KABARBURSA.COM - Wall Street kembali menguat tajam, kali ini bukan karena kabar baik ekonomi, melainkan jeda sementara dari Presiden Donald Trump terhadap tarif dagang Uni Eropa.
Setelah sebelumnya sempat terjun bebas, indeks S&P 500 naik 2 persen dalam perdagangan pertama pasca-pengumuman penundaan tarif 50 persen atas produk impor dari Eropa, dari 1 Juni ke 9 Juli.
Dilansir dari AP di Jakarta, Rabu, 28 Mei 2025, sentimen ini langsung mendorong Dow Jones melonjak 740 poin (1,8 persen), sementara Nasdaq terbang 2,5 persen. Kenaikan tersebut menutup sepenuhnya kerugian pada Jumat lalu, ketika pasar ambruk akibat pengumuman tarif terhadap 27 negara anggota Uni Eropa, termasuk Jerman dan Prancis.
Langkah Trump memberi secercah harapan bahwa Amerika Serikat bisa merajut kesepakatan dagang dengan mitra strategisnya, sembari menghindari risiko resesi global. Sebelumnya, Trump juga menunda tarif atas produk China awal bulan ini, yang sempat memicu reli lebih besar di Wall Street.
“Kami lebih percaya aksi ketimbang kata-kata,” ujar Jean Boivin dari BlackRock Investment Institute, menanggapi langkah Trump. “Tekanan ekonomi membuat kebijakan berbalik arah.”
Meski begitu, awan kekhawatiran belum benar-benar pergi. Indeks S&P 500 memang sudah kembali mendekati rekor tertingginya—tinggal 3,6 persen dari puncaknya—namun luka akibat anjlok 20 persen bulan lalu masih membekas.
Pasar khawatir ketidakpastian yang ditimbulkan oleh tarik-ulur tarif ini bisa membuat rumah tangga dan pelaku usaha di Amerika membekukan belanja dan investasi mereka. Survei konsumen menunjukkan ketidakpastian soal arah ekonomi dan inflasi masih tinggi.
Namun, untuk Selasa ini, pasar dikuasai optimisme. Laporan Conference Board menunjukkan kepercayaan konsumen AS naik lebih tinggi dari perkiraan pada Mei, menandai kenaikan pertama dalam enam bulan terakhir.
Ekspektasi mereka terhadap pendapatan, iklim usaha, dan peluang kerja juga ikut membaik, meski masih di bawah batas yang biasanya menandai ancaman resesi. Sekitar separuh responden mengisi survei usai pengumuman Trump soal China.
Nvidia dan Salesforce Pimpin Reli Saham AS
Peningkatan kepercayaan konsumen di Amerika tidak hanya terjadi di satu-dua kelompok, tapi meluas ke berbagai usia dan tingkat pendapatan, kata Conference Board. Optimisme ini pun langsung tercermin di lantai bursa.
Salah satu pendorong utama reli pasar Selasa lalu adalah saham Nvidia yang melesat 3,2 persen, jadi penarik terbesar indeks S&P 500. Perusahaan chip yang tengah digandrungi karena lonjakan minat terhadap teknologi kecerdasan buatan (AI) ini dijadwalkan merilis laporan keuangan pada Rabu besok.
Nvidia menjadi perusahaan terakhir dari “Magnificent Seven”—tujuh raksasa teknologi—yang merampungkan laporan kuartalannya.
Meski dinilai tengah menunggangi gelombang besar berkat euforia AI, Nvidia juga dihujani kritik soal valuasi sahamnya yang dianggap terlalu tinggi.
Saham Informatica ikut melesat 6 persen usai Salesforce mengumumkan rencana akuisisi senilai sekitar USD8 miliar (Rp131,2 triliun) dalam bentuk saham. Salesforce sendiri naik 1,5 persen. Keduanya ikut menyumbang reli luas di pasar saham AS, di mana 93 persen saham dalam indeks S&P 500 bergerak naik.
Namun tak semua saham bersinar. Saham AutoZone justru turun 3,7 persen usai laporan keuangan yang campur aduk untuk periode tiga bulan hingga 10 Mei. Meski pendapatan naik lebih tinggi dari ekspektasi, laba perusahaan di bawah proyeksi analis.
CEO Phil Daniele menyebut performa bisnis domestik, baik ritel maupun komersial, cukup baik. Tapi pergerakan nilai tukar memberi tekanan pada operasi internasional mereka.
Secara keseluruhan, S&P 500 naik 118,72 poin ke level 5.921,54, sedangkan Dow Jones Industrial Average melonjak 740,58 poin ke 42.343,65, dan Nasdaq terbang 461,96 poin ke 19.199,16.
Di pasar obligasi, imbal hasil Treasury 10 tahun turun ke 4,44 persen dari 4,51 persen pada Jumat lalu. Penurunan ini sedikit melegakan pasar saham yang sebelumnya tertekan oleh kekhawatiran atas peningkatan utang pemerintah AS.
Kenaikan imbal hasil juga terlihat di pasar obligasi negara maju lain, terutama Jepang, di mana lelang obligasi jangka panjang baru-baru ini kurang diminati investor. Namun sentimen membaik setelah Kementerian Keuangan Jepang mengirim kuesioner kepada para investor obligasi—langkah yang ditafsirkan sebagai sinyal penenangan pasar.
Sementara itu, indeks saham di Eropa cenderung naik, sedangkan pasar Asia mencatatkan hasil campuran.(*)