Logo
>

ASITA Ingatkan Pemerintah: Jangan Korbankan Wisata Raja Ampat demi Tambang

Dampak pertambangan terhadap kawasan konservasi dan destinasi wisata kelas dunia tersebut.

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
ASITA Ingatkan Pemerintah: Jangan Korbankan Wisata Raja Ampat demi Tambang
Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA), Budi Ardiansjah. Foto: Yubi/KabarBursa.com

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM – Potensi pariwisata Raja Ampat yang selama ini menjadi primadona Indonesia tengah terancam oleh aktivitas pertambangan. 

    Hal ini kembali mencuat setelah pemerintah mencabut izin empat perusahaan tambang di kawasan yang dikenal sebagai surga biodiversitas itu. Adapun empat perusahaan yang IUP-nya telah dicabut adalah PT Mulia Raymond Perkasa, PT Kawei Sejahtera Mining, PT Anugerah Surya Pertama, dan PT Nurham. 

    Keputusan pencabutan ini diambil setelah munculnya sorotan tajam dari publik terhadap dampak lingkungan yang ditimbulkan aktivitas tambang, khususnya tambang nikel di wilayah Raja Ampat.

    Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA), Budi Ardiansjah, menyatakan kekhawatirannya terhadap dampak pertambangan terhadap kawasan konservasi dan destinasi wisata kelas dunia tersebut.

    ASITA, kata Budi, sudah mengambil langkah konkret dengan menyampaikan aspirasi melalui surat terbuka kepada Presiden Prabowo Subianto.

    “Kami sebenarnya sudah berkirim surat juga, surat terbuka kepada Presiden, supaya memberikan nilai concern kita, bahwa kalau bisa kita tidak melihat itu konservasi. Kita lihat dari segi wisata,” ujarnya kepada wartawan di Jakarta Utara, Selasa 24 juni 2025.

    Ia menekankan bahwa pembangunan di kawasan seperti Raja Ampat harus mempertimbangkan kelestarian lingkungan dan keberlanjutan ekonomi masyarakat lokal.

    “Janganlah membangun sesuatu yang bisa merusak kawasan wisatanya. Itu sudah disampaikan,” ucap Budi.

    Meski keputusan Presiden telah beredar untuk menghentikan proyek, ia mencatat bahwa masih ada indikasi kegiatan pertambangan yang belum sepenuhnya dihentikan.

    Bila merujuk pada rilis Greenpeace terdapat 16 izin pertambangan nikel diterbitkan di seluruh kepulauan Raja Ampat. Izin-izin ini meliputi 5 izin aktif dan 11 izin yang sebelumnya diterbitkan tetapi telah dibatalkan atau kedaluwarsa.

    Lanjutnya, Budi menyoroti bahwa pertambangan mungkin menghasilkan pendapatan dalam jumlah besar, tetapi manfaatnya cenderung hanya dinikmati oleh segelintir pihak. Sebaliknya, sektor pariwisata terbukti mampu menghidupi masyarakat setempat secara lebih merata dan berkelanjutan.

    “Ini bisa digarisbawahi begini, tambang bisa memberikan pendapatan banyak, tapi hanya untuk orang-orang tertentu. Tidak untuk masyarakat lokal,” tegasnya.

    Sementara itu, pariwisata, menurutnya, adalah sumber penghidupan bagi komunitas lokal dan pelaku UMKM. ASITA juga menyoroti posisi strategis sektor pariwisata dalam neraca devisa negara.

    Menurut Budi, pariwisata sebelumnya pernah menjadi penyumbang devisa nomor satu nasional, dan saat ini pun masih berada di posisi kedua setelah sektor migas.

    “Jangan salah, bawa pariwisata juga. Sekarang mungkin nomor dua. Kan pariwisata itu jadi penyumbang devisa nomor satu, nah sekarang mungkin nomor dua juga di bawah migas,” ujarnya.

    Karena itu, ia mengingatkan bahwa jika pemerintah mempertimbangkan dari sisi dampak ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, seharusnya pariwisata tetap menjadi prioritas utama dalam pembangunan kawasan seperti Raja Ampat.

    “Jadi artinya, kalau nomor satu dan dua, ya bagi saya, kalau saya jadi Presiden, saya mungkin akan memilih pariwisata yang tidak merusak alam,” pungkas Budi.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Ayyubi Kholid

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.