KABARBURSA.COM - Popularitas layanan Buy Now Pay Later (PayLater) melonjak tinggi hingga 169 persen sepanjang tahun 2023, baik di platform e-commerce maupun sektor belanja offline. Metode pembayaran ini semakin digemari oleh konsumen untuk berbagai kebutuhan sehari-hari. Menurut Otoritas Jasa Keuangan, outstanding piutang pembiayaan perusahaan PayLater per Maret 2024 mencapai 6,13 triliun rupiah. Jumlah pengguna aktif PayLater di Indonesia tercatat sebanyak 13,4 juta orang, dengan kelompok usia terbesar antara 26 hingga 35 tahun. Menariknya, jumlah pengguna berusia 36 hingga 45 tahun juga terus meningkat setiap tahunnya.
Layanan PayLater atau Beli Sekarang Bayar Nanti semakin populer di Indonesia. Tapi, benarkah layanan ini bermanfaat? Atau justru menimbulkan lebih banyak masalah? Hutomo Prayoga dari KabarBursa dot Kom menghimpun berbagai pendapat masyarakat terkait layanan PayLater. Ada yang merasa terbantu karena kemudahan dan fleksibilitas pembayaran. Namun, ada juga yang mengeluhkan dampak negatif seperti utang yang menumpuk dan perilaku konsumtif.
Penawaran layanan Buy Now Pay Later (BNPL) atau Beli Sekarang Bayar Nanti memang menggiurkan dan bisa menjadi penyelamat saat darurat. Namun, di balik kemudahan ini, ada sisi gelap yang mengintai. Menurut International Data Corporation, volume transaksi PayLater di Indonesia mencapai 530 juta dolar Amerika pada tahun 2020, dan diproyeksikan akan mencapai 5,15 miliar dolar Amerika pada tahun 2025. Angka yang luar biasa, bukan?
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) saat ini sedang mengkaji aturan baru yang akan diterbitkan pada tahun 2025 untuk mengatur layanan PayLater. Aturan ini bertujuan untuk mendorong pertumbuhan bisnis yang sehat dan tetap memperhatikan prinsip perlindungan konsumen. Aturan PayLater diatur dalam POJK Nomor 35 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan dan POJK Perlindungan Konsumen. OJK saat ini sedang mengkaji 8 hal utama, di antaranya metode penilaian kredit, suku bunga, perlindungan data pribadi, dan masalah penagihan. Kali ini, kita akan berdiskusi dengan Bapak Nailul Huda, Direktur Ekonomi Digital dari CELIOS (Center of Economic and Law Studies).