Logo
>

Ini Penyebab Baterai EV Jenis LFP Lebih Diminati Ketimbang NMC

Nikel Raja Ampat memicu polemik. Sementara itu, harga baterai BYD bisa mencapai Rp294 juta, tergantung jenis baterainya: NMC atau LFP.

Ditulis oleh Yunia Rusmalina
Ini Penyebab Baterai EV Jenis LFP Lebih Diminati Ketimbang NMC
Baterai Mobil Listrik LFP Lebih Diminati Produsen Ketimbang Nikel, Ini Alasannya. Foto: EV Volumes

KABARBURSA.COM - Kabar aktivitas tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, tepatnya di lima pulau kecil, yaitu Pulau Gag, Kawe, Manuran, Manyaifun, dan Batang Pele disorot publik Tanah Air.

Tambang nikel yang izinnya keluar di masa Jokowi tersebut dikhawatirkan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan hingga mencemari laut di Raja Ampat.

Di sisi lain, nikel merupakan bahan baku produk otomotif seperti baterai mobil listrik jenis Nickel Manganese Cobalt (NMC). Di sisi lain, banyak produsen mobil listrik yang tidak menggunakan baterai NMC dan cenderung memilih baterai Lithium Ferro-Phosphate (LFP). Lantas apa saja perbedaan baterai NMC dan LFP?

Akademisi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Yannes Martinus Pasaribu menjelaskan, baterai NMC memiliki kelebihan dalam hal energi serta performa yang tinggi untuk jarak tempuh mobil listrik.

“Baterai NMC menawarkan specific energy yang lebih besar, sehingga bobotnya lebih ringan untuk penyimpanan daya yang sama, dan cocok untuk kendaraan dengan performa tinggi,” ujarnya saat dihubungi KabarBursa.com, Minggu, 8 Juni 2025.

Yannes menyebut, baterai mobil listrik jenis LFP banyak digunakan produsen kendaraan lantaran memiliki harga yang lebih terjangkau. Karena, jenis baterai ini tidak menggunakan nikel atau kobalt, mineral yang harganya relatif mahal.

Oleh sebab itu, mobil listrik di segmen premium tetap menggunakan baterai NMC. Akan tetapi, baterai LFP juga menawarkan nilai lebih selain lebih murah dari sisi harganya. 

“Sedangkan untuk EV di middle segment cenderung memakai LFP karena harganya lebih murah. Teknologi saat ini masih LFP yang lebih aman dari potensi thermal run out, dan siklus hidupnya lebih panjang,” jelas Yannes.

Pengamat otomotif itu juga menjelaskan, brand otomotif asal Amerika Serikat, Eropa, Korea Selatan, hingga China masih memilih memakai NMC termasuk Xpeng untuk seri premiumnya.

Sedangkan LFP banyak dipakai sebagai opsi ideal untuk model EV segmen entry-level, seperti yang dilakukan Tesla, Ford, BYD, dan banyak brand China untuk sebagian besar modelnya, termasuk kendaraan entry-level dan komersial seperti bus dan truk.

Maka dari itu, produsen cenderung memilih baterai LFP karena lebih terjangkau, aman, dan ramah lingkungan dibandingkan NMC yang berbasis nikel agar dapat memproduksi BEV dengan biaya produksi lebih murah.

“Di samping itu LFP juga memiliki umur panjang hingga 3.000 siklus pengisian dan keamanannya untuk teknologi. Lalu, seperti yang kita ketahui harga baterai merupakan komponen termahal dari BEV (Battery Electric Vehicle) yang dapat mencapai 30 sampai 45 persen harga mobilnya, dengan LFP, harga jadi semakin turun,” ujar Yannes.

Harga Baterai BYD Seal Tembus Ratusan Juta Rupiah

Baterai merupakan komponen vital sekaligus paling mahal dalam mobil listrik. Perannya sebagai penyimpan energi membuat biaya produksinya tidak murah.

Sorotan terhadap baterai mobil listrik kembali mencuat setelah insiden BYD Seal yang mengeluarkan asap usai mengalami letupan di kawasan Palmerah, Jakarta Barat, beberapa waktu lalu.

Terkait harga baterai, pihak BYD Asia Pasifik sebelumnya pernah menyampaikan estimasi bahwa komponen ini bisa menyumbang sekitar 30 hingga 40 persen dari total harga kendaraan listrik BYD.

Sebagai ilustrasi, saat ini BYD Seal dibanderol dengan harga Rp639 juta hingga Rp735 juta untuk wilayah Jakarta. Jika dihitung berdasarkan estimasi 30 persen, maka harga baterainya diperkirakan berada di kisaran Rp191 juta sampai Rp225 juta. Sementara jika porsinya mencapai 40 persen, nilainya bisa menembus Rp255 juta hingga Rp294 juta.

Dengan nominal sebesar itu, harga baterai BYD Seal hampir menyamai banderol mobil baru di segmen Low MPV, seperti Toyota Avanza atau Mitsubishi Xpander.

Meski biaya penggantian baterai cukup tinggi, konsumen tetap mendapatkan jaminan perlindungan purnajual dari pabrikan. BYD Indonesia memberikan garansi kendaraan selama 6 tahun atau 150.000 km, serta garansi 8 tahun atau 160.000 km untuk baterai traksi dengan ketentuan State of Health (SoH) di atas 70 persen. Selain itu, komponen penggerak (drive unit) juga dijamin hingga 8 tahun atau 150.000 km.

Seluruh program garansi ini berlaku tidak hanya untuk model Seal, tetapi juga mencakup varian lainnya seperti BYD Atto 3 dan BYD Dolphin.(*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Yunia Rusmalina

Vestibulum sagittis feugiat mauris, in fringilla diam eleifend nec. Vivamus luctus erat elit, at facilisis purus dictum nec. Nulla non nulla eget erat iaculis pretium. Curabitur nec rutrum felis, eget auctor erat. In pulvinar tortor finibus magna consequat, id ornare arcu tincidunt. Proin interdum augue vitae nibh ornare, molestie dignissim est sagittis. Donec ullamcorper ipsum et congue luctus. Etiam malesuada eleifend ullamcorper. Sed ac nulla magna. Sed leo nisl, fermentum id augue non, accumsan rhoncus arcu. Sed scelerisque odio ut lacus sodales varius sit amet sit amet nibh. Nunc iaculis mattis fringilla. Donec in efficitur mauris, a congue felis.