KABARBURSA.COM - Komite Ekonomi Rakyat Indonesia (KERIS) dan Asosiasi Pedagang Kaki Lima Perjuangan (APKLI Perjuangan) menyatakan perlunya keselarasan dengan pemangku kepentingan terkait aturan tembakau dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan.
Ketua Umum KERIS dan APKLI Perjuangan, Ali Mahsun Atmo, menyampaikan bahwa aturan pelarangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari tempat pendidikan akan berdampak sangat besar pada keberlangsungan usaha bagi pelaku usaha warung yang terdampak.
Menurut Ali, rokok adalah barang legal yang sudah diatur dengan pembatasan usia minimal untuk pembeliannya.
Ali menegaskan bahwa pemerintah sebaiknya menerima masukan dari para pelaku usaha yang terlibat langsung dalam penjualan rokok terkait rencana aturan ini.
“Saya kira setiap regulasi harus dilakukan sosialisasi dan edukasi yang melibatkan ekonomi rakyat masyarakat. Semua harus dilibatkan dalam proses pembuatan regulasi,” ujarnya dalam keterangannya pada Jumat, 24 Mei 2024.
Pemerintah saat ini memang sedang berencana mengatur produk tembakau dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan, yang merupakan aturan pelaksana dari Undang-Undang (UU) tentang Kesehatan No. 17/2023.
Dalam rancangan aturan ini, pemerintah berencana melarang penjualan rokok dalam radius 200 meter dari tempat pendidikan untuk melindungi kesehatan anak-anak dan remaja dari bahaya tembakau.
Namun, pemilik warung menolak keras wacana pelarangan penjualan rokok dengan zonasi steril tersebut. Mereka menilai aturan ini sebagai bentuk diskriminasi yang dapat mematikan usaha mereka.
“Omzet pasti jadi turun banget kalau aturannya seperti itu. Lagipula, kan ini bukan salah dari warung yang jualan di area situ. Kok jadi kami yang kena aturannya,” ujar Samsul, seorang pedagang Warung Madura di Jakarta Selatan.
Samsul mengaku bahwa peraturan ini dapat mematikan pedagang yang sudah berjualan di lokasi tersebut akibat larangan penjualan rokok. Ia juga menyoroti minimnya sosialisasi aturan ini, yang berpotensi menimbulkan miskomunikasi antara pedagang dan petugas yang akan mengawasi pelaksanaan aturan tersebut.
Selain itu, Samsul dan para pedagang lainnya merasa bahwa aturan ini akan menciptakan perbedaan perlakuan yang tidak adil antara pedagang rokok di dalam area zonasi dengan pedagang yang berada di luar zonasi. Mereka khawatir akan adanya ketidakpastian dalam menjalankan usaha mereka jika aturan ini diterapkan tanpa adanya solusi yang melibatkan para pelaku usaha.
Ali Mahsun Atmo mengusulkan agar pemerintah membuka dialog yang lebih luas dengan para pedagang kecil dan mempertimbangkan dampak ekonomi yang mungkin timbul dari penerapan aturan ini.
Menurutnya, keterlibatan semua pihak dalam proses pembuatan regulasi akan menghasilkan kebijakan yang lebih adil dan dapat diterima oleh semua lapisan masyarakat.
Dengan demikian, KERIS dan APKLI Perjuangan berharap pemerintah dapat menemukan solusi yang seimbang antara perlindungan kesehatan masyarakat dan keberlangsungan usaha para pedagang kecil.
Mereka menekankan pentingnya pendekatan yang inklusif dan partisipatif dalam setiap proses penyusunan regulasi demi terciptanya keadilan sosial dan ekonomi.