, artinya diterapkan juga di seluruh negara lain, tidak berlaku khusus kepada negara tertentu,” kata Jeffry di Jakarta dikutip Senin, 22 Desember 2025.
Menurut Jeffry, dalam dialog tersebut MSCI menyampaikan perhatian terhadap data free float Indonesia. BEI kemudian menggunakan kesempatan itu untuk menjelaskan regulasi dan praktik yang berlaku di pasar modal domestik.
“Kalau terkait dengan data free float, kami juga menyampaikan bahwa Indonesia sudah menerapkan kriteria free float yang lebih ketat dibandingkan beberapa bursa lain. Di Indonesia, kepemilikan di atas 5 persen oleh satu pihak sudah tidak dihitung sebagai free float, sementara di beberapa bursa lain bahkan di atas 10 persen masih diperhitungkan sebagai free float. Tetapi di sisi lain, kami juga ingin mendengar ekspektasi MSCI apa. Misalnya kemudahan akses data dan lain-lain, apa yang bisa kami sediakan tentu akan kami usahakan untuk meningkatkan transparansi,” ujarnya.
Jeffry menegaskan, hingga saat ini belum ada keputusan final dari MSCI. Masa konsultasi masih berlangsung sesuai informasi publik yang disampaikan MSCI hingga akhir Desember.
“Kami tidak tahu keputusannya kapan. Tapi yang pasti, bursa sudah menggunakan waktu yang diberikan untuk menyampaikan concern. Kami menghormati independensi index provider, dan kita lihat saja bagaimana hasil akhirnya,” katanya.
Ia juga mengingatkan bahwa dialog dengan MSCI bukan kali pertama dilakukan. Pada kesempatan sebelumnya, MSCI sempat berencana mengecualikan saham yang masuk papan pemantauan khusus dalam jangka waktu satu tahun. Setelah masukan dari berbagai pihak, kebijakan tersebut akhirnya disesuaikan menjadi tiga bulan.
Sebelumnya, isu penyesuaian metodologi free float MSCI menjadi sorotan karena dinilai berpotensi memengaruhi bobot saham Indonesia di indeks global dan memicu eksklusi sejumlah emiten.
BEI bersama SRO lain menilai kebijakan tersebut perlu diklarifikasi karena indikasinya tidak diterapkan secara merata di negara lain.
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Irvan Susandy sebelumnya menyatakan BEI mempertanyakan alasan MSCI menerapkan penyesuaian tersebut secara spesifik pada Indonesia. BEI pun menyiapkan surat resmi yang menjelaskan metode perhitungan free float di Indonesia, termasuk perbandingan dengan data kepemilikan dari Kustodian Sentral Efek Indonesia dan keterbukaan informasi emiten.
“Kami mempertanyakan kenapa aturan ini hanya berlaku untuk Indonesia. Kami akan jelaskan data dan kondisi free float yang sebenarnya,” ujar Irvan di Gedung BEI, Jakarta pada Senin, 3 November 2025 sore.
Dalam rancangan metodologi yang beredar, MSCI mengusulkan penggunaan laporan kepemilikan bulanan KSEI dengan pendekatan nilai terendah antara data keterbukaan emiten dan data KSEI. Selain itu, kepemilikan saham oleh korporasi lokal maupun asing berpotensi diklasifikasikan sebagai non-free float.
BEI menilai klasifikasi tersebut tidak sepenuhnya mencerminkan realitas kepemilikan saham publik di Indonesia. Sejumlah emiten yang terdampak juga telah mengirimkan surat keberatan secara terpisah, sementara BEI terus berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan untuk memastikan posisi pasar modal Indonesia dapat dijelaskan secara komprehensif.
Direktur Utama BEI Iman Rachman sebelumnya menegaskan bahwa kebijakan MSCI merupakan keputusan internal penyedia indeks. Namun BEI menekankan pentingnya transparansi dan perlakuan yang adil bagi seluruh bursa global.
BEI berharap dialog yang telah dibangun dapat menghasilkan kesepahaman mengenai struktur kepemilikan saham di Indonesia yang sesungguhnya, sekaligus memastikan pasar modal nasional diperlakukan secara setara dalam indeks global MSCI.(*)