KABARBURSA.COM - Wall Street menguat pada perdagangan Jumat waktu Amerika Serikat (AS) atau Sabtu, 4 Januari 2025, dini hari WIB. Pasar saham AS tersebut mencatatkan kenaikan setelah melewati periode suram pascaliburan.
Dilansir dari Apnews di Jakarta, Sabtu, Indeks S&P 500 melesat 1,3 persen alias mencatat kenaikan pertama sejak Natal dan menjadi hari terbaiknya dalam hampir dua bulan. Penguatan saham-saham teknologi raksasa membantu S&P 500 menghentikan tren penurunan lima hari berturut-turut dan memangkas kerugian mingguan menjadi 0,5 persen.
Sementara itu, indeks Dow Jones Industrial Average naik 339 poin atau 0,8 persen, sedangkan Nasdaq melonjak 1,8 persen.
Pendorong terbesar kenaikan ini adalah Nvidia yang melesat 4,5 persen. Saham-saham perusahaan yang terlibat dalam teknologi kecerdasan buatan (AI) lainnya juga menguat meski mendapat kritik karena harga sahamnya dinilai sudah terlalu tinggi. Super Micro Computer, yang menjual server untuk kebutuhan AI dan lainnya, melonjak 10,9 persen, sementara Palantir Technologies naik 6,3 persen.
"Meski keuntungan mudah dari saham AI mungkin sudah lewat, kami melihat reli ini masih jauh dari kata selesai,” ujar Chief Investment Officer UBS Global Wealth Management untuk kawasan Amerika, Solita Marcelli.
Saham Tesla juga mencatat kenaikan signifikan atau melonjak 8,2 persen setelah merosot 6,1 persen sehari sebelumnya akibat laporan pengiriman kendaraan listrik yang lebih rendah dari ekspektasi analis untuk kuartal terakhir 2024.
Rival Tesla, Rivian, justru melesat 24,5 persen setelah mengumumkan pengiriman lebih dari 14.000 unit kendaraan selama kuartal terakhir—lebih tinggi dari perkiraan analis.
Namun, tidak semua saham menikmati tren positif. U.S. Steel turun 6,5 persen setelah Presiden Joe Biden memblokir rencana akuisisi senilai hampir USD15 miliar oleh Nippon Steel asal Jepang terhadap perusahaan tersebut.
Saham perusahaan minuman beralkohol juga tergelincir setelah U.S. Surgeon General Vivek Murthy mengeluarkan peringatan tentang kaitan langsung konsumsi alkohol dengan peningkatan risiko kanker. Murthy menyerukan pembaruan label peringatan kesehatan pada minuman beralkohol serta penyesuaian pedoman konsumsi untuk memperhitungkan risiko tersebut.
Molson Coors Beverage turun 3,4 persen, sedangkan Brown-Forman, produsen Jack Daniel’s, melemah 2,5 persen.
Secara keseluruhan, indeks S&P 500 naik 73,92 poin menjadi 5.942,47. Dow Jones menguat 339,86 poin ke level 42.732,13, dan Nasdaq melonjak 340,88 poin menjadi 19.621,68.
Kendati penurunan pasca-Natal sempat membayangi, kilau pasar saham AS masih bersinar setelah mencatatkan dua tahun gemilang. Indeks saham berhasil mencetak rekor baru setelah ekonomi AS tetap tumbuh meskipun suku bunga tinggi yang diberlakukan Federal Reserve telah menekan inflasi mendekati target 2 persen.
Meski demikian, jalan ke depan belum tentu mulus. Salah satu alasan S&P 500 mencetak lebih dari 50 rekor sepanjang tahun lalu adalah ekspektasi bahwa The Fed akan terus menurunkan suku bunga hingga 2025 setelah memulainya pada September 2024.
Tetap Waspada di Tengah Kekhawatiran Baru
Ekspektasi investor terhadap pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve mulai menurun seiring inflasi yang tetap membandel. The Fed masih berjuang menekan inflasi hingga mencapai target 2 persen.
Sementara itu, kebijakan tarif impor dan kebijakan ekonomi lain dari Presiden terpilih Donald Trump memicu kekhawatiran tambahan yang dapat menambah tekanan inflasi.
Di tengah situasi ini, beberapa pihak menilai harga saham AS sudah terlalu mahal, mengingat kenaikannya jauh melampaui pertumbuhan laba perusahaan.
Dampak ancaman tarif Trump juga terasa di pasar saham global. Bursa Shanghai turun 1,6 persen atau mencatatkan penurunan mingguan sebesar 5,6 persen. Sebaliknya, indeks Hang Seng di Hong Kong naik 0,7 persen meski masih membukukan kerugian mingguan sebesar 1,6 persen. Indeks di Eropa juga terpantau melemah.
Namun, kabar berbeda datang dari Korea Selatan. Indeks Kospi melonjak 1,8 persen setelah penjabat presiden dan Menteri Keuangan Choi Sang-mok menjanjikan langkah-langkah tambahan untuk menstabilkan perekonomian di tengah krisis politik yang mengguncang negara itu, di mana dua kepala negara diimpeach dalam sebulan terakhir.
Di pasar obligasi, imbal hasil Treasury AS menguat setelah laporan aktivitas manufaktur AS lebih baik dari yang dikhawatirkan.
Laporan dari Institute for Supply Management (ISM) menunjukkan sektor manufaktur kembali mengalami kontraksi untuk ke-25 kalinya dalam 26 bulan terakhir, meski kontraksinya tidak separah perkiraan ekonom. Sektor manufaktur menjadi salah satu sektor yang paling terpukul akibat suku bunga tinggi dalam beberapa tahun terakhir.
Imbal hasil Treasury bertenor 10 tahun naik menjadi 4,59 persen dari 4,56 persen pada Kamis malam. Sementara itu, imbal hasil Treasury bertenor 2 tahun—yang lebih sensitif terhadap kebijakan The Fed—juga naik ke 4,28 persen dari 4,25 persen.(*)