KABARBURSA.COM - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mempertegas arah pembenahan industri perbankan syariah dengan menerbitkan dua regulasi anyar yang menitikberatkan pada disiplin pengelolaan likuiditas, pendanaan jangka panjang, dan penguatan struktur permodalan.
Dua aturan tersebut yakni POJK Nomor 20 Tahun 2025 tentang pemenuhan rasio Liquidity Coverage Ratio (LCR) dan Net Stable Funding Ratio (NSFR) bagi bank umum syariah (BUS) dan unit usaha syariah (UUS), serta POJK Nomor 21 Tahun 2025 yang mengatur kewajiban leverage ratio bagi BUS.
“Kedua regulasi ini menjadi langkah strategis untuk memperkokoh permodalan, menjaga likuiditas, dan memastikan pendanaan jangka panjang BUS dan UUS tetap berdaya tahan, efisien, serta selaras dengan prinsip Basel III dan Islamic Financial Services Board (IFSB),” ujar Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK, M. Ismail Riyadi, di Jakarta, Jumat.
POJK 20/2025 mewajibkan BUS dan UUS menjaga LCR dan NSFR minimal 100 persen dengan penerapan bertahap. Kebijakan ini dirancang guna memastikan ketersediaan likuiditas jangka pendek dan kestabilan sumber pendanaan jangka panjang agar perbankan syariah memiliki daya tahan lebih kuat terhadap gejolak ekonomi dan volatilitas pasar.
Selain itu, OJK menginstruksikan agar BUS dan UUS melakukan perhitungan dan pemantauan likuiditas secara berkala, baik di tingkat individu maupun konsolidasi, guna memastikan manajemen risiko dijalankan secara terukur dan transparan. Pelaporan dan publikasi atas rasio tersebut akan dimulai bertahap pada periode 2026–2028, seiring kesiapan industri dan penyelarasan sistem keuangan syariah nasional.
Penerapan regulasi ini diharapkan membuat BUS dan UUS lebih disiplin dalam mengelola likuiditas, menyeimbangkan komposisi aset dan liabilitas, serta menjaga fungsi intermediasi tetap berkelanjutan di tengah skenario ekonomi yang fluktuatif.
Sementara itu, POJK 21/2025 mewajibkan BUS menjaga leverage ratio minimum 3 persen setiap saat. Pelaporan pertama diwajibkan pada posisi akhir triwulan I tahun 2026, sedangkan publikasi dimulai September 2026.
Aturan ini menambahkan indikator pengawasan baru guna memperkuat struktur permodalan BUS. Leverage ratio menjadi tolok ukur disiplin ekspansi bisnis yang proporsional terhadap kapasitas modal, tanpa bergantung pada perhitungan pembobotan risiko aset ataupun mekanisme mitigasi risiko lainnya.
Dengan penerapan rasio ini, BUS diharapkan lebih tangguh menghadapi tekanan deleveraging di berbagai kondisi pasar. Regulasi tersebut resmi berlaku sejak 17 September 2025. Bagi BUS yang belum memenuhi ambang batas, OJK memberikan ruang untuk mengajukan rencana perbaikan, meski pelanggaran terhadap ketentuan ini tetap berpotensi memicu sanksi administratif, baik berupa denda maupun non-denda.
Melalui kebijakan ini, OJK menegaskan komitmennya membangun struktur permodalan perbankan syariah yang kokoh dan kompetitif—menjadikannya pondasi utama bagi sistem keuangan nasional yang sehat, modern, dan berdaya saing global.(*)
 
      