Logo
>

India, Brasil, dan AS Kuasai Industri Pangan Halal Dunia, Indonesia Ngapain aja?

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
India, Brasil, dan AS Kuasai Industri Pangan Halal Dunia, Indonesia Ngapain aja?

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Tiga negara yakni India, Brasil, dan Amerika Serikat (AS) mendominasi industri pangan halal dunia. Indonesia tertinggal dalam sektor ini.

    Direkrut Next Policy, Yusuf Wibisono mengatakan bahwa ekonomi syariah dan industri halal di Indonesia ini sangat potensial, karena Indonesia memiliki sekitar 240 juta penduduk Muslim dengan pasar kelas menengah yang terus bertumbuh.

    Dengan jumlah populasi kelas menengah Muslim yang besar dan terus bertumbuh, baik karena pertambahan penduduk alamiah maupun karena penduduk Muslim yang naik kelas ke kelas pendapatan lebih tinggi, produk halal diproyeksikan akan terus tumbuh ke depan seiring pemulihan ekonomi nasional.

    Besarnya potensi industri halal Indonesia, terutama sektor pangan halal, dikonfirmasi oleh posisi Indonesia dalam Global Islamic Economy Indikator yang terus meningkat dalam lima tahun terakhir, terkini menempati posisi ketiga di bawah Malaysia dan Arab Saudi.

    Tantangan terbesar adalah semakin banyak negara-negara lain, termasuk negara minoritas Muslim, yang tertarik dan mulai masuk ke industri halal dunia.

    “Ternyata negara-negara lain jauh lebih serius dan progresif dalam mengembangkan industri halal ini dibandingkan kita,” kata Yusuf Wibisono kepada Kabar Bursa, Sabtu, 14 September 2024.

    Diketahui, Jumlah belanja penduduk Muslim global pada 2025 diproyeksikan mencapai USD2,8 triliun. Menurutnya, potensi pasar yang sangat besar inil yang membuat persaingan di industri halal dunia kini kian “sengit”.

    “Indonesia akan semakin tertinggal jika tidak bergegas,” ujarnya.

    Yusuf pun membeberkan kelemahan terbesar Indonesia dalam pengembangan ekonomi syariah yang terlihat dalam 10 tahun terakhir, yaitu lemahnya dalam menumbuhkan pemain lokal di industri halal yang tangguh. Padahal, Indonesia terkenal sebagai negara dengan belanja produk halal besar namun dengan pemain lokal yang rendah.

    “Potensi pasar halal domestik Indonesia yang besar ini masih lemah, justru lebih dominan digarap pemain luar,” ungkap Yusuf.

    Dia mencontohkan seperti di sektor pangan halal, Indonesia memiliki potensi pasar pangan halal terbesar di dunia, yang berasal dari 240 juta penduduk muslimnya. Namun dalam hal produksi pangan halal global, justru dikuasai oleh negara minoritas Muslim, yaitu India, Brasil dan Amerika Serikat (AS).

    “Indonesia terkenal sebagai salah satu negara importir pangan terbesar di dunia, mulai dari beras, kedelai, gandum, gula, garam, daging hingga susu,” imbuhnya.

    Menurutnya, jika Indonesia bisa meningkatkan industri halal lokal dalam jumlah besar disertai dengan daya saing yang kuat, maka tak hanya pasar domestik saja, tapi juga berpeluang menggarap pasar halal global yang menyasar 1,8 miliar penduduk Muslim di dunia.

    “Masalah terbesar kita adalah lamban dalam mengembangkan industri halal ini, kurang agresif, padahal kita memiliki potensi yang besar untuk menjadi pemain dunia,” ucapnya.

    Contoh lainnya, lanjut Yusuf Wibisono, industri fesyen busana Muslim Indonesia diakui sangat berkualitas dan kreatif dengan talenta desainer yang sangat berbakat, sangat kompetitif untuk bersaing di kancah global. Namun, China merupakan negara terbesar yang menyuplai kebutuhan ini, padahal belum lama mengembangkan industri halal.

    Kebijakan Gimmick

    Yusuf Wibisono menyoroti kebijakan yang dikeluarkan pemerintah Indonesia terkait dengan industri halal di Tanah Air. Dia menilai, kebijakan yang dikeluarkan hanya bersifat gimmick dan tidak substantif untuk mendorong kemajuan industri halal.

    Sebagai contoh, Indonesia berambisi menjadi pusat industri keuangan syariah dunia, namun hingga kini market share perbankan syariah hanya di kisaran 7 persen.

    Contoh lainnya yaitu mergernya tiga bank syariah BUMN pada 2021. Setelah itu dilakukan, tidak ada penambahan modal dari negara kepada bank syariah hasil merger tersebut, sehingga dampaknya tidak terasa, bahkan tidak ada bagi market share perbankan syariah.

    “Tingkat global share perbankan syariah kita hanya di kisaran 2 persen saja, tentu cita-cita menjadikan Indonoesia sebagai pusat keuangan syariah dunia seperti utopia,” kata Yusuf.

    Oleh karena itu, dalam upaya mendorong Indonesia sebagai pusat industri halal dunia dan sekaligus meningkatkan jumlah pemain lokal ini, menurutnya langkah paling efektif adalah menciptakan ekosistem ekonomi syariah dan industri halal yang komprehensif.

    Hal itu bisa dimulai dari sertifikasi halal, pasokan sumber daya manusia (SDM) industri halal yang berkualitas, salah satunya adalah dari Perguruan Tinggi, serta dukungan pembiayaan syariah untuk industri halal.

    “Selain itu membentuk kawasan industri halal, pusat riset halal, hingga dukungan edukasi dan promosi produk halal ke publik yang masif,” tambahnya.

    Menurut dia, hal itu perlu dilakukan untuk menumbuhkan pemain halal lokal, sekaligus membangun ekosistem halal. Ini perlu dilakukan pemerintah untuk menentukan fokus pengembangan industri halal ini.

    Katanya, industri halal terdiri dari banyak sektor, yaitu keuangan, makanan, pariwisata, fesyen, media, farmasi, dan kosmetik halal.

    “Di sektor halal mana kita ingin menjadi produsen halal unggul di dunia? Ini pertanyannya. Di sektor kosmetik misalnya, kita sudah memiliki pemain lokal dengan daya saing tinggi yaitu Paragon,” ujar Yusuf.

    “Maka ketika pemerintah membuka tiga Kawasan Industri Halal (KIH), kita mengapresiasi namun mempertanyakan fokus mana yang hendak dicapai pemerintah melalui KIH ini,” sambungnya.

    Hal itu penting untuk dilakukan, dan negara lain yang bukan negara dengan mayoritas Muslim gencar membangun ekosistem industri halal ini secara fokus. Seperti Thailand secara agresif mengejar visi sebagai pusat industri makanan halal dunia, sedangkan Korea Selatan (Korsel) serius mengembangkan diri sebagai pusat wisata halal dunia.

    “Indonesia harus bergerak cepat jika tidak ingin menjadi penonton di industri halal global ini,” jelasnya.

    Lebih jauh lagi, pengembangan industri halal ini merupakan kesempatan besar bagi Indonesia untuk menumbuhkan pemain lokal berbasis UMKM dan ekonomi kerakyatan, jangan sampai besarnya potensi pasar ini akhirnya nanti hanya dinikmati pemain besar saja, bahkan pemain asing yang memang memiliki kekuatan modal besar yang tidak mendukung pengembangan UMKM.

    Berbagai brand asing ternama sekarang ini sudah mulai melirik pasar halal Indonesia, pemerintah harus mengambil inisiatif yang cepat dan terukur untuk membesarkan UMKM halal Indonesia.

    “Maka ketika pemerintah meluncurkan KIH, yang terlihat jelas menyasar investor besar, kita mempertanyakan dukungan untuk pelaku UMKM dan ekonomi rakyat,” kata Yusuf.

    Dia menyebut keterlibatan UMKM pada KIH sangat minim. Contohnya, keterisian UMKM di KIH Sidoarjo hanya 33 persen, KIH Serang hanya 19 persen, dan KIH Bintan lebih parah lagi, hanya 4,7 persen. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Ayyubi Kholid

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.