Logo
>

Langkah Berani Pemerintah: Hapus Insentif Impor EV Mulai 2026

Kebijakan ini berpotensi menjadi pukulan telak bagi produsen asal China yang masih mengandalkan impor

Ditulis oleh Pramirvan Datu
Langkah Berani Pemerintah: Hapus Insentif Impor EV Mulai 2026
Ilustrasi kendaraan mobil listrik. Foto: dok KabarBursa.com

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Pemerintah akan menghentikan insentif completely built‑up (CBU) untuk mobil listrik berbasis baterai — yang selama ini menyumbang sekitar 64 persen dari total penjualan EV di Indonesia. Akibatnya: permintaan diperkirakan merosot.

    Insentif pajak untuk EV impor akan dicabut mulai Januari 2026. Kebijakan ini berpotensi menjadi pukulan telak bagi produsen asal China yang masih mengandalkan impor untuk memperkuat posisinya di pasar domestik. 

    Sektor otomotif sedang diuji. Penjualan menurun di tengah permintaan yang lesu. Di Indonesia, EV dibedakan dalam dua skema: produksi lokal dan impor utuh. Model lokal menikmati beban pajak yang jauh lebih ringan.

    Selama ini, insentif seperti pembebasan bea masuk dan pajak telah menguntungkan perusahaan seperti BYD, Geely, XPeng, dan Aion, yang berhasil meraih pangsa pasar melalui harga kompetitif. Namun tanpa insentif itu, harga EV impor akan meningkat dan adopsinya melambat.

    EV impor berbasis baterai memang menyumbang sekitar 64 persen dari total penjualan EV. Angka ini menegaskan besarnya ketergantungan pasar terhadap impor — dan seberapa rentannya pasar jika insentif dicabut.

    Dari Januari hingga Juli, impor mobil listrik CBU Indonesia melonjak 70,45 persen yoy, dengan mayoritas kiriman dari China. 

    Analis otomotif Koketso Tsoai dari Fitch Solutions’ BMI memperkirakan: model impor yang dibanderol tinggi kemungkinan akan mengalami pelemahan permintaan. Konsumen mulai selektif.

    Di sisi lain, terdapat sinyal optimisme lokal. Wuling dan Hyundai telah memproduksi EV dengan kandungan lokal minimal 40 persen, sehingga hanya dikenai PPN 2 persen tanpa PPnBM. BYD pun berkomitmen investasi lokal USD 1 miliar untuk membangun pabrik di Subang. 

    Pembangunan pabrik BYD di Subang tidak berjalan mulus—baru sekitar 45 persen rampung hingga Agustus. Meski begitu, targetnya adalah produksi tahunan lebih dari 150.000 unit pada akhir 2025.

    Pasar otomotif domestik sendiri menunjukkan tanda‑tanda pelemahan. Data Gaikindo mencatat penjualan mobil Agustus turun 19 persen yoy. Jongkie Sugiarto, Ketua Gaikindo, memperingatkan bahwa pencabutan insentif akan menambah beban konsumen berpendapatan rata‑rata USD 5.000 per tahun.

    Harga menjadi penentu utama. Dengan daya beli saat ini, banyak konsumen hanya mampu membeli mobil di bawah Rp 300 juta.

    Walau begitu, BYD sudah menunjukkan dominasi—lebih dari 45.000 unit berhasil dijual hingga Agustus 2025. Model M6 tujuh penumpang menjadi favorit meski harganya Rp 380‑400 juta, dengan waktu tunggu pengiriman hingga 75 hari. Merek premium Denza juga mencatat lebih dari 6.500 unit sejak Januari. 

    Analis memperingatkan: jika produksi lokal tidak segera direalisasikan, kenaikan harga bisa membuat minat konsumen meredup.

    Pemerintah menegaskan bahwa keputusan ini bukan hanya soal membatasi impor, melainkan menggenjot investasi dalam negeri. Fokus kebijakan: EV harus diproduksi lokal. “Investasi, produksi, dan lapangan kerja harus bertumbuh, bukan hanya impor,” ujar Rachmat Kaimuddin, Deputi Kemenko Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan.

    Ekspektasi tinggi menggantung di depan mata. Saat penetrasi pasar EV mencapai 5‑10 persen, adopsi diyakini bakal melonjak drastis.

    Keputusan ini juga memperkuat posisi Indonesia sebagai destinasi manufaktur EV: pasar besar, ekonomi yang sedang tumbuh, dan ekosistem pengisian daya yang terus berkembang. Mendirikan pabrik sekarang akan menjadi keunggulan besar ketika lini produk lokal meluas dan biaya‑biaya operasional mulai merosot.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Pramirvan Datu

    Pram panggilan akrabnya, jurnalis sudah terverifikasi dewan pers. Mengawali karirnya sejak tahun 2012 silam. Berkecimpung pewarta keuangan, perbankan, ekonomi makro dan mikro serta pasar modal.