KABARBURSA.COM – Produsen motor di Indonesia masih terus menunggu kejelasan adanya Insentif motor listrik tahun 2025 yang kabarnya bakal menggunakan skema PPN DTP (Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah). Insentif ini telah ditunggu sejak awal tahun 2025 karena penundaan pembelian motor listrik telah terjadi sejak awal tahun akibat insentif yang belum jelas.
Ketua Umum Asosiasi Industri Sepeda Motor Listrik Indonesia (Aismoli) Budi Setiyadi mengatakan, hingga kini pihaknya masih mempertanyakan terkait insentif motor listrik untuk tahun ini. Budi berharap pemerintah mendorong dalam hal adopsi Electric Vehicle (EV) roda dua jika insentif motor listrik belum pasti.
“Jika insentif motor listrik dari sisi finansialnya memang belum ada kejelasan, ya kita cuma minta bantu sajalah kepada Pemerintah Pusat sampai Pemerintah Kota untuk mendorong penggunaan motor listrik untuk dipakai sebagai kendaraan operasional di tingkat kecamatan, desa dan sebagainya,” ujar Budi saat dihubungi KabarBursa.com, Sabtu, 10 Mei 2025.
Budi menjelaskan, harapan dari penggunaan motor listrik di lingkungan pemerintahan adalah meningkatkan penyerapan penggunaan motor listrik. “Itu saja sudah lumayan dan pasti dampaknya positif karena nanti masyarakat akan meniru kalau motor listrik dipakai oleh pemerintah. Itu yang kami harapkan,” kata Budi.
Jika insentif motor listrik tidak diadakan tahun ini, lanjut Budi, Aismoli meminta pemerintah mendukung dengan menghadirkan insentif non-fiskal yang sidatnya merangsang penggunaan motor listrik seperti dengan menghadirkan jalan khusus motor listrik, bebas ganjil genap untuk motor dan bebas biaya parkir atau pajak. Menurutnya, beberapa dukungan tersebut bakal membuat penjualan motor listrik bertumbuh pada tahun ini.
Penyerapan Motor Listrik Masih Minim
Lebih lanjut, Budi juga menyoroti tingkat pangsa pasar motor listrik yang tidak sebaik perkembangan penggunaan mobil listrik di Indonesia.
“Kalau saya tren mobil listrik ini naik terus penjualannya. Sekarang mereka market share-nya itu sudah 10 persen dibandingkan dengan mobil ICE (Internal Combustion Engine). Tapi, kalau untuk motor listrik, pangsa pasarnya sekarang masih jauh karena memang penjualan motor yang combustion engine cukup tinggi sampai 6 jutaan, kalau motor listrik saat ini market share-nya baru mencapai sekitar 1,3 persen,” ujarnya.
Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), penjualan mobil listrik di Indonesia sepanjang Januari-Maret tahun ini membukukan 16.535 unit atau memiliki pangsa pasar sebesar 8,1 persen dari total penjualan mobil secara nasional.
Aismoli Minta Produsen dan APM Beri Promo ke Konsumen
Seperti diberitakan sebelumnya, Budi mengimbau anggotanya untuk memberi promo pembelian kepada konsumen. Tujuan dari promo adalah menarik minat konsumen untuk membantu meningkatkan penjualan motor listrik pada awal tahun 2025.
Promosi ini hadir sembari menunggu kepastian perpanjangan subsidi motor listrik yang direncanakan berlangsung hingga akhir tahun, yakni Desember 2025. Insentif tersebut dikabarkan akan segera diberlakukan dan ditetapkan melalui regulasi resmi berupa Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
“Sebetulnya saat kita habis subsidi, kita sudah konsolidasi kepada para anggota AISMOLI untuk melakukan penjualan seperti biasa karena memang belum ada kepastian dari pemerintah,” ujar Budi.
Ia berharap agar pelaku industri mampu menawarkan skema bisnis yang kompetitif, guna menjaga ritme penjualan tetap bergerak. Di tengah ketidakpastian subsidi, Budi mengapresiasi langkah Polytron yang memberikan potongan harga hingga Rp5 juta, sekaligus menyambut baik inisiatif pemerintah dalam memberikan subsidi Rp7 juta.
Menurutnya, strategi seperti yang dilakukan Polytron cukup efektif mendorong minat beli di tengah jeda penetapan subsidi. “Polytron itu kan ada subsidi dari perusahaannya. Itu cukup besar juga. Nah, mungkin produsen lain bisa melakukan hal seperti itu atau dengan skema-skema penjualan yang sangat sesuai dengan dinamika pasar, tergantung dengan segmen marketnya,” ucapnya.
Budi juga menyoroti potensi pasar fleet atau korporasi yang bisa menjadi motor penggerak penjualan, apabila perusahaan memberikan kemudahan kepemilikan kepada mitranya. “Skema penjualan di sektor bisnis perusahaan semisal ojol (ojek online) di Gojek atau lainnya bisa melaksanakan promo yang meringankan beban mitranya. Misalnya dengan skema pembayaran harian, dengan tenor sekian tahun nantinya motornya bisa jadi milik driver,” jelasnya.
Meski begitu, ia menegaskan pentingnya percepatan penetapan subsidi agar konsumen tak terus menunda pembelian dan produsen tetap dapat mengalirkan unit. “Semoga regulasi untuk pemberian subsidi dan juga PPN DTP itu tidak terlampau lama. Karena kalau lama, akhirnya masyarakat juga mungkin sedang menunggu ini,” ujarnya.
Skema Subsidi Motor Listrik 2025
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, sebelumnya mengungkapkan bahwa subsidi motor listrik senilai Rp7 juta akan tetap dilanjutkan tahun ini. Ia menyatakan bahwa APBN 2025 masih mencukupi untuk menanggung program tersebut.
Sementara itu, Dirjen ILMATE Kemenperin, Setia Diarta, menjelaskan bahwa skema subsidi untuk tahun 2025 akan berbeda dibandingkan 2023. Pemerintah kini mengusulkan insentif melalui mekanisme Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP).
“Kalau ada, insentif untuk tahun ini kemungkinan tidak akan seperti tahun lalu atau tahun 2023 yang menggunakan skema subsidi. Tahun ini skemanya akan berbeda, kalau kami mengusulkan dengan PPN DTP (Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah),” kata Setia, dalam konferensi pers pada Selasa, 14 Januari 2025.
Ketua AISMOLI, Budi, menyampaikan bahwa nilai insentif dari PPN DTP akan sangat tergantung pada harga motor listrik yang dibeli masyarakat.
“PPN DTP itu kan 12 persen ya, jadi tinggal mungkin tergantung dengan harga kendaraan. Kalau harga kendaraannya Rp15 jutaan, PPNnya mungkin sekitar Rp2 juta. Rp2 juta ini lah yang akan ditanggung pemerintah,” jelasnya.
Sebagai ilustrasi, jika konsumen membeli motor listrik Polytron Fox R seharga Rp20,6 juta on the road Jabodetabek, maka setelah dikurangi PPN DTP sebesar 12 persen, harganya turun menjadi Rp18,128 juta. Namun, apabila subsidi Rp7 juta kembali diterapkan, harga akhir motor tersebut bisa lebih terjangkau, yakni sekitar Rp13,6 juta.(*)