KABARBURSA.COM – Sinyal pelemahan mulai terasa di tubuh PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL). Setelah sempat menjadi primadona sektor infrastruktur digital pasca akuisisi besar-besaran menara dari Telkomsel, kini mesin laba perusahaan mulai kehilangan daya dorongnya.
Laporan kuartal ketiga 2025 memperlihatkan pelemahan yang konsisten di hampir seluruh lini, meski kinerja tahunan masih terjaga di level stabil.
Laba bersih Mitratel merosot 21,3 persen secara kuartalan (qoq) menjadi Rp447 miliar, menandakan adanya tekanan profitabilitas yang mulai nyata. Pendapatan turun 2,1 persen qoq dan 1,5 persen yoy ke Rp2,28 triliun, sementara margin bersih tergerus dari 24,3 persen menjadi 19,6 persen.
Secara kumulatif, kinerja sembilan bulan pertama 2025 hanya naik tipis 0,9 persen yoy, dengan laba Rp1,54 triliun. Nilai ini setara dengan 74 persen dari target internal UOB Kay Hian, namun masih di bawah konsensus pasar yang menargetkan capaian 70 persen dari proyeksi tahunan.
Di balik stabilitas angka, bisnis Mitratel menunjukkan gejala kejenuhan. Rasio sewa menara (tenancy ratio) yang kini hanya 1,55x, stagnan sejak 2021, menandakan pertumbuhan tambahan pelanggan sudah melambat.
Setelah mengakuisisi lebih dari 15.000 menara dari Telkomsel, peningkatan utilisasi justru berjalan lambat karena sebagian besar aset baru memiliki tingkat sewa rendah.
Sebagai perbandingan, Tower Bersama Infrastructure (TBIG) dan Sarana Menara Nusantara (TOWR) masih mencatat rasio 1,7x. Rasio tersebut mempertegas bahwa efisiensi monetisasi aset MTEL tertinggal.
Di sisi lain, bisnis serat optik yang diharapkan menjadi mesin pertumbuhan baru juga belum optimal. Dengan tenancy ratio hanya 1,22x, jauh di bawah 1,88x milik TOWR. Dengan kata lain, monetisasi aset digital Mitratel masih tertahan.
Operasional Terbatas Pembiayaan Ekspansi
Secara operasional, margin EBITDA memang masih tinggi di 83,6 persen, namun tren penurunannya menunjukkan tekanan dari biaya bunga dan depresiasi akibat ekspansi agresif sebelumnya. Dengan debt-to-equity ratio 0,6x dan interest cover 5,1x, posisi keuangan MTEL tergolong sehat, tetapi ruang untuk pembiayaan ekspansi tambahan kian terbatas.
Namun, UOB Kay Hian tetap mempertahankan rekomendasi BUY dengan target harga yang direvisi dari Rp820 menjadi Rp700. Rekomendasi ini mencerminkan fase mature market yang dihadapi industri menara, di mana pertumbuhan harga sewa telah mendatar di kisaran Rp10,2 juta per tenant per bulan.
Meski pertumbuhan melambat, peluang jangka menengah masih terbuka melalui ekspansi serat optik. Hingga September 2025, panjang jaringan Mitratel telah mencapai 67.739 kilometer, naik 10,8 persen secara tahunan.
Jaringan ini menjadi tulang punggung bagi kebutuhan backhaul 5G dan fixed wireless access, terutama di luar Jawa. Walau monetisasinya masih lamban, aset ini menjadi fondasi penting bagi diversifikasi pendapatan di masa depan.
Dividen Masih Jadi Daya Tarik MTEL
Dari sisi kepemilikan, Telkom Indonesia yang memegang 71,9 persen saham MTEL mulai menegaskan arah baru yang lebih berorientasi pada pengembalian nilai. Fokus pada efisiensi modal dan dividen stabil 3–3,4 persen per tahun menjadi daya tarik bagi investor defensif.
Namun, risiko jangka pendek tetap tinggi. Pertumbuhan laba hanya diperkirakan naik 2,8–4,8 persen per tahun hingga 2027. Artinya, rerating harga saham masih bergantung pada kemampuan MTEL meningkatkan utilisasi menara dan memonetisasi jaringan fiber.
Kinerja MTEL 2025 dengan jelas menggambarkan fase transisi dari ekspansi menuju optimalisasi. Bisnis menara yang dulu jadi motor utama kini memasuki tahap jenuh, sementara pilar baru di segmen fiber mulai disiapkan untuk menopang pertumbuhan jangka menengah.
Tantangan berikutnya bagi Mitratel bukan lagi soal menambah aset, melainkan bagaimana membuat setiap aset yang sudah ada bekerja lebih efisien dan berkontribusi nyata terhadap margin. Di tengah industri telekomunikasi yang semakin rasional, MTEL kini diuji untuk membuktikan bahwa skala besar tidak selalu menjamin pertumbuhan berkelanjutan.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.