KABARBURSA.COM - PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) atau BRIS mengungkapkan bahwa nasabah wealth management terus mengalami peningkatan mencapai lebih dari 65 ribu orang hingga 2024. Secara tahunan, jumlahnya tumbuh sebesar 15 persen year on year (yoy).
Senior Executive Vice President Digital Banking BSI Saut Parulian Saragih mengatakan, pemberian literasi keuangan syariah yang konsisten memberi andil terhadap tumbuhnya jumlah nasabah wealth management. Literasi ini antara lain berupa pendampingan perhitungan zakat, pajak, dan investasi syariah khususnya pada instrumen seperti reksa dana syariah, sukuk, emas dan deposito.
"Saat ini nasabah wealth management sangat terbantu salah satunya dalam mengakomodasi pengelolaan keuangan syariah secara tepat dan juga memiliki nilai kebermanfaatan baik untuk dirinya sendiri maupun untuk umat," kata Saut dalam keterangan resminya, dikutip Sabtu, 5 Oktober 2024.
Dalam praktiknya, wealth management hadir dalam tiga bentuk yakni wealth purification, wealth protection, dan wealth distribution. Konsultasi serta penyaluran zakat, infaq, sedekah, dan wakaf (ziswaf) dengan laporan terintegrasi oleh BSI Prioritas merupakan bagian dari implementasi wealth purification.
Literasi mengenai perlindungan dan persiapan masa depan melalui berbagai asuransi jiwa, kesehatan, dan pendidikan yang disampaikan oleh mitra BSI yang profesional adalah bentuk dari wealth protection. Sementara, solusi wealth distribution juga menghadirkan layanan konsultasi waris sesuai hukum Islam serta memfasilitasi konsultasi dan penyaluran ziswaf dengan laporan terintegrasi.
Ekonomi Syariah Indonesia Alami Kemandekan
Dari kacamata yang lebih luas, peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyebut bahwa ekonomi syariah harus dibangun secara kolektif.
Hakam Naja, peneliti asosiasi dari Indef, mengatakan, perlu kolaborasi kolektif dalam membangun ekosistem ekonomi keuangan syariah, terutama antara negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI). Karena, Indonesia tidak bisa berjalan sendiri dalam pengembangan industri keuangan syariah.
“Ekonomi syariah ini memang seharusnya kita bangun secara kolektif,” ujar Hakam, dalam diskusi daring bertajuk “Penguatan Ekosistem Halal untuk Masa Depan Ekonomi dan Keuangan Syariah," Jumat, 4 Oktober 2024,
Menurutnya, sinergi dengan minimal 57 negara anggota OKI menjadi keharusan untuk menciptakan kekuatan yang mampu bersaing secara global. “Minimal 57 (bersama) negara OKI, Organis Konferensi Islam. Karena kita membangun ekosistem, kita mesti membangun hubungan dengan mereka,” kata dia.
Hakam merujuk pada data yang menunjukkan potensi luar biasa dari dua miliar umat muslim di dunia yang mengonsumsi sekitar USD3 triliun, angka yang hampir tiga kali lipat dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia. “Ini hal yang sangat besar dan mesti diambil untuk bagaimana bersinergi dengan Brunei, dengan Malaysia, dengan negara-negara muslim,” tegasnya.
Namun, ia juga menyoroti kemandekan Indonesia dalam mengambil peran strategis di sektor ini. Merujuk pada fakta negara-negara di luar OKI kini mengambil alih peran penting dalam industri halal. “Kita lalai, kita tidak aware,” ujarnya,
Dalam konteks ini, data dari State of Global Islamic Economy 2023-2024 menunjukkan bahwa Brasil, Australia, Amerika Serikat, China, dan Thailand kini mendominasi produksi kebutuhan konsumsi negara-negara OKI, khususnya dalam industri makanan dan minuman. Ironisnya, Indonesia, sebagai konsumen terbesar, justru berada di posisi pasif.
“Yang menguasai industri makanan di negara-negara OKI adalah Brasil, India, Amerika Serikat, Rusia, dan China. Kita (Indonesia) konsumen terbesar,” ungkap Hakam.
Menyikapi tantangan ini, Hakam menyatakan Indonesia perlu sinergi dalam membangun ekosistem industri keuangan halal serta berbagai sektor turunannya untuk menghindari jebakan negara berpendapatan menengah.
Laporan Bank Dunia menempatkan Indonesia dalam daftar 100 negara yang terjebak dalam middle-income trap dengan pendapatan per kapita yang jauh tertinggal dibandingkan negara-negara seperti Brunei dan Singapura.
“Bank Dunia merekomendasikan tiga langkah utama untuk keluar dari middle-income trap: investasi, inklusi dana, dan inovasi. Inovasi menjadi kunci penting dalam pengembangan sektor keuangan halal dan subproduk lainnya,” jelas Hakam.
Laporan terakhir Bank Dunia yang dirilis pada bulan Agustus 2024 berjudul Middle Income Trap, mengidentifikasi negara-negara yang terjebak dalam kategori pendapatan menengah. Kriteria yang ditetapkan oleh Bank Dunia menyatakan bahwa negara dengan pendapatan menengah memiliki pendapatan per kapita antara USD4.400 hingga USD13.800 per tahun.
Data untuk Indonesia pada tahun 2024 menunjukkan angka USD5.200 USD per kapita, jauh di bawah Malaysia yang mencapai USD13.300 per kapita, dan Brunei yang memiliki pendapatan tertinggi di kawasan ini, yaitu USD35.000.
Usulan Pusat Pengembangan Ekonomi Syariah
Sementara itu Ekonom Senior Indef, Didik J. Rachbini, sebelumnya mengusulkan pembentukan Center for Syariah Economic Development sebagai langkah strategis untuk mendorong pengembangan ekonomi syariah di Indonesia.
Didik menegaskan pentingnya pusat pengembangan ini untuk mengakomodasi berbagai riset lanjutan, pelatihan, serta sertifikasi profesional yang berkaitan dengan ekonomi syariah. “Jadi Center for Syariah Economic Development itu (isinya) pengembangan studi, training, dan sebagainya,” ujar Didik dalam diskusi daring Indef bertema “Prospek Kebijakan Pengembangan Ekonomi Syariah di Era Prabowo," Jumat, 30 Agustus 2024.
Didik menjelaskan inisiasi ini akan melibatkan kolaborasi lintas lembaga, termasuk Universitas Islam Negeri (UIN) dan berbagai pemangku kepentingan lainnya. “Kerja sama ini diharapkan bisa membawa hasil yang konkret dalam 10 tahun ke depan,” katanya.
Pusat pengembangan ini nantinya akan fokus pada beberapa area utama, di antaranya riset-riset ekonomi syariah yang bersifat normatif, sertifikasi halal untuk berbagai produk dan jasa, serta advokasi kebijakan yang mendorong praktik ekonomi syariah di Indonesia. “Kita juga ingin terlibat dalam advokasi yang lebih luas, termasuk melalui media, untuk mendorong kesadaran dan penerimaan publik terhadap ekonomi syariah,” pungkas Didik. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.