KABARBURSA.COM - Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) mendorong penguatan kerja sama internasional untuk memajukan ekonomi syariah dalam ajang Global Islamic Financial Institutions Forum 2025 yang digelar di Dubai.
Kepala Pelaksana BPKH, Fadlul Imansyah, menyampaikan bahwa keikutsertaan BPKH dalam forum ini mencerminkan peran strategis lembaga tersebut dalam ekosistem keuangan syariah global.
"Partisipasi BPKH menunjukkan posisi kami sebagai pemain utama dalam dunia keuangan syariah internasional," ujar Fadlul dalam pernyataannya dari Jakarta, Jumat 9 Mei 2025.
Acara ini diselenggarakan oleh Standard Chartered dan menjadi ruang penting untuk membangun sinergi lintas negara dalam mendukung pertumbuhan ekonomi syariah.
Fadlul tampil sebagai pembicara dalam sesi panel CEO bertajuk "Bridging Borders, Fuelling Growth: The Next Era of Cross-Border in Islamic Banking" bersama para pemimpin industri keuangan syariah dari berbagai negara.
Dalam sesi tersebut, ia menekankan pentingnya kerja sama antarnegara dalam memperkuat perbankan syariah serta memudahkan pergerakan dana umat secara global.
Ia juga menegaskan bahwa dana haji yang dikelola oleh BPKH tidak hanya aman, tetapi juga digunakan secara produktif untuk memberi dampak nyata bagi umat.
"Kehadiran kami di forum ini membuktikan bahwa pengelolaan dana umat tidak hanya fokus pada keamanan, tapi juga produktivitas dan manfaat," jelasnya.
Fadlul turut menyampaikan apresiasi kepada para pelaku industri yang berpartisipasi dalam forum tersebut atas kontribusi pandangan dan wawasan yang bermanfaat bagi pengembangan strategi BPKH.
Ia juga menyoroti peran penting BPKH Limited, anak usaha BPKH, dalam memperkuat kemitraan internasional dan mengoptimalkan pemanfaatan dana haji.
Fadlul menegaskan, BPKH akan terus berinovasi dalam pengelolaan keuangan haji dengan prinsip syariah, transparansi, dan akuntabilitas, serta terbuka terhadap peluang kerja sama strategis lintas negara.
Sementara itu, CEO Standard Chartered Islamic Banking, Khurram Hilal, mengungkapkan optimismenya terhadap potensi besar ekonomi syariah di Indonesia.
Ia mengajak lembaga keuangan syariah nasional, termasuk BPKH, untuk menjalin kemitraan dengan institusi keuangan Islam global, khususnya di Timur Tengah, guna memperkuat posisi Indonesia sebagai pusat keuangan syariah dunia.
“Indonesia, sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar dengan ekonomi bernilai triliunan dolar, memiliki semua syarat untuk mendorong pertumbuhan keuangan Islam global,” kata Khurram.
Investor Saham Syariah Naik, Tantangan Masih Ada
Investor saham syariah di Bursa Efek Indonesia (BEI) mengalami peningkatan pada kuartal I 2025. Namun, kinerja indeks syariah dilaporkan menurun.
Kepala Divisi Pasar Modal Syariah BEI Irwan Abdalloh mengatakan, investor saham syariah pada kuartal I 2025 mencatatkan peningkatan sebesar 1,32 persen.
"Dari 169.397 di Desember 2024 menjadi 171.623 pada Maret 2025," ujar Irwan kepada Kabarbursa.com pada Senin, 28 April 2025.
Peningkatan turut terjadi terhadap transaksi saham syariah. Irwan menerangkan, rata-rata transaksi pada kuartal I 2025 sebesar RP6,29 triliun, naik 2,3 persen year to date (ytd) dibanding periode serupa tahun lalu senilai Rp6,15 triliun.
Begitu pula dengan likuiditas transaksi saham syariah yang naik menjadi 855 ribu kali transaksi pada kuartal I 2025, naik sebesar 4,8 persen (ytd) dari 816 ribu kali transaksi.
Namun, kinerja indeks utama syariah pada kuartal I 2025 mengalami penurunan. Seperti ISSI turun sebesar -6,6 persen, JII melemah sebesar -15,04 persen, dan JII 70 yang merosot sebesar -15,11 persen.
Menurut Irwan, catatan tersebut seiring dengan penurunan indeks-indeks utama saham BEI yang mengalami tekanan sebagai dampak atas kondisi perekonomian global yang bergejolak.
"Di mana IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) turun sebesar -8,04 persen , LQ45 turun sebesar -11,15 persen dan IDX 30 turun sebesar -8,65 persen," terang dia.
Untuk kuartal II 2025, Irwan menegaskan pihaknya tetap menargetkan penambahan investor syariah. Meski begitu, ia tidak menyebutkan secara detail jumlah investor yang dicanangkan.
Target lainnya yang dipatok pihaknya ialah penambahan jumlah Anggota Bursa BEI yang mendapatkan sertifikasi dan perijinan Sharia Online Trading System (SOTS).
"Lalu terselenggaranya seminar dan expo Sharia Investment Week (SIW) 2025 di bulan Juni," pungkasnya.
Sebelumnya, BEI mencanangkan target 200 ribu investor saham syariah Indonesia pada 2025. Sejumlah langkah sudah direncanakan untuk menggaet investor.
"Kami selalu ada target jumlah investor baru dari OJK. Tapi kami pasang lebih tinggi lagi, berharap di 2025 ini bisa mendekati 200 ribu," ujarnya kepada Kabarbursa.com di sela-sela acara "Nyantri Saham Bareng Kabar Bursa" di VIP Al Malik Masjid Istiqlal, Jakarta, Sabtu, 15 Maret 2025.
Irwan menyebut, investor saham syariah di Indonesia hingga akhir 2024 mencapai 196 ribu. Dia bilang, sebanyak 90 persen dari jumlah ini merupakan anak muda di usia 17 sampai 35 tahun.
Akan tetapi dari jumlah yang disebutkan itu, hanya 19 persen investor yang aktif melakukan investasi. Menurut Irwan, ada beberapa faktor yang menyebabkan sedikitnya aktivitas pada pasar modal syariah, salah satunya adalah belum adanya ilmu mengenai cara jual beli saham.
"Yang kedua mungkin mereka sedang mempelajari dulu, karena investasi itu bukan proses cepat. Atau yang ketiga mungkin mereka belum punya uang untuk beli sahamnya," jelasnya.
Aset Keuangan Syariah Global Diproyeksi Tembus Rp7,5 Triliun
Industri keuangan syariah global terus menunjukkan pertumbuhan yang stabil dalam satu dekade terakhir. Namun, di Indonesia, sektor ini masih menghadapi tantangan besar, terutama dalam optimalisasi zakat dan wakaf.
Para ekonom menilai perlu ada strategi lebih progresif untuk memanfaatkan potensi besar yang ada. Wakil Kepala Center of Sharia Economic Development (CSED) INDEF Handi Risza, menyoroti pesatnya pertumbuhan keuangan syariah global.
Menurut dia, permintaan tinggi dari konsumen Muslim, terutama di sektor makanan halal yang mencapai USD1.400 miliar atau 65 persen dari total transaksi Muslim, menjadi salah satu faktor pendorong utama.
"Total aset keuangan syariah global meningkat pesat, mencapai USD4,5 triliun pada 2022 dengan proyeksi pertumbuhan hingga USD7,53 triliun pada 2028," kata Handi dalam keterangannya kepada Kabarbursa.com, Senin 24 Maret 2025.
Perbankan syariah mendominasi industri ini dengan porsi 72 persen dari total aset, sementara sukuk mencatat pertumbuhan signifikan sebesar 11 persen pada tahun 2022. Handi menilai, Indonesia memiliki peluang besar untuk menarik investor Muslim internasional, khususnya dari kawasan Timur Tengah, melalui Danantara.
"Salah satu langkah yang dapat diambil oleh Danantara adalah terlibat dalam penerbitan sukuk yang dapat masuk ke dalam market share keuangan syariah global," ujarnya.
Menurutnya ada beberapa sektor ekonomi syariah potensial yang bisa didanai oleh Danantara, seperti halal food yang diproyeksikan mencapai USD1,89 triliun pada 2027, modest fashion sebesar USD318 miliar, serta media dan rekreasi dengan potensi USD247 miliar.
Sementara itu, Kepala CSED INDEF Nur Hidayah, menyoroti tantangan dalam pengelolaan zakat dan wakaf di Indonesia. Menurutnya, meski mengalami peningkatan, potensi zakat dan wakaf belum dimanfaatkan secara maksimal.
"Zakat dan wakaf terus meningkat, namun belum mencapai potensi maksimalnya. Sementara itu, kemiskinan masih tinggi dengan ratio mencapai 0,979," ujar Nur.
Ia lalu membandingkan pengelolaan filantropi Islam di Indonesia dengan negara lain, seperti Malaysia, yang mewajibkan zakat dan memberikan insentif pajak. Selanjutnya adalah Uni Emirat Arab (UEA) yang memanfaatkannya untuk sektor pendidikan dan kesehatan.
"Zakat memiliki dampak ekonomi yang besar jika dikelola secara efektif. Zakat fitrah berperan dalam menekan inflasi secara makro, sedangkan zakat maal berdampak produktif dalam jangka panjang," tambahnya.
Namun, ada beberapa tantangan yang masih menghambat optimalisasi zakat dan wakaf di Indonesia, di antaranya rendahnya literasi keuangan syariah, sistem pengelolaan yang masih tradisional, minimnya insentif fiskal bagi muzakki, serta kurangnya pemanfaatan teknologi dalam distribusi dana.
Untuk mengatasi hal ini, Nur menekankan pentingnya transformasi digital dalam pengelolaan zakat dan wakaf.
"Transformasi digital melalui blockchain dan smart contracts diperlukan guna meningkatkan transparansi dan akuntabilitas," jelasnya.(*)