Logo
>

Ini Penyebab Mobil Listrik jadi Primadona Mudik Lebaran 2025

Ditulis oleh Harun Rasyid
Ini Penyebab Mobil Listrik jadi Primadona Mudik Lebaran 2025
Perkembangan elektrifkasi kendaraan di Indonesia menyebabkan pengguna mobil listrik meningkat, termasuk untuk kebutuhan mudik lebaran Idul Fitri 2025. (Foto: Kabar Bursa/Abbas Sandji)

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Perkembangan elektrifkasi kendaraan di Indonesia menyebabkan pengguna mobil listrik meningkat, termasuk untuk kebutuhan mudik lebaran Idul Fitri 2025.

    Menurut proyeksi PLN, jumlah mobil listrik yang digunakan untuk mudik Lebaran tahun ini mencapai lebih dari 21 ribu unit. Angkanya melonjak 500 persen dari tahun 2024 yang sebanyak 4.314 unit.

    Dari data yang dibagikan, PLN bersama para mitra bisnisnya telah menyediakan 3.558 unit Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) yang tersebar di 2.412 titik strategis di berbagai wilayah Indonesia.

    Khusus di jalur mudik seperti Tol Trans Sumatra hingga Trans Jawa, PLN telah menghadirkan 1.000 unit SPKLU di 615 lokasi, jumlah ini meningkat 7,5 kali lipat dibandingkan periode lebaran tahun 2024. 

    Menurut data yang dihimpun PLN, rata-rata jarak antar SPKLU PLN di jalur mudik Lebaran 2025 juga telah dipadatkan menjadi sekitar 22 kilometer.

    Antusiasme pengguna mobil listrik untuk mudik, bisa jadi karena efisiensi energi yang tidak sebesar biaya konsumsi BBM mobil konvensional bermesin bensin maupun diesel.

    Menanggapi peningkatan penggunaan kendaraan listrik pada momen lebaran 2025, Pengamat Otomotif, Yannes Martinus Pasaribu mengatakan, meningkatnya pemakaian mobil listrik selama periode mudik lebaran menunjukkan proses peralihan kendaraan bermesin bakar ke listrik berbasis baterai.

    “Peningkatan penggunaan EV (Electric Vehicle) saat mudik Lebaran tahun ini menunjukkan momentum positif peralihan dari mobil konvensional ke listrik di Indonesia,” ujarnya saat dihubungi kabarbursa.com, Kamis, 10 April 2025.

    Pertumbuhan penggunaan mobil tanpa emisi ini juga didasari sejumlah faktor, mulai dari ekosistem pendukung hingga ongkos perjalanan yang lebih ekonomis.

    “Pandangan saya, transisi ini sedang berjalan progresif, didorong kuat oleh insentif pemerintah, pertumbuhan SPKLU yang cukup cepat, serta biaya operasional EV yang lebih rendah,” jelas Yannes.

    Akan tetapi, peralihan masal mobil konvensional atau Internal Combustion Engine(ICE) ke EV sepertinya masih menghadapi tantangan akibat harga beli awal EV yang relatif tinggi meskipun didukung insentif berupa Pajak Penjualan atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM DTP) sebesar 0 persen pada tahun ini.

    Yannes juga menilai, jumlah SPKLU yang dibutuhkan untuk mengecas baterai mobil listrik juga belum merata seperti di kota-kota besar. Hal ini bisa menyebabkan hambatan adopsi kendaraan listrik untuk perjalanan jauh seperti mudik.

    "Hambatannya dari segi mental bagi calon pembeli akibat 'range anxiety'. Kunci utamanya jelas, percepatan pembangunan infrastruktur SPKLU yang merata dan andal di seluruh negeri untuk mengatasi range anxiety, terutama saat mobilitas tinggi seperti perjalana jauh antar kota dan mudik,” paparnya.

    Sekadar info, range anxiety adalah kondisi rasa cemas atau ketakutan pengguna kendaraan listrik saat daya baterainya tidak cukup untuk menempuh suatu jarak atau tujuannya. Selain itu, rasa cemas ini juga dapat merujuk pada kekhawatiran akan ketersediaan stasiun pengisian daya. 

    Sementara untuk kebutuhan pengisian daya mobil listrik di dalam kota, pemilik kendaraan diproyeksikan masih akan bergantung dengan pengisian di rumah atau home charging.

    “Pengguna BEV jelas lebih mengandalkan pengisian daya di rumah untuk kebutuhan sehari-hari. Survey di beberapa negara maju membuktikan sekitar 80 persennya melakukan charging semalaman di rumah, namun itu untuk mobilitas rutin harian di dalam kota,” ungkap Yannes.

    "Tapi, saat mengambil keputusan untuk membeli, terutama pada kelompok one car ownership (mobil pertama), ada range anxiety yang kuat walaupun belum terjadi pada benak mereka saat memutuskan untuk membeli BEV. Sehingga SPKLU di sini jadi jawabannya,” tambahnya.

    Selain itu, adopsi kendaraan listrik juga perlu didukung manufaktur dalam produksi komponen EV secara lokal. Tujuannya agar harga kendaraan listrik semakin terjangkau.

    “Peningkatan produksi parts EV baik yang berteknologi rendah seperti komponen interior dan lain sebagainya, terutama baterai di dalam negeri dengan tujuan untuk menekan biaya produksi yang diharapkan dapat semakin menurunkan harga jual EV,” jelas Yannes.

    Peran Harga dan SPKLU Terhadap Penjualan Mobil Listrik

    Menurut pandangan pengamat, harga mobil listrik akan lebih relevan bagi konsumen apabila sudah setara dengan harga mobil konvensional di segmen Low Multi-purpose Vehicle (MPV) atau Low Sport Utility Vehicle (SUV) semisal Toyota Avanza, Daihatsu Terios sampai Mitsubishi Xpander.

    “Berdasarkan kondisi pasar dan segmen volume terbesar di Indonesia seperti LMPV dan LSUV, kisaran harga ideal yang akan mendorong adopsi massal mobil listrik saat ini kemungkinan berada di rentang Rp250 juta hingga Rp400 jutaan,” terang Yannes.

    Senada dengan Yannes, Pengamat Otomotif Bebin Djuana juga menilai fasilitas pendukung  EV yakni SPKLU perlu menjangkau secara merata di semua wilayah.

    “Di musim mudik tahun ini kendaraan bertenaga baterai terlihat meningkat cukup besar, namun jika dibandingkan dengan kendaraan-kendaraaan berbahan bakar fosil angkanya masih kecil," imbuhnya saat dihubungi KabarBursa.com, Kamis, 10 April 2025.

    “Pada kondisi seperti ini ketersediaan SPKLU menjadi sangat penting, mengingat penyebaran kendaraan listrik kesegala penjuru," jelasnya lagi.

    Menurut Bebin, Hal ini perlu diperhatikan pemerintah agar masyarakat khususnya pengguna kendaraan listrik dapat merasa nyaman dan terbantu dalam melakukan perjalanan ke luar kota seperti mudik. Sedangkan untuk mobilitas di dalam kota, Bebin memandang bahwa pengguna EV cenderung memanfaatkan pengisian daya di rumah.

    “Ketergantungan pada SPKLU akan dirasakan masyarakat ketika menempuh perjalanan antar kota apalagi antar provinsi, mengingat negara kita yang sangat besar. Jika dipakai sehari-hari dalam kota sebesar Jabotabek sekalipun, melakukan charging bisa mengandalkan yang di rumah,” katanya.

    Sama seperti Yannes, Bebin juga menyebut mobil listrik bakal berkembang lebih masif apabila harganya ditawarkan mulai Rp200 jutaan.  

    “Volume BEV akan lebih meningkat jika semakin banyak pilihan di kisaran 250 juta hingga Rp400 juta,” tutupnya.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Harun Rasyid

    Vestibulum sagittis feugiat mauris, in fringilla diam eleifend nec. Vivamus luctus erat elit, at facilisis purus dictum nec. Nulla non nulla eget erat iaculis pretium. Curabitur nec rutrum felis, eget auctor erat. In pulvinar tortor finibus magna consequat, id ornare arcu tincidunt. Proin interdum augue vitae nibh ornare, molestie dignissim est sagittis. Donec ullamcorper ipsum et congue luctus. Etiam malesuada eleifend ullamcorper. Sed ac nulla magna. Sed leo nisl, fermentum id augue non, accumsan rhoncus arcu. Sed scelerisque odio ut lacus sodales varius sit amet sit amet nibh. Nunc iaculis mattis fringilla. Donec in efficitur mauris, a congue felis.