KABARBURSA.COM - Wall Street mengalami kenaikan pada Jumat waktu setempat, 6 Desember 2024, setelah data payrolls AS menunjukkan pertumbuhan lapangan kerja yang kuat pada November.
Data payrolls tersebut mendorong ekspektasi bahwa Federal Reserve akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin dalam pertemuan pada 17-18 Desember mendatang, dengan peluang mencapai 85 persen, meningkat dari 68 persen pada laporan sebelumnya.
Laporan tersebut menunjukkan bahwa nonfarm payrolls naik sebanyak 227.000 pekerjaan pada November, setelah revisi naik menjadi 36.000 pada Oktober yang dipengaruhi oleh badai dan pemogokan. Angka ini melampaui perkiraan ekonom yang memperkirakan pertumbuhan 200.000 pekerjaan. Meskipun demikian, tingkat pengangguran naik, sementara tingkat partisipasi tenaga kerja justru turun.
Pasar saham AS memberikan respon positif, dengan indeks S&P 500 dan Nasdaq masing-masing naik 0,25 persen dan 0,8 persen. Kenaikan ini didorong oleh proyeksi optimis dari perusahaan seperti Lululemon Athletica dan Ulta Beauty. Namun, indeks Dow sedikit melemah akibat penurunan saham UnitedHealth Group sebesar 5 persen.
Pasa saham Eropa juga mencatatkan kenaikan moderat dengan indeks STOXX 600 naik 0,2 persen, menjadi kenaikan mingguan terkuat dalam sepuluh minggu terakhir.
Saham Prancis juga mengalami lonjakan terbesar dalam tiga minggu setelah Presiden Emmanuel Macron menyatakan akan menunjuk perdana menteri baru untuk mengesahkan anggaran 2025. Euro, yang sebelumnya menguat akibat meredanya kekhawatiran politik di Prancis, justru turun 0,23 persen menjadi USD1,056.
Inflasi jadi Tantangan
Di lain sisi, reliabilitas pasar saham Amerika Serikat kembali diuji oleh laporan inflasi yang akan dirilis dalam pekan mendatang. Ini menjadi sebuah data penting yang dapat mempengaruhi rencana Federal Reserve terkait pemotongan suku bunga.
Di tengah euforia rekor kenaikan indeks saham S&P 500, yang mencatatkan kenaikan mingguan ketiga berturut-turut dan lonjakan lebih dari 27 persen sepanjang tahun ini, pasar menghadapi kemungkinan gangguan jika inflasi menunjukkan angka yang melebihi ekspektasi.
Kondisi ekonomi AS yang tetap tangguh di tengah ekspektasi pelonggaran kebijakan moneter oleh The Fed menjadi latar belakang optimisme pasar. Laporan pekerjaan terbaru memperlihatkan peningkatan 227.000 pekerjaan di bulan November, lebih tinggi dari prediksi awal.
Namun, meskipun data ini menunjukkan penguatan pasar tenaga kerja, tingkat pengangguran justru naik menjadi 4,2 persen. Kondisi ini memberikan indikasi bahwa tekanan inflasi mungkin tetap terkendali, sehingga tidak mengubah rencana The Fed untuk memotong suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan 17-18 Desember mendatang.
Meski demikian, laporan indeks harga konsumen (CPI) yang akan dirilis pada hari Rabu pekan depan, menjadi titik perhatian utama. Jika inflasi tercatat lebih tinggi dari perkiraan, yaitu 2,7 persen secara tahunan, pasar saham dapat mengalami tekanan.
Analis memperingatkan bahwa data inflasi yang "panas" ini akan timbul ketidakpastian menjelang pertemuan The Fed. Dalam situasi seperti ini, bank sentral dapat mengambil langkah pemotongan suku bunga yang lebih berhati-hati dengan mengisyaratkan batasan untuk pelonggaran moneter di masa depan.
Rencana kebijakan ekonomi Presiden terpilih Donald Trump juga berpotensi menambah ketegangan. Usulan untuk menaikkan tarif impor dinilai akan memicu tekanan inflasi lebih lanjut.
Di sisi lain, The Fed kemungkinan akan berhenti sementara dalam pemotongan suku bunga pada awal tahun 2025 untuk mengevaluasi dampak kebijakan fiskal baru tersebut.
Kendati sentimen optimisme mendominasi, beberapa analis mulai memperingatkan potensi koreksi pasar. Nilai Price-to-Earnings (P/E) S&P 500 yang mencapai 22,6 kali estimasi pendapatan 12 bulan ke depan adalah yang tertinggi dalam tiga tahun terakhir, mencerminkan valuasi yang semakin mahal.
Indikator sentimen bullish di kalangan penasihat investasi juga memunculkan kekhawatiran akan potensi pembalikan tren. Namun, banyak investor yang tetap percaya bahwa akhir tahun, periode yang secara historis kuat bagi pasar saham, akan terus memberikan keuntungan.
Dengan sejumlah tantangan yang mulai mereda—seperti ketidakpastian suku bunga, tekanan pasar tenaga kerja, dan tensi geopolitik—proyeksi pasar saham masih terlihat positif.
Namun, ketahanan tren ini akan sangat bergantung pada bagaimana pasar mencerna data inflasi yang akan datang dan langkah kebijakan The Fed berikutnya. Tahun ini mungkin menjadi salah satu periode yang mencerminkan dinamika antara optimisme pasar dan tantangan ekonomi secara lebih tajam.
Pasar Asia Mengalami Perbaikan
Di Asia, pasar saham juga menunjukkan perbaikan. Indeks saham Asia-Pasifik di luar Jepang naik 0,2 persen. Hal ini didorong oleh lonjakan saham Tiongkok yang mencapai level tertinggi dalam tiga minggu.
Lonjakan pasar saham Tiongkok ini membuat investor mulai membeli saham teknologi menjelang pertemuan kebijakan tingkat tinggi yang akan menentukan agenda ekonomi Tiongkok untuk tahun depan.
Di pasar obligasi, imbal hasil Treasury AS turun setelah data payrolls diumumkan. Imbal hasil obligasi 10 tahun turun 2,9 basis poin menjadi 4,153 persen, sementara obligasi 2 tahun turun 4,8 basis poin menjadi 4,098 persen. Hal serupa dialami Eropa, di mana premi risiko obligasi Prancis terhadap Bund Jerman turun ke level terendah dalam dua minggu.
Fluktuasi Bitcoin
Sementara itu, Bitcoin mengalami fluktuasi tajam setelah mencapai puncaknya, yaitu USD100.000 untuk pertama kalinya pada Kamis, 5 Desember 2024, waktu setempat. Setelah sempat turun hingga USD92.092 akibat aksi ambil untung, harga kembali naik 2,3 persen menjadi sekitar USD101.300.
Lonjakan kenaikan harga Bitcoin ini didorong oleh ekspektasi kebijakan yang lebih ramah terhadap kripto, terutama setelah Presiden AS terpilih Donald Trump menunjuk David Sacks sebagai "White House A.I. & Crypto Czar."
Oversurplus Minyak, Emas Berkilau
Di pasar komoditas, harga minyak turun sekitar 1,5 persen dan menuju penurunan mingguan. Hal ini disebabkan oleh proyeksi surplus pasokan tahun depan meskipun OPEC+ memutuskan untuk memperpanjang pemangkasan produksi hingga akhir 2026.
Sebaliknya, harga emas naik tipis menjadi USD2.632 per ons. Kenaikan emas kembali mencerminkan minat investor terhadap aset aman di tengah ketidakpastian global.
Secara keseluruhan, meskipun ada tanda-tanda positif dari data pekerjaan dan pasar saham, beberapa sektor masih menghadapi tantangan, termasuk pasar minyak yang menghadapi proyeksi surplus pasokan dan fluktuasi pasar kripto yang tetap tinggi.(*)