KABARBURSA.COM – PT Sejahteraraya Anugrahjaya Tbk (SRAJ), pengelola jaringan layanan kesehatan yang menaungi RS Premier Bintaro, menutup paruh pertama 2025 dengan dua wajah. Di sisi penjualan, mesin pendapatan masih berdenyut—naik 5,3 persen year-on-year menjadi Rp1,19 triliun.
Di lain sektor, profitabilitas merosot tajam karena biaya keuangan melonjak, menggerus keuntungan dan menyeret kinerja ke wilayah rugi bersih di tengah reli harga saham yang kian agresif.
Laporan keuangan semesteran menunjukkan paradoks itu dengan gamblang. Laba usaha susut dari Rp97,4 miliar pada Juni 2024 menjadi Rp42,4 miliar per Juni 2025. Bukan karena marjin kotor ambruk—marjin operasional masih bertahan—melainkan karena lonjakan beban keuangan yang nyaris dua kali lipat, dari Rp86,3 miliar menjadi Rp175,8 miliar.
Tekanan bunga membuat laba sebelum pajak berbalik negatif Rp109,5 miliar, meninggalkan rugi bersih Rp65,4 miliar setelah memperhitungkan manfaat pajak. Gambaran di neraca ikut menegaskan arah angin, di mana total liabilitas membengkak menjadi Rp6,13 triliun dari Rp3,85 triliun, sementara ekuitas menipis ke Rp1,47 triliun.
Dengan struktur seperti ini, beban bunga menjelma menjadi rem yang menekan pedal gas operasional.
Dari sudut pandang fundamental, pengaruhnya tidak kecil. Kenaikan penjualan belum diterjemahkan menjadi perbaikan laba, sebab harga uang yang ditanggung perseroan lebih dominan ketimbang efisiensi di lini operasi.
Indikator kehati-hatian pun menyala. Rasio utang terhadap ekuitas kuartalan mencapai 2,98, interest coverage TTM berada di 0,83, dan Altman Z-Score 0,81. Ini menjadi sebuah angka-angka yang mengisyaratkan manuver keuangan harus ekstra hati-hati.
Selama biaya dana tetap tinggi, setiap kenaikan tarif layanan, perbaikan mix kasus, atau peningkatan utilisasi tempat tidur bisa saja habis dimakan bunga sebelum berbuah di baris laba bersih.
Kontrasnya, di lantai bursa sentimen berbicara lain. Harga SRAJ melesat berbulan-bulan terakhir hingga menyentuh level lima digit. Kenaikan ini ditopang derasnya minat spekulatif dan momentum teknikal.
Pada perdagangan harian, indikator-indikator teknis menggambarkan tren yang sangat kuat. Relative Strength Index (RSI) berada di kisaran 98—zona jenuh beli yang jarang—sementara Average Directional Index (ADX) menembus 93, menandakan tren naik yang solid.
Hampir seluruh moving average, dari periode pendek hingga panjang, masih mengarah ke sinyal beli. Level pivot harian berada di sekitar 10.383, dengan area dukungan terdekat 10.241 dan rentang resistensi 10.641 hingga 11.041.
Bagi pelaku pasar, peta ini menyuguhkan dilema klasik antara cerita angka dan cerita harga. Tren yang kuat bisa berlanjut selama minat beli belum surut, namun osilator yang “panas” biasanya meningkatkan peluang jeda atau tarik napas teknikal.
Dalam praktiknya, pelaku momentum lazim menunggu pengujian ulang area pivot untuk menguji kekuatan dukungan sebelum melanjutkan Langkah. Sementara, pihak yang lebih konservatif cenderung menanti normalisasi indikator jangka pendek agar volatilitas mereda.
Ke depan, bab penentu berada pada strategi pendanaan perseroan. Pembalikan arah kinerja laba sangat bergantung pada kemampuan menurunkan biaya bunga—melalui penjadwalan ulang utang, pengelolaan tenor, atau mencari sumber dana yang lebih murah—sekaligus menjaga mesin pendapatan tetap berputar.
Selama dua hal itu belum bertemu di satu titik, jurang antara reli harga dan napas fundamental akan tetap menganga. Dan dalam pasar yang cepat berubah, jurang semacam ini biasanya hanya bisa dijembatani oleh bukti baru di laporan kuartalan berikutnya.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.