KABARBURSA.COM - Pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menilai rencana pemerintah Indonesia memberikan kesempatan organisasi masyarakat (ormas) ataupun organisasi keagamaan melalui regulasi tidak tepat.
"Ormas tadi itu domainnya bukan bisnis entitas. Kalau kemudian melalui regulasi diberikan (izin mengelola), saya tidak yakin itu akan menghasilkan," ujar Fahmy ketika dikonfirmasi Kabar Bursa, Kamis, 18 April 2024.
Organisasi tersebut, menurut Fahmy, tidak memiliki kompetensi atas bidang itu. Oleh karenanya, alih-alih mendapatkan keuntungan, ormas dan organisasi keagamaan justru menghasilkan biaya tinggi pada pertambangan.
"Saya menyangka nanti (ormas) hanya berperan sebagai perantara, semacam makelar saja. Yang diberikan misalnya ormas tadi, kemudian dia dijual lagi ke pengusaha, dan yang bergerak adalah pengusaha juga. Nah, ini akan menimbulkan biaya tinggi," ungkapnya.
Sebelumnya, pemerintah dikatakan tengah mengejar revisi Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Dalam draft peraturan tersebut tertuang mandat yang dianggap memberi izin ormas maupun organisasi keagamaan memiliki kesempatan untuk mengelola tambang, khususnya tambang batu bara.
Dalam draft revisi, khususnya di antara Pasal 75 dan Pasal 76 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 75 A sehingga berbunyi sebagai berikut, yang ayat pertama dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, WIUPK dapat dilakukan pemberian secara prioritas kepada Badan Usaha swasta.
Sementara ayat kedua, ketentuan mengenai pemberian secara prioritas kepada Badan Usaha swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Presiden.