KABARBURSA.COM - Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, menekankan pentingnya lima faktor utama untuk mempercepat kemajuan pasar keuangan syariah di Indonesia.
Faktor pertama yang dijelaskan adalah pentingnya inovasi produk keuangan syariah yang melampaui tiga instrumen utama, yaitu sukuk, takaful, dan wakaf.
Sebagai salah satu penerbit sukuk terbesar, Indonesia sudah memulai penerbitan Green Sukuk, yang berfokus pada optimalisasi manfaat keuangan bagi ekonomi dan lingkungan berkelanjutan.
“Kedua, akselerasi pasar keuangan syariah melalui digitalisasi ekonomi dan keuangan syariah,” kata Perry dalam acara Joint High Level Seminar and Investor Forum, hasil kolaborasi BI bersama Islamic International Liquidity Management (IILM) dan Islamic Financial Services Board (IFSB), dengan tema ‘Future Development of Product Innovation and Liquidity Management in the Islamic Financial Services Industry’ pada hari Kamis, 31 Oktober 2024.
Digitalisasi dianggap penting untuk memperluas akses dan mempercepat inklusi keuangan. Faktor ketiga adalah integrasi layanan keuangan wholesale dan ritel, yang diharapkan memperkuat keterhubungan antara lembaga-lembaga keuangan syariah, termasuk asuransi dan lembaga sosial finansial.
Perry juga menekankan faktor keempat, yaitu kebutuhan akan dukungan kerangka kebijakan yang mengutamakan manajemen risiko. Hal ini termasuk mitigasi risiko terhadap ancaman siber, risiko operasional, dan pencegahan pencucian uang yang dapat mengancam kestabilan sistem keuangan syariah.
Terakhir, faktor kelima adalah pendidikan dan literasi keuangan syariah yang lebih mendalam bagi masyarakat, guna memperkuat pemahaman publik dan meningkatkan kapabilitas sumber daya manusia di sektor ini.
Selain itu, inovasi pada instrumen keuangan syariah global juga semakin mengarah pada pembiayaan investasi berkelanjutan.
Berdasarkan Laporan Pengembangan Keuangan Islam 2023, nilai Green Sukuk dan instrumen Environmental, Social, Governance (ESG) mencapai USD24,4 miliar pada tahun 2022. Malaysia dan Arab Saudi tercatat sebagai negara terdepan dalam penerbitan Sukuk ESG, diikuti oleh Indonesia dan Uni Emirat Arab.
Integrasi teknologi semakin mendorong tumbuhnya sektor financial technology (fintech) syariah, yang semakin mempermudah akses masyarakat terhadap produk keuangan syariah.
Data Global Islamic Fintech Report 2023/2024 menunjukkan bahwa pasar fintech syariah global diperkirakan bernilai sekitar USD138 miliar pada periode 2022/23 dan akan meningkat menjadi USD306 miliar pada tahun 2027 dengan pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) sebesar 17,3 persen. Angka ini lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan fintech global yang diprediksi berada pada CAGR 12,3 persen di periode yang sama.
Tren investasi di sektor ini diperkirakan akan semakin menuju pada platform digital yang menawarkan layanan perbankan hingga crowdfunding syariah, sehingga keuangan syariah menjadi lebih mudah diakses, kompetitif, dan ramah pengguna.
Strategi pendalaman pasar uang syariah yang kuat juga menjadi fokus BI untuk menopang ketahanan industri terhadap guncangan likuiditas yang tidak terduga di masa depan. Hal ini juga berperan penting dalam transmisi kebijakan moneter melalui sistem keuangan syariah.
Dalam forum ini, BI bersama IILM dan IFSB menggalakkan sinergi antar pemangku kepentingan guna mempercepat pengembangan produk keuangan baru, menyempurnakan strategi manajemen likuiditas, serta menjaga stabilitas keuangan.
Kolaborasi dalam pengembangan produk ini diharapkan mampu mengatasi kesenjangan pasar dan menawarkan alternatif produk yang selaras dengan prinsip-prinsip syariah.
Acara internasional ini juga dihadiri oleh perwakilan bank sentral Uni Emirat Arab, perwakilan bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed), anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), serta perwakilan dari Kementerian Keuangan, IILM, IFSB, lembaga keuangan, akademisi, dan pelaku usaha dari berbagai negara.
Forum ini merupakan bagian dari inisiatif ISEF 2024 yang bertujuan memperkuat peran Indonesia dalam pasar keuangan syariah skala global.
BTPN Syariah Raih Laba Rp771 Miliar
Sementara itu, PT Bank BTPN Syariah Tbk menunjukkan komitmennya dalam meningkatkan kualitas layanan dan memberdayakan segmen ultra mikro, meskipun menghadapi kondisi ekonomi yang sulit.
Hingga kuartal III 2024, perusahaan mencatatkan kinerja sesuai dengan prediksi, didukung oleh perbaikan dalam kualitas pembiayaan serta layanan yang menyeluruh bagi nasabah.
BTPN Syariah melaporkan laba bersih mencapai Rp771 miliar, dengan total penyaluran pembiayaan sebesar Rp10,33 triliun. Return on Asset (RoA) tercatat pada angka 6,1 persen, dan rasio kecukupan modal (CAR) mencapai 51,7 persen per akhir kuartal III 2024.
Komitmen bank terhadap nasabah tampak melalui penguatan budaya perilaku unggul yang dikenal dengan akronim “BDKS”: Berani Berusaha, Disiplin, Kerja Keras, dan Saling Bantu.
Budaya ini diperkuat melalui pertemuan rutin yang diadakan setiap dua minggu, di mana bank memberikan akses permodalan serta pengetahuan bisnis untuk mendukung pertumbuhan usaha nasabah.
Pada Oktober 2024, BTPN Syariah juga memberangkatkan satu pesawat penuh berisi nasabah Sentra Putri Kartini dari Kecamatan Tanah Putih, Riau, untuk menunaikan umrah.
“Dengan berbagai program yang kami luncurkan, kami berupaya menciptakan stabilitas dan menjaga kinerja bank sesuai harapan. Melalui kedisiplinan dan kerja sama nasabah, kami yakin usaha mereka akan semakin berkembang,” kata Direktur BTPN Syariah Fachmy Achmad.
Bank ini juga memperkenalkan program ‘Semarak Daya’ yang bertujuan untuk memfasilitasi akses pemasaran bagi nasabah pengrajin, serta pemberdayaan mahasiswa melalui program ‘Bestee’. Dengan kondisi likuiditas dan modal yang kuat, BTPN Syariah siap untuk menawarkan opsi pembayaran dividen yang konsisten pada tahun mendatang. (*)